| 184 Views
Mewujudkan Ketahanan Pangan: Antara Harapan dan Kenyataan

Oleh : Nur Saleha, S.Pd
Praktisi Pendidikan
Ketahanan pangan adalah isu strategis yang tidak hanya menyangkut kebutuhan dasar, tetapi juga kedaulatan negara. Sayangnya, kenyataan yang dihadapi saat ini masih jauh dari harapan. Pemerintah Indonesia telah menyusun berbagai rencana, termasuk alokasi Rp124,4 triliun untuk ketahanan pangan dalam RAPBN 2025 . Namun, apakah alokasi anggaran ini mencerminkan keseriusan pemerintah dalam membangun ketahanan pangan jangka panjang? (antaranews.com,16-08- 2024).
Salah satu kebijakan yang sering menjadi sorotan adalah tingginya angka impor pangan. Meski Indonesia memiliki potensi pertanian yang besar, pemerintah masih bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti beras, jagung, dan kedelai. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa impor pangan terus meningkat setiap tahunnya, bahkan saat para petani lokal berjuang dengan produksi yang tidak stabil.
Mengapa Impor Masih Menjadi Pilihan?
Ada beberapa alasan mengapa pemerintah memilih untuk terus mengimpor. Pertama, rendahnya produktivitas pertanian dalam negeri. Minimnya dukungan teknologi, infrastruktur, serta akses ke modal membuat petani tidak mampu bersaing dengan produk impor yang lebih murah. Hal ini menciptakan dilema bagi pemerintah; mengutamakan impor untuk menjaga harga pangan tetap stabil, namun di sisi lain, kebijakan ini justru melemahkan sektor pertanian lokal.
Kedua, ada dugaan kuat bahwa kepentingan pengusaha besar turut bermain dalam pengambilan keputusan impor. Beberapa pengamat mencatat adanya ketidaktransparanan dalam mekanisme impor, yang sering kali hanya menguntungkan segelintir pihak. Hal ini tidak hanya merugikan petani, tetapi juga mengancam ketahanan pangan jangka panjang Indonesia.
Ketua MPR RI bahkan meminta pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada impor demi menjaga ketahanan pangan dan kedaulatan negara . Namun, hingga kini, kebijakan yang lebih berpihak kepada petani lokal belum terealisasi sepenuhnya.
Ketahanan Pangan dalam Perspektif Islam
Dalam sejarah peradaban Islam, ketahanan pangan selalu menjadi prioritas utama. Salah satu contoh yang dapat diambil adalah pada Masa Khilafah Umar bin Khattab. Beliau memprioritaskan distribusi pangan yang adil dan memastikan bahwa setiap warga negara, termasuk petani, terlindungi dan diberdayakan. Negara dalam sistem Islam berperan sebagai raa'in (pelayan), yang bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya, termasuk dalam sektor pertanian.
Islam memandang ketahanan pangan sebagai bagian dari kedaulatan negara. Rasulullah saw bersabda,
"Tidaklah seorang pemimpin yang memimpin urusan kaum muslimin, lalu ia tidak mencurahkan segala upayanya untuk mereka, melainkan dia tidak akan mencium bau surga" (HR. Muslim). Dalam konteks ini, negara Islam bertanggung jawab penuh dalam memastikan ketersediaan pangan bagi rakyatnya, tanpa bergantung pada impor dari luar negeri.
Solusi yang ditawarkan oleh Islam sangat jelas. Negara harus memberdayakan petani lokal dengan memberikan dukungan penuh, baik dalam bentuk teknologi, infrastruktur, maupun akses ke modal. Selain itu, kebijakan ekonomi Islam yang berbasis pada keadilan akan mencegah dominasi pengusaha besar dalam pengambilan kebijakan, sehingga kepentingan rakyat tetap diutamakan.
Kesimpulan
Ketahanan pangan adalah salah satu pilar penting yang menentukan kedaulatan sebuah negara. Meski pemerintah telah mengalokasikan anggaran besar untuk mewujudkannya, kenyataan di lapangan menunjukkan masih banyak tantangan yang harus dihadapi. Ketergantungan pada impor, lemahnya dukungan bagi petani lokal, serta campur tangan pengusaha besar menjadi penghalang utama.
Islam menawarkan solusi yang komprehensif, di mana negara berperan aktif sebagai pelindung dan pemberdaya sektor pertanian. Dengan meneladani sistem Khilafah yang fokus pada keadilan dan kesejahteraan rakyat, ketahanan pangan yang sejati bisa terwujud. Hanya dengan langkah-langkah nyata yang berpihak kepada petani lokal dan kemandirian pangan, harapan untuk mencapai ketahanan pangan bisa menjadi kenyataan.