| 96 Views

Mengaktivasi Gen Z, Dalam Perjuangan Penegakan Islam Kaffah

Oleh : Endang Seruni 
Muslimah Peduli Generasi

Persoalan remaja dari hari ke hari kian banyak, menumpuk dan perlu solusi tuntas. Belum lama ini terjadi bunuh diri oleh seorang remaja laki-laki yang terjun dari gedung parkir sepeda motor Metropolitan Mall Bekasi. Remaja tak beridentitas ini mengenakan kemeja dan celana panjang putih. Hanya dari ikat pinggangnya diketahui bahwa ia adalah seorang pelajar sekolah menengah pertama (SMP). Insiden ini memberikan gambaran adanya persoalan dan rapuhnya mental generasi muda saat ini (kompas,24/10/2024).

Hari ini dipicu dengan derasnya arus teknologi dari ponsel pintar hingga media sosial yang telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Memang benar teknologi banyak membawa manfaat untuk kita. Seperti memperluas akses informasi juga membuka peluang baru di berbagai bidang.

Di balik itu semua ada dampak penggunaan teknologi bagi kesehatan mental generasi. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan stres, kecemasan hingga depresi akibat penggunaan teknologi yang berlebih. Semisal fenomena fire of missing out (FOMO) yaitu seseorang merasa tertinggal dari aktivitas sosial orang lain yang dipamerkan di media sosial. Hal ini bisa memicu kecemasan dan ketidakpuasan terhadap diri sendiri.

Laporan Kementerian Kesehatan mengungkapkan bahwa 6,1% penduduk berusia 15 tahun ke atas mengalami gangguan mental, kecemasan dan depresi. Fakta lain juga menyebutkan ada 15,5 juta remaja di Indonesia mengalami masalah ini. Who mencatat yang tingkat bunuh diri di Indonesia ada 3,4 kasus atau 100.000 penduduk diantaranya remaja yang mengalami gangguan mental yang tidak tertangani (kumparan.com,21/10/2024).

Tidak hanya itu angka pengangguran di kalangan generasi z di Indonesia telah mencapai titik kritikal. Yaitu sebanyak 9,9 juta orang yaitu sekitar 22,25% dari total penduduk usia 15- 24 tahun masih belum memiliki pekerjaan yang stabil. Beberapa faktor pemicunya adalah kesenjangan keterampilan, biaya pendidikan yang tinggi. Ditambah pula dampak pandemi yang mengurangi kesempatan kerja. Sebab banyak perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja. (Radar Jogja,23/10/2024).

Deretan panjang persoalan yang dihadapi oleh generasi z mulai dari mahalnya biaya pendidikan, pengangguran hingga gangguan mental. Hal ini karena diterapkan sistem demokrasi kapitalisme. Sistem ini melahirkan atau rusak sehingga generasi z terjebak dalam kehidupan rusak, seperti fomo, konsumerisme dan hedonisme. Padahal generasi z adalah modal besar sebagai agen perubahan. Namun demokrasi justru menjauhkan dari perubahan yang hakiki.

Sementara retorika yang mengatakan bahwa umat dapat membuat perubahan melalui partisipasi dalam sistem demokrasi, adalah tipu muslihat untuk menjauhkan umat dari solusi yang hakiki.
Kita tidak boleh tertipu oleh slogan-slogan manis memberantas korupsi, yang menghilangkan kemiskinan, mengatasi jutaan kaum muda yang mengalami kesehatan mental dan bunuh diri. Slogan-slogan ini hanyalah satu paket yang sama untuk mengikuti demokratisasi yang mustahil bisa mewujudkan kesejahteraan.

Tidak hanya itu,hampir di seluruh dunia Islam di sekularisasi hingga berjalan mengikuti agenda Barat. Sebab mereka menghendaki agar kaum muslimin jauh dari aturan Islam. Dari sisi pendidikan kerusakan generasi terlihat dari diterapkannya sistem pendidikan Barat di negeri-negeri kaum muslimin. Hasilnya adalah generasi pragmatis dan sekuler. Terbukti saat diterapkannya kurikulum merdeka yang hanya fokus pada hasil tanpa memberikan jejak kebaikan bagi pelajar maupun peserta didik.

Belum lagi pengaruh konten liberal di media sosial menyebabkan generasi menjadikan sekolah sebagai tempat melakukan perundungan kepada sesama peserta didik. Bahkan kejahatan seperti seks bebas dan perilaku seks menyimpang. Mirisnya pelaku adalah anak-anak yang belia yang tidak disangka bahwa mereka mampu untuk melakukannya. Sedangkan di perguruan tinggi, kurikulum yang ada membiasakan para intelektual berpikir instan serta sekedar meraih gelar. Hal ini jelas mencederai kehormatan kampus sebagai tempat mencetak para calon pemimpin peradaban.

Generasi muda adalah kunci kebangkitan. Potensinya harus diaktivasi agar tidak berantakan di tengah jalan. Perjalanan untuk tegaknya kembali institusi Islam tidak bisa diisi oleh generasi rapuh melainkan harus dengan generasi tangguh. Dengan Islam generasi akan ditempa melalui proses pembinaan mengenai aqidah Islam. Aktivitas dakwah menuju tegaknya sistem pemerintahan Islam (Khilafah). Juga gerakan dakwah yang memperjuangkan cita-cita untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam dengan meneladani dakwah Rasul.

Konsep ini sangat penting untuk mengarahkan identitas dan produktivitas generasi. Sebagaimana Rasulullah SAW membina para sahabat di Mekah untuk mempersiapkan bibit unggul menuju tegaknya daulah Islam pertama di Madinah yang menetapkan syariat Islam kaffah. Berpijak pada proses dan rangkaian aktivitas dakwah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam penting bagi generasi muda untuk memahami tujuan, visi dan misi hidup hakiki yang berlandaskan akidah Islam. Serta menapaki jalan kebangkitan dan perubahan pemikiran termasuk konsekuensi amar ma'ruf nahi mungkar sebagai sebuah kewajiban.

Mereka harus bergabung di sebuah jamaah dakwah yang meneladani metode dakwah Rasulullah. Sama inilah yang berperan untuk mengaktivasi peran para generasi muda melalui pembinaan dengan tsaqofah Islam ideologis dengan proses menjadikan pemahaman ilmu dengan proses berpikir. Pembinaan ini berjalan intensif dan tidak instan sehingga benar-benar menghasilkan pengembangan dakwah yang siap menghadapi segala rintangan yang menghadang dakwah.

Dibarengi dengan tsaqofah dengan perpaduan pola pikir dan pola sikap yang Islami. Sehingga akan terlahir generasi emas peradaban serta menjadi pengemban dakwah yang tangguh. Bukan generasi lembek dan rapuh produk dari sistem sekularisme kapitalisme.
Wallahualam bishowab.


Share this article via

65 Shares

0 Comment