| 78 Views

Menggugat Tanggung Jawab Negara dalam Menjamin Keamanan Obat dan Pangan

Oleh : Ratna Sari Dewi

Jajanan La Tiao asal China ditarik dari pasaran oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI. Penarikan itu bermula dari kejadian luar biasa keracunan pangan (KLBKP) di sejumlah wilayah.
Antara lain Lampung, Sukabumi, Wonosobo, Tangerang Selatan, Pamekasan, hingga Riau. Adapun korban keracunan mayoritas anak-anak yang duduk di bangku sekolah dasar (SD). Biasanya, jajanan ini didapat dari oleh-oleh atau bawaan langsung dari China.

Setelah dilakukan uji laboratorium, ada empat jenis jajanan La Tiao yang terdeteksi mengandung bakteri bacillus cereus. Bakteri itu dapat memicu sejumlah keluhan akibat cemaran, yakni mual, diare, muntah, hingga sesak napas.

Kasus keracunan makan yang menimpa banyak siswa mengingatkan kasus gagal ginjal akut karena obat yang mengandung zat berbahaya beberapa tahun yang lalu.
Hal ini menunjukkan  lemahnya jaminan keamanan pangan dan obat
Memastikan keamanan pangan dan obat yang beredar adalah tanggung jawab negara, termasuk produk yang berasal dari luar negeri.

Namun dalam negara yang menjalankan sistem sekuler kapitalis, hal ini bisa terabaikan mengingat peran negara bukan sebagai pengurus rakyat.

Tanggung Jawab Negara

Sayangnya, dari dua kasus kejadian luar biasa yakni gagal ginjal akut dan keracunan latiao, negara belum juga berbenah. Sedangkan yang menjadi korban adalah anak-anak, generasi masa depan bangsa. Negara harusnya belajar dari keteledoran pada kasus-kasus KLB sebelumnya. Negara juga harus bertanggung jawab jika terjadi keracunan atau sesuatu yang menyebabkan nyawa anak-anak terancam karena produk obat dan pangan yang beredar. Ini karena memastikan dan menjamin keamanan obat dan pangan adalah kewajiban negara sebagai pengurus rakyat.

Namun, dalam sistem sekuler kapitalisme, tanggung jawab tersebut makin terkikis. Peran negara hari ini hanya sebagai regulator, bukan pelayan rakyat. Ketika ada kejadian luar biasa keracunan atau kasus seperti gagal ginjal akut, para pejabat negara cenderung “cuci tangan” dan “buang badan”. Sejauh ini, penindakan terhadap unsur tindak kriminal hanya fokus pada pelaku industri yang memproduksi dan mendistribusikannya. Namun, belum ada pejabat terkait semisal BPOM atau Kemenkes yang turut bertanggung jawab perihal kelalaian dalam pengawasan dan uji kelayakan pangan.

Dalam kasus latiao misalnya, negara memiliki kewenangan melakukan pengawasan dan pengontrolan uji kelayakan, mulai dari bahan yang diimpor, produksinya, komposisinya, dan distribusinya. Meski pihak yang memproduksi adalah industri swasta atau individu, negara tetap harus melakukan pengawasan demi menjamin keamanan kesehatan masyarakat. Jika tidak dilakukan, inilah yang dinamakan kelalaian dan lepas tangan dari tanggung jawab.

Negara dalam islam memiliki mafhum ra’awiyah dalam semua urusan termasuk dalam obat dan pangan, baik dalam produksi maupun peredaran. Prinsip  halal dan thayyib akan menjadi panduan negara dalam memastikan keamananan pangan dan obat
Negara Islam memiliki berbagai mekanisme dalam memastikan keamanan pangan dan obat, diantaranya dengan adanya Kadi Hisbah.

Sistem Islam Melakukan Riayah
Dalam Islam, setiap pemimpin adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas apa yang diurusnya. Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah ﷺ bersabda, “Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas
yang dipimpinnya.

Penguasa yang memimpin rakyat banyak akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Istri adalah pemimpin terhadap rumah suaminya dan juga anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka, dan budak seseorang juga pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya, ketahuilah, setiap kalian adalah bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.” (HR Bukhari No. 6605)

Penguasa adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab atas seluruh rakyat yang dipimpinnya, termasuk ketika menemukan pejabat di bawahnya tidak menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, penguasa wajib bersikap tegas serta memberi sanksi kepada pejabatnya.

Negara, dalam hal ini penguasa, memiliki kewajiban dalam menjamin keamanan pangan yang dikonsumsi masyarakat. Negara akan menetapkan kebijakan keamanan pangan dengan mekanisme berikut:

Pertama, mengatur regulasi untuk industri makanan dan minuman agar sesuai ketentuan pangan halal, baik (tayib), dan aman yakni tidak mengandung bahan-bahan berbahaya, halal, dan tidak memicu munculnya penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes, dan jantung.

Kedua, melakukan pengawasan dengan peran al-hisbah, yakni lembaga negara yang melakukan pengawasan dan pengontrolan pangan dalam rangka mencegah pelaku industri berlaku curang, menipu, mengurangi takaran atau timbangan, serta memastikan kualitas produk obat dan pangan tetap layak dan aman dikonsumsi.

Ketiga, melakukan edukasi secara holistik melalui lembaga layanan kesehatan, media massa, dan berbagai tayangan edukatif menarik sehingga masyarakat memahami kriteria makanan halal, tayib, dan aman dikonsumsi.

Keempat, menindak tegas pelaku industri dan siapa saja yang menyalahi ketentuan peredaran obat dan pangan yang sesuai standar pangan Islam, yaitu halal, tayib, dan aman.

Dengan kebijakan yang terintegrasi dan sistemis, negara dapat melakukan pencegahan dan penanganan dalam menjamin terpenuhinya produk obat dan pangan yang halal, tayib, dan aman.


Share this article via

18 Shares

0 Comment