| 195 Views
Menyoal Moral dan Kapasitas Calon Pejabat

Oleh : Eli Ermawati
Pembelajar
Sebentar lagi Indonesia akan melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 untuk memilih gubernur, walikota, bupati beserta wakilnya. Sebelum pelaksanaan pemungutan suara ada beberapa tahapan yang akan dilaksanakan, salah satunya adalah masa kampanye.
Mengutip dari Inijabar.com, dalam masa kampanye bakal calon Walikota Bekasi Nofel Saleh Hilabi didampingi artis Nikita Mirzani menyambangi pegiat UMKM penyandang disabilitas di wilayah Bojong Menteng Kecamatan Rawalumbu pada 3 Agustus 2024 lalu. Nofel Saleh Hilabi mengatakan bahwa dirinya sengaja menggandeng Nikita Mirzani untuk blusukan. Yang mana diketahui bahwa Nikita Mirzani adalah seorang aktris dan dikenal sering berkontroversi dengan orang orang lain, (Sabtu, 03/8/2024).
Beginilah realitas politik demokrasi yang tidak asing lagi dalam hal pencitraan. Segala upaya dilakoni demi memikat hati rakyat, berkampanye dengan janji-janji manisnya atau blusukan ke suatu daerah berharap dikenal lebih dekat dengan rakyat. Mencari modal dengan menggandeng oligarki (para pemilik modal) ataupun dengan menjadikan para infulencer sebagai partner blusukan untuk sama-sama meraup keuntungan. Dalam sistem demokrasi tidak ada publik figur yang berkriteria untuk dicontoh dalam hal kepemimpinan. Fatalnya lagi kala duduk dikursi jabatan bak kacang lupa kulit. Mereka tidak ingat lagi dengan janji yang diucapkannya. Sangat jauh dari kriteria pemimpin yang memiliki visi misi dalam membangun sebuah negara yang berdaulat. Pada masa jabatannya mereka sibuk mempercantik diri. Maka tak heran jika banyak pemimpin yang korup dalam sistem demokrasi.
Kepemimpinan dalam Islam
Tentu berbeda dengan kepemimpinan dalam Islam. Pemimpin dalam Islam dikenal dengan istilah khalifah, Ulil Amri atau Amirul mukminin. Memang bukan hal yang mudah menjadi seorang pemimpin, dengan mencukupkan diri sebatas pencitraan, karena seorang pemimpin memiliki tanggung jawab besar dalam meriayah rakyatnya di dunia dan akhirat. Abu Dzar Al-Ghifari pernah berkata pada Rasulullah "Ya Rasulullah tidakkah engkau mengangkat aku menjadi Amil? Kemudian Rasulullah menjawab sambil menepuk pundaknya, "Ya.. Abu Dzar, sesungguhnya engkau itu lemah. Dan sungguh jabatan itu amanah, pada hari kiamat nanti akan menjadi kehinaan dan penyesalan kecuali bagi orang yang mengambil amanah itu dengan benar dan menunaikan kewajiban yang ada didalamnya. (HR. Muslim).
Kapasitas seorang pemimpin dalam Islam haruslah sesuai, memiliki pola pikir yang Islami dan memahami perkara berdasarkan akidah dan syariat Islam. Takut pada Allah ketika ada syariat yang dilanggar oleh dirinya atau rakyatnya. Sebagaimana kepemimpinan yang dicontohkan Rasulullah Saw. dan para sahabatnya. Yakni amanah, bertanggung jawab, memiliki integritas, kapasitas, dan kapabilitas yang baik. Namun sosok pemimpin seperti ini hanya lahir dalam sistem Islam, terjamin mampu menghasilkan para politisi serta mewujudkan calon pemimpin yang beriman dan bertakwa. Mereka mencalonkan diri dan dicalonkan karena panggilan keimanan. Berbekal tujuan akhirat dan berdiri untuk kemaslahatan umat. Kepemimpinannya pun demi menerapkan aturan Allah bukan yang lain. Dengan demikian, hanya Islam yang dibutuhkan umat, bukan sistem fasad seperti demokrasi saat ini. Wallahua'lam.