| 263 Views
Pajak Naik, Apakah Kita Akan Bangga?

Oleh : Nora Afrilia S. Pd
Aktivis Muslimah
Kado buat anak negeri kita. Di akhir jabatan presiden Jokowi. Target penerimaan pajak dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 diusulkan sebesar Rp 2.189,3 triliun. Ini adalah kali pertama dalam sejarah target pendapatan pajak Indonesia melewati batas Rp 2.000 triliun. Usulan tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat (cnbc.com, 16-08-2024).
Dikutip dari Buku II Nota Keuangan beserta RAPBN 2025, ditunjukkan bahwa penerimaan pajak Indonesia mengalami kenaikan di 2025 menjadi Rp2.189,3 triliun. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan penerimaan pajak pada 2023 yang tercatat sebesar Rp1.869,2 triliun.
Presiden menambahkan, jika hal ini dapat tercapai, maka pemerintah dapat memiliki keleluasaan dalam menjalankan berbagai program yang akan dijalankan di tahun depan.
Ketika kita cermati sejatinya ketika pemasukan suatu negara tinggi, menjadikan negara tersebut mandiri dan tidak mudah bergantung kepada negara lain. Namun, realitanya negeri ini masih senang berutang dengan negara lain.
Dikabarkan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjelaskan posisi utang pemerintah kembali mengalami peningkatan per akhir Juli 2024 yaitu mencapai Rp 8.502,69 triliun.
Berdasarkan dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), secara nominal, posisi utang pemerintah tersebut bertambah Rp 57,82 triliun atau meningkat 0,68% dibandingkan posisi utang pada akhir Juni 2024 yang sebesar Rp 8.444,87 triliun. (Kontan.id, 16-08-2024)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut rasio utang Indonesia masih paling rendah dari negara-negara lain. Terutama dari negara-negara anggota G20 dan di ASEAN.
Umumnya di banyak negara, rasio utang yang lebih tinggi menunjukkan beban utang negara lebih besar dibandingkan ukuran ekonominya, sehingga dapat mengurangi kepercayaan investor dan menaikkan biaya pinjaman karena dianggap lebih berisiko.
Namun, menurut dokumen APBN Kinerja dan Fakta edisi Juli 2024, selama rasio ini masih di bawah batas aman 60%, ekonomi Indonesia dianggap masih aman. (viva.co.id,16-08-2024)
Pajak dan utang Bentuk Kezaliman yang nyata
Negeri Indonesia sudah lama menggantungkan pemasukan APBNnya dari pajak terhadap rakyat. Pajak diberlakukan pada segala macam komoditi. Pakaian, makanan, penghasilan, termasuk tanah dan bangunan. Begitulah amanat sistem yang menjauhkan islam dari kehidupan. Bernama sistem Demokrasi Sekuler Liberalisme.
Sistem ini benar-benar mencekik rakyat. Sistem ini tidak berusaha memanjakan rakyat karena itulah seharusnya amanah kekuasaan, namun sistem ini menginjak-injak rakyat hingga menewaskannya.
Bisa kita analisis dengan banyaknya rakyat yang mati kelaparan, mati karena sakit, mati karena kecelakaan di jalan ataupun di saat penerbangan, mati karena frustasi. Semua ini karena penguasa dan teman-temannya tidak memperdulikan mereka selayaknya anak kandung.
Rakyat dituntut berfikir sendiri mencari pemasukan, sudah ada pemasukan yang cukup untuk hidup sekarang dipalak dengan pajak. Baik bernama pajak penghasilan, pajak pembangunan, pajak makanan, dsb. Belum lagi dengan pembiayaan kesehatan harus di pajak dengan pemotongan ketika ASN, dan mandiri ketika bukan seorang pegawai.
Dengan dalih memudahkan namun sebenarnya bekerja sama dengan badan tertentu untuk memeras rakyat.
Kezaliman saja yang terlihat di abad ini. Seolah rakyat adalah budak bagi para penguasa. Mereka menindas tidak kenal ampun. Terlihat dengan adanya pajak di berbagai hal. Tapi malah berutang dengan negara penindas. Dan menjadikan penindas itu senang menguras harta di negeri ini. Dengan label investasi untuk negeri. Sungguh ironis nasib bangsa negeri ini.
Pajak bukan sumber pendapatan utama
Islam adalah paradigma terbaik bagi permasalahan negeri ini. Terkadang kita merasa islam hanya cocok untuk masalah fiqih ibadah. Padahal ekonomi islam jelas merinci tentang pajak. Dalam Islam, pajak bukanlah sumber pendapatan dalam menjalankan dan mengelola negara. Pajak menjadi pilihan terakhir ketika menyelesaikan permasalahan perekonomian negara. (nizham iqtishadi)
Mekanisme penarikan pajak dalam Islam bukan diberlakukan pada semua rakyat, melainkan hanya dibebankan pada para aghniya' (kaum muslim yang kaya). Karena tujuan dasar penarikan pajak adalah untuk membantu keberlangsungan kehidupan rakyat. Perlu diingat, dalam sistem Islam pajak tidak diwajibkan kepada semua rakyat.
Oleh karena itu, solusi pajak hanya dikeluarkan jika terjadi kondisi darurat, seperti baitulmal kosong atau sedang terjadi masa paceklik, sedangkan ada pengeluaran wajib yang tak bisa ditunda.
Banyak terdapat sumber pendapatan untuk negeri jika kita mempelajari islam. Ada zakat, jizyah, usyur, fa'i, Kharaj, dll. Maka pajak ini bukanlah sesuatu yang utama bagi pemasukan keuangan negara.
Terkait investor, Islam memandang tidak boleh negera lain ikut campur terhadap kemandirian dalam negeri. Karena berefek pada kebijakan penguasa mengatur rakyatnya. Maka negara sedang kekurangan anggaran, maka dia berusaha secara mandiri untuk menambah keuangan negara, bukan senang berutang kepada negara lain.
Maka berpikirlah, masih beranikah kita mencampakkan hukum Allah dan tetap hidup dalam sistem rusak demokrasi ??