| 107 Views

Mewujudkan Target Pajak Tembus 2.000 T, Haruskah Bangga?

Oleh : Wakini
Aktivis Muslimah

Kekayaan alam yang berlimpah dalam sebuah negara ternyata tidak menjamin rakyat yang hidup di dalamnya sejahtera. Masih banyak di temukan negara kaya dengan sumber daya alam, namun rakyatnya hidup dalam kemiskinan. Contohnya saja Indonesia, di juluki sebagai negeri " gemah Ripah loh jinawi" namun sumber pendapatannya dari penarikan pajak yang di pungut dari rakyat. 

Mengakhiri 2 periode masa jabatannya ini, Presiden Jokowi menyampaikan, “Target penerimaan pajak dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 diusulkan sebesar Rp2.189,3 triliun. Ini adalah kali pertama dalam sejarah target pendapatan pajak Indonesia melewati batas Rp2.000 triliun.”
(CNBCIndonesia,16-8-2024)

Itu artinya, negara akan memberlakukan tambahan persentase kenaikan pajak untuk barang dan jasa yang ditetapkan, sehingga bisa dipastikan barang dan jasa yang saat ini kena pajak akan semakin besar nilai tersebut. Selain itu tidak menutup kemungkinan akan ada tambahan jenis barang dan jasa baru yang akan dikenakan pajak.

Pemerintah memang tampak makin serius menggenjot penerimaan negara dari sektor pajak yang sumber utamanya tentu dari rakyat. Itulah sebabnya pemerintah melakukan segala cara demi meyakinkan bahwa pajak bukanlah kezaliman, melainkan sebuah keniscayaan, bahkan kemestian yang perlu didukung oleh rakyat dengan penuh pengertian dan kebahagiaan.

Hal ini bisa dipahami mengingat sektor pajak merupakan andalan utama yang men-support lebih dari 80% pos penerimaan negara. Data BPS 2023 menunjukkan, dari Rp2.443,187 triliun penerimaan negara, penerimaan dari pajak mencapai Rp2.016,923 triliun. Sisanya berasal dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Dalam sistem kapitalisme yang menerapkan kebijakan ekonomi liberal, kebijakan ini tentu dianggap mampu membantu negara mencapai kestabilan ekonomi dan bisnis karena mampu menyesuaikan pengeluaran negara dengan pendapatan yang diterima pajak. Oleh karena itu, cara yang mudah digunakan untuk mendapatkan dana yang dapat menutupi defisit anggaran negara serta membantu melunasi utang yang membengkak adalah dengan menjadikan pajak sebagai solusi untuk menyelamatkan keuangan negara. Inilah sebabnya dalam sistem kapitalisme pajak menjadi sumber pendapatan tetap bagi negara.

Maka wajar apabila negara mempropagandakan dengan gigih terkait kewajiban membayar pajak karena perekonomiannya memang bertumpu pada pajak, akibatnya semua jenis barang dikenakan pajak. Dengan adanya kebijakan ini maka yang menanggung beban adalah rakyat dan bisa dipastikan bahwa kesejahteraan rakyat semakin jauh. Apabila kebijakan ini benar-benar diterapkan, maka sesungguhnya penguasa telah bertindak zalim terhadap rakyatnya.

Berbeda dengan sistem pemerintahan Islam yang mampu menempatkan pajak dan menempatkan sumber pendapatan negara sesuai pada tempatnya. Karena dalam Islam pajak bukan dijadikan objek untuk menekankan pertumbuhan, bukan untuk menghalangi orang kaya, atau menambah pendapatan negara kecuali diambil semata untuk membiayai kebutuhan yang ditetapkan oleh syara’. Dalam sistem pemerintahan Islam juga tidak akan menetapkan pajak tidak langsung termasuk pajak pertambahan nilai, pajak barang mewah, pajak hiburan, pajak jual-beli, dan pajak macam-macam yang lain.

Memang adakalanya negara dibolehkan untuk memberlakukan pajak (dharibah). Namun demikian, konsep dan pelaksanaannya jauh berbeda dengan sistem pajak hari ini. Pajak (dharibah) dalam islam hanya di berlakukan saat negara benar -benar krisis keuangan,sementara negara tentu membutuhkan dana segar untuk membiayai berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang di wajibkan atas mereka. Pungutan itu bersifat temporer bukan pemasukan rutin dan permanen.Apalagi menjadi sumber pendapatan utama negara.ketika krisis sudah terlewati dan Kas negara (Baitul Mal) telah aman,maka pungutan itu akan di hentikan.Jadi pajak (dharibah) dalam islam bukan merupakan pendapatan rutin dan utama dalam sistem kapitalisme. Dengan aturan seperti ini,keadilan akan tercipta.kebutuhan rakyat tetap terpenuhi dengan jaminan dari negara.mereka tidak di persulit dengan berbagai pungutan. Dengan begitu rakyat akan benar-benar merasakan kesejahteraan hidup tanpa terbebani dengan pungutan pajak. 

Wallahu a'lam bishowwab


Share this article via

70 Shares

0 Comment