| 38 Views

Merindukan Kemuliaan

Oleh : Ummu Fahri
Aktivis Dakwah

Didunia ini Allah ciptakan semua berpasangan. Ada siang dan malam, laki-laki dan perempuan, hitam dan putih begitu pula yang lainnya. Semua itu diciptakan tentulah ada makna yang tersirat didalamnya. Saling melengkapi, menyempurnakan serta berbagi, itulah yang terbersit dalam pikiran kita. Sadarkah kita bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai karakter berbeda kemudian tabiat yang berbeda bahkan kekuatan.

Makhluk yang bernama perempuan adalah makhluk yang Allah Ta'ala ciptakan dengan karakternya yang lembut, keibuan,dan penyayang. Bahkan di dalam Islam sendiri perempuan sangat dimuliakan.

Namun demikian, itu tidak berlaku ketika hidup dalam periayahan sistem Kapitalisme dengan ide kebebasan didalamnya menghasut perempuan untuk mau membebaskan diri dari penindasan sebelumnya. Munculah ide feminisme, kesetaraan gender,  menjadi Ide-ide modern dan beradab yang dianggap akan berpihak kepada perempuan dan memuliakan perempuan.

Namun faktanya, Kapitalisme telah membuat perempuan kembali kepada kehinaannya. Kapitalisme memberikan label harga kepada perempuan, menjadikan mereka layaknya budak ekonomi, dan memperlakukan mereka seperti obyek untuk menghasilkan kekayaan.  Demokrasi juga telah membuat para perempuan berjuang sendirian tanpa jaminan financial, mengemis di jalanan untuk memberi makan diri dan anak-anak mereka.  Kapitalisme telah membebaskan para pria dan negara dari tanggung jawab mereka untuk menyediakan pemenuhan kebutuhan keluarga. Kapitalisme dan demokrasi telah memanfaatkan bahasa "‘pemberdayaan perempuan" untuk mengeksploitasi perempuan.

Tingginya angka kemiskinan, memaksa kaum perempuan untuk mencari pekerjaan sebagai buruh migran, buruh pabrik, buruh tani, pedagang kecil serta kerap terpaksa bekerja dalam kondisi yang mirip perbudakan untuk bertahan hidup demi sesuap nasi.

Kaum perempuan digiring untuk sejajar dengan kaum laki laki dalam hal mencari materi, alhasil peran perempuan sebagai ibu dan pengatur rumah tangga pun sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan yang berujung pada rusaknya generasi yang akan memimpin peradaban ini.

Selain itu, paham liberalisme dan materialisme menjadikan perempuan  mengutamakan nilai-nilai yang bersifat materi, termasuk ketika mereka memaknai kebahagiaan dengan sesuatu yang diukur dari materi. Pada akhirnya, dengan mudah mereka menjadi sasaran empuk iklan-iklan produk kapitalis; mulai dari produk makanan, mode pakaian, produk kosmetik hingga produk-produk hiburan semacam film dan lain-lain.

Bahkan dengan paham ini pula, sebagian kaum perempuan rela menjerumuskan diri dalam berbagai bisnis kotor. Akibatnya, dalam masyarakat kapitalistik, industri prostitusi, pornografi, pornoaksi dan industri hiburan (termasuk kontes ratu-ratuan yang merusak akhlak), justru berkembang pesat. Semua itu bahkan dianggap sebagai penggerak ekonomi bayangan yang bisa menghasilkan untung besar, baik bagi para pengusaha maupun sebagai sumber pajak yang besar bagi negara.

Semua fakta diatas menjadi bukti bahwa kapitalisme tidak akan pernah bisa menempatkan perempuan pada posisi yang mulia. Malah sebaliknya adat kebiasaan yang dihasilkan oleh sistem kapitalisme adalah racun yang menghinakan perempuan. Miris...!!!! Namun inilah fakta yang harus disadari sejak dini.

Oleh sebab itu, sudah saatnya menyadari dan memahami bahwa Kapitalis Sekuler membawa perempuan kearah yang berlawanan dengan fitrahnya sebagai seorang ibu.

Generasi ini lahir dari hasil pendidikan ibu sebagai madrasatul ula dan utama, yang menanamkan aqidah islam semenjak dini pada anaknya, pembiasaan-pembiasaan pelaksanaan hukum Islam, keteladanan, dan penguasaan tsaqofah dasar. Tentu hal ini dilakukan bersama sang ayah. Mendidik tentu berbeda dengan mengurus. Mendidik membutuhkan segenap perhatian, tenaga, waktu, ilmu, usaha keras, serta kondisi yang menunjang. Tidak mungkin dilakukan separuh waktu atau dengan alasan quality time.

Adapun sebagai istri dan pengatur rumah tangga, perempuan diwajibkan untuk taat kepada suaminya, Namun bukan berarti, suami boleh bersikap diktator kepada istrinya. Islam justru menempatkan hubungan suami dan istri seperti persahabatan yang baik, yang saling tolong menolong sesuai hak dan kewajibannya. Peran istri yang solehah akan berpengaruh kepada suaminya, ia sebagai penasihat, teman, dan penguat iman. Dan sebaliknya, istri yang tidak baik cenderung mempengaruhi suaminya menjadi tidak baik. Banyak kasus korupsi yang dilakukan para suami bermula dari keinginan istri yang berkebihan. Islam tak memandang posisi kepala keluarga lebih tinggi dari ibu rumah tangga, atau posisi penguasa lebih mulia dari rakyat jelata, sebagaimana dalam pandangan Kapitalisme. Yang dilihat dalam Islam justru seberapa jauh kepatuhan dan keoptimalan masing-masing dalam menjalankan peran-peran yang Allah SWT berikan.

Islam pun tak membebani perempuan dengan tugas-tugas berat yang menyita tenaga, pikiran dan waktunya seperti dengan menjadi penguasa. Islam hanya mewajibkan mereka mengontrol penguasa dan menjaga pelaksanaan syariah di tengah umat dengan aktivitas dakwah dan muhasabah, baik secara individu maupun secara jama'ah.

Stop !!! Jangan tertipu dengan slogan " Wanita diberdayakan dengan gender" karena pada hakikatnya bukan di berdayakan namun diperdaya sistem Kapitalisme. Sudah saatnya beralih ke sistem Islam dan membuka pola pikir kearah Islam, karena itulah satu-satunya yang akan menghentikan segala tindak kekerasan dan penindasan yang dialami oleh seluruh wanita di dunia saat ini.

" Merindukan Kemuliaan??? Hanya akan didapatkan dengan aturan Islam"

Wallahu a'lam Bishshawwab


Share this article via

38 Shares

0 Comment