| 138 Views
Menyoal Keseriusan Negara Cegah Stunting Melalui Program MBG Mungkinkah?

Oleh : Dewi yuliani
Presiden Prabowo Subianto disebut Gelisah karena masih banyak anak yang belum mendapatkan Makan Bergizi Gratis (MBG). Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengungkapkan butuh anggaran mencapai Rp 100 triliun untuk memberi makan gratis ke 82,9 juta penerima manfaat.
Hal ini diungkapkan Dadan, usai rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto bersama beberapa Menteri Kabinet Merah Putih di Istana Negara, Jumat (17/1/2025). Rapat yang dibahas terkait dengan Program MBG. Dikutib dari Jakarta, CNBC Indonesia.
Namun sangat disayangkan Kebijakan MBG banyak mengalami masalah kita bisa lihat dari mulai pendanaan, makanan tidak berkualitas,membahayakan, sasaran, dll. Hal ini menunjukkan bahwa negara tidak becus dalam mengurus rakyat. Kebijakan ini juga pada dasarnya tidak menyentuh akar masalah banyaknya generasi yg belum terpenuhi kebutuhan gizinya dan tingginya kasus stunting. Ini semua berawal dari tingginya angka stunting dan gizi buruk di Indonesia, pasangan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo-Gibran mengeklaim akan memperbaiki dan meningkatkan gizi anak melalui program unggulan bernama makan siang gratis (sekarang berganti nama menjadi makan bergizi gratis).
Bahkan MBG sejatinya bukan didedikasikan untuk kepentingan rakyat tapi proyek pencitraan yang ujung-ujungnya akan membebani rakyat. Nampak kebijakan ini belum direncanakan secara matang, seolah dijadikan alat kampanye untuk menarik suara rakyat. dan terbukti justru menguntungkan korporasi. Makin nyata program ini sebagai program populis
Pemimpin yang terpilih saat ini dari sistem demokrasi sejatinya tidak akan bisa melayani rakyat sepenuhnya. Bukti nyata bahwa program makan bergizi gratis cenderung beraroma bisnis ketimbang memperhatikan gizi generasi. Dari satu kebijakan, lahirlah peluang bagi korporasi mengambil alih peran negara. Program makan bergizi gratis terindikasi menjadi program industrialisasi korporasi dan investasi dalam sektor pangan. Negara seharusnya menyediakan layanan terbaik di semua bidang. Namun, sistem demokrasi yang transaksional membuat peran tersebut termarginalkan. Dari semua kebijakan penguasa, sektor strategis yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat kerap dikomersialisasi, semisal kesehatan, pendidikan, dan pangan.
Berbeda dengan Negara Islam. Khilafah menjamin kebutuhan gizi generasi dengan mekanisme sesuai syariat Islam sehingga tak akan terjadi stunting dan semua rakyat terpenuhi kebutuhan gizinya.
Negara wajib menyediakan lapangan kerja yang luas, membangun kedaulatan pangan di bawah departemen kemaslahatan umum. Departemen ini akan menjaga kualitas pangan di tengah masyarakat negara islam akan melibatkan para pakar dalam membuat kebijakan baik terkait pemenuhan gizi, pencegahan stunting maupun dalam mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan. Khilafah juga memiliki dana besar dari sumber yang beragam untuk mewujudkan semua kebijakannya dalam mengurus rakyat dengan pengurusan yang berkualitas terbaik.
Contohnya saja Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok (primer) Ini diterapkan dengan mensyaratkan agar laki-laki memberikan nafkah kepada diri dan keluarganya, serta mewajibkan kerabat dekat untuk membantu saudaranya. Jika dua hal ini belum terpenuhi, negara wajib turun tangan dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya.
Negara juga harus menyediakan layanan keamanan, pendidikan, dan kesehatan untuk semua warganya. Hal itu termasuk dalam tanggung jawab besar dasar negara terhadap rakyat. Penguasa harus memenuhi kewajiban mereka dan tidak boleh mengabaikan atau memindahkan wewenangnya kepada pihak lain.
Bahkan pelayanan yang negara berikan kepada rakyat bersumber dari dana baitulmal
Negara akan memaksimalkan pemasukan dari pos-pos pendapatan negara yang terdiri atas pemasukan tetap yakni fai, ghanimah, anfal, kharaj, dan jizyah, pemasukan dari hak milik umum dengan berbagai macam bentuknya serta pemasukan dari hak milik negara yakni usyur, khumus, dan rikaz.
Dengan demikian memaksimalkan sumber-sumber pendapatan tersebut agar pemenuhan kebutuhan rakyat terlaksana secara merata, bukan untuk masyarakat tertentu saja sebagaimana program MBG yang negara peruntukkan hanya bagi para siswa. Oleh karena itu, negara Islam tidak perlu program khusus karena kebijakan negara memang harus menjamin kesejahteraan rakyat individu per individu.
Tak hanya itu saja negara juga menerapkan sistem ekonomi Islam juga mewujudkan negara mandiri dan tidak bergantung pada pihak lain seperti swasta baik dalam maupun luar negeri dalam memenuhi kebutuhan rakyat. Jika negara melakukan impor, negara akan tetap berupaya untuk memproduksi sendiri hingga bahan baku yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan rakyat terealisasi.
Negara Islam telah menempatkan penguasa sebagai pengurus atau raa’in sekaligus pelindung atau junnah rakyatnya. Pemimpin adalah mereka yang diberi amanah dan Allah akan menghisab amanah kepemimpinan tersebut. Pemimpin amanah adalah kunci terwujudnya kesejahteraan hakiki. Semangat dalam Keimanan ini pula yang akan mencegah penguasa melakukan korupsi dan melakukan penyalahgunaan wewenang.
Garis-garis besar inilah yang ditekankan dalam sistem Islam. Kapitalisme yang hari ini menjadi paradigma jalannya kekuasaan telah berdampak pada pemenuhan kebutuhan rakyat secara apa adanya. Berbagai program pemerintah bahkan berjalan dengan semangat bisnis. Walhasil, berbagai kebijakan yang ada hanya menguntungkan penguasa dan pengusaha, sementara rakyat tetap terpuruk dan jauh dari kesejahtera. Maka dari itu saatnya kita kembalikan semua kedalam sistem negara Islam yang benar - benar bertanggung jawab dalam pemenuhan dan kebutuhan rakyatnya. Saatnya kita sadarkan Umat dengan kegagalan dan tidak adanya tanggung jawab penguasa terhadap masyarakatnya.
Wallahualam bissawab.