| 179 Views

Mewujudkan Rumah Impian Lewat Tapera?

Oleh : Ummu Zahra
Pemerhati Sosial dan Ibu Rumah Tangga

Dilansir dari www.tapera.go.id - Presiden Joko Widodo menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang ditetapkan pada tanggal 20 Mei 2024.
Tapera atau Tabungan Perumahan Rakyat adalah penyimpanan dana dalam waktu tertentu yang dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan/atau dikembalikan kepeserta ketika masa kepersertaan berakhir. Bertujuan menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah layak dan terjangkau bagi peserta. (www.tapera.go.id, 27/05/2024)

Dalam PP Nomor 21 Tahun 2024 pasal 5, setiap pekerja dengan usia paling rendah 20 tahun atau sudah kawin yang memiliki penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum, wajib menjadi peserta Tapera. Besaran simpanan peserta atau iuran tapera adalah 3% dari gaji atau upah peserta pekerja, dengan rincian sebesar 2,5% ditanggung pekerja dan 0,5% oleh pemberi kerja. Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho menegaskan bahwa program Tapera memiliki konsep subsidi silang dan penerapan konsep gotong royong. "Pemerintah, masyarakat, yang punya rumah, bantu yang belum punya rumah," ujarnya. (bisnis.tempo.co, 01/06/2024)

Faktanya Tapera bukan polemik baru di masyarakat. Sebelumnya sudah ada BAPERTARUM atau Taperum yang merupakan salah satu lembaga pemerintah non kementrian khusus untuk melayani bantuan Tabungan Perumahan bagi Pegawai Negeri Sipil. Taperum dibentuk berdasarkan Keppres No. 14 Tahun 1993 dan ditetapkan tanggal 15 Febuari 1993, setelah itu dibubarkan atau dialihkan ke BP Tapera pada Desember 2020. Taperum pernah diterapkan pada PNS selama 25 tahun yang lalu. Tapi, Apakah pensiunan PNS tersebut telah mendapatkan rumah layak huni? Apakah Tapera dengan kerangka barunya lebih baik dari pada Taperum? Apakah Tapera mampu menjadi solusi atas warga yang tidak memiliki rumah?

Menelusuri ketidakberdayaan 9,9 juta masyarakat Indonesia yang belum memiliki rumah adalah karena gaji atau penghasilan bulanan mereka hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti biaya makan, biaya transport, biaya pendidikan, biaya kesehatan, yang jika kesemua itu tiap tahun semakin mahal/naik hanya akan menambah beban penderitaan rakyat. Saat ini gaji para pekerja sudah banyak dipotong oleh PPh 21, BPJS ketenagakerjaan, BPJS kesehatan, dan akan ditambah lagi dengan Tapera. Pengesahan Tapera banyak menuai kontra karena bersifat pemaksaan dan menyengsarakan. Kenapa tidak digratiskan saja biaya pendidikan dan kesehatan? Dimurahkan harga-harga sembako dan kebutuhan pokok lainnya. Terjangkaunya harga tanah serta bahan-bahan bangunan, agar masyarakat lebih leluasa memiliki tabungan yang cukup untuk memiliki rumah.

Dalam penerapan sistem sekuler-kapitalis saat ini, kebijakan yang diambil berasakan kepentingan dan manfaat semata. Sumber hukum beserta aturan kehidupan dibuat oleh akal manusia yang lemah dan terbatas, jadilah solusi tambal sulam yang tidak menyentuh akar masalah. Kebijakan dibuat bukan solusi untuk kemaslahatan umat, melainkan kepentingan dan keuntungan para penguasa serta pemilik modal.

Berbeda dengan sistem Islam, kebutuhan mendasar publik seperti; kesehatan, pendidikan, jalan raya dan lain sebagainya adalah prioritas utama pemerintah untuk diberikan kepada rakyat dengan harga semurah-murahnya, terjangkau atau bahkan gratis. Sumber hukum yang berasakan akidah Islam berasal dari dzat Maha Penguasa dan Maha pencipta yaitu Allah Swt. Dalam sistem ekonomi Islam, lembaga atau badan yang mengurusi kekayaan negara terutama keuangan, baik yang berkenaan dengan soal pemasukan, pengelolaan, pengeluaran dan lainnya. Memerima, menyimpan, dan mendistribusikan uang negara sesuai dengan aturan syariat disebut Baitul Maal.

Baitul maal memiliki 3 pos untuk pemasukan kas negaranya, yaitu;

  1. Pos kepemilikan negara, pos ini berasal dari harta milik negara berupa; harta rampasan perang, pajak tanah non muslim, bea cukai, harta milik umum yang dilindungi oleh negara, harta haram milik penjabat atau pegawai negara, harta yang terpendam atau harta karun, harta orang yang tidak mempunyai ahli waris, dan harta orang murtad.
  2. Pos kepemilikan umum, pos ini berasal dari harta SDA yang dikelola secara mandiri oleh negara seperti, pertambangan, minyak bumi, emas, nikel, batu bara, perak dan lain sebagainya.
  3. Pos zakat, pos ini berasal dari zakat umat muslim baik berupa zakat fitrah, zakat mal, infaq, dan juga wakaf.

Sumber-sumber penerimaan negara yang berasaskan ekonomi Islam sama sekali tidak mengandalkan sektor pajak dalam kas masuknya. Sumber Daya Alam yang melimpah dikelola secara mandiri oleh negara/tidak diserahkan pada swasta dan hasilnya untuk kemaslahatan masyarakat. Dengan begitu rakyat lebih mudah dalam memenuhi kebutuhan primer, termasuk memiliki rumah impian. Namun, sistem Islam ini hanya akan terwujud dalam sebuah institusi yang bernama Daulah Khilafah Islamiyah. Sejarah telah membuktikan bahwa dengan penerapan sistem Islam sebuah negara dan masyarakatnya berada dalam puncak peradaban yang tinggi, gemilang, adidaya dan manjadi rahmat untuk seluruh alam.

Wallahualam Bishshawab


Share this article via

90 Shares

0 Comment