| 111 Views
Menakar Arah Polugri Prabowo untuk Indonesia yang Kuat Bermartabat

Oleh : Ainul Mizan
Peneliti LANSKAP
Indonesia memasuki babak baru pemerintahannya. Prabowo-Gibran telah resmi dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden ke-8 RI.
Tentunya dalam memimpin Indonesia, Presiden Prabowo Subianto mempunyai visi-misi kepemimpinannya. Hal tersebut tercermin dalam pidato ke-1 kenegaraannya.
"Good Neighbors" menjadi arus utama polugri dari Prabowo Subianto. Indonesia akan dibentuk menjadi Good Neighbors (tetangga yang baik) terutama di tengah negara-negara besar blok barat maupun timur. Meskipun Indonesia akan tetap menjalin hubungan baik dengan negara tetangganya di kawasan Asia Tenggara dan selatan-selatan.
Target yang diwujudkan dalam Politik Neighbors ini pada 2 poin yakni pertahanan dan keamanan. Dalam aspek pertahanan, Prabowo dinilai lebih nasionalistik. Pengentasan kemiskinan dan mengakhiri ketergantungan Indonesia pada negara lain tentunya bagian dari pertahanan, yang disebutnya saat debat capres masih sangat lemah. Apalagi ada arah untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat dari ekonomi Syariah global. Hal ini sebagaimana yang disampaikan Gibran dalam sesi debat cawapres.
Sedangkan dalam target keamanan, Prabowo mengikuti gaya diplomasi Sukarno. Prabowo Subianto akan lebih aktif dalam menghadiri setiap momen sidang umum PBB. Ini bisa dimaklumi karena 10 tahun terakhir, Indonesia absen dari sidang umum DK PBB.
Di samping itu, Prabowo pada lawatan pertamanya setelah pelantikan adalah mengunjungi China. Lawatan ini atas undangan Xi-Jinping. Tentu saja China berkepentingan untuk menguatkan kemitraan komprehensif dengan Indonesia di pemerintahan barunya. Setelah dari China, Prabowo akan mengunjungi AS. Jadi Presiden Prabowo ingin tetap menjaga keseimbangan hubungan luar negerinya dalam kedua blok tersebut. Bagi Indonesia, AS merupakan mitra tradisionalnya untuk kepentingan-kepentingan jangka panjang.
Sebenarnya kalau dilihat secara seksama, Indonesia masih tetap di bawah hegemoni Kapitalisme AS. Dan di dalam pemerintahan baru, sentimen hubungan dengan AS tentunya akan menguat.
Bahkan untuk menjaga faktor keamanan agenda-agenda besar mitra tradisionalnya, setelah penetapan dari KPU atas kemenangannya, Prabowo telah mengunjungi 4 negara ASEAN yakni Laos, Kamboja, Brunei dan Malaysia. Sebelumnya Prabowo sempat diundang ke Thailand. Di sinilah letak Indonesia bisa memainkan peranan di kawasan guna keamanan agenda-agenda Kapitalistik AS dengan menggandeng kemitraan dengan beberapa negara komunis. Meskipun tidak bisa dipungkiri Indonesia mempunyai kepentingan strategis geoekonomi dan politiknya, tanpa menggeser kemitraan tradisionalnya dengan AS.
Oleh karena itu untuk memperlancar agenda-agendanya, Prabowo harus memastikan bahwa orang-orang yang duduk di Kemenlu adalah kepercayaannya. Gaya ini mirip dengan gaya Trump dalam memimpin Amerika. Sugiono, anggota Komisi I DPR RI dijadikan sebagai Menlu. Politisi Gerindra yang berlatar belakang TNI dipandang cocok mensinergikan polugri Indonesia dengan politik global. Walaupun kepemimpinan Prabowo tidak mau didikte. Oleh karena itu, Prabowo mengangkat 3 Wamenlu yang akan menunjang keaktifannya di politik internasional.
Anis Matta ditugaskan di bidang dinamika politik dunia Islam. Havas di bidang hubungan internasional. Dan Armanata merupakan seorang yang ahli di bidang kerjasama multilateral. Ketiga Wamen ini akan menjadi alat negara dalam membawa isu-isu global untuk disikapi. Bentuk nyatanya salah satunya adalah kehadiran Prabowo dalam konferensi BRICS di Rusia.
Menilik dari arah polugri Indonesia, tetap saja kami katakan bahwa Indonesia hanya sebagai Negara Pengekor. Indonesia masih dalam orbit Kapitalisme dengan bumbu-bumbu pragmatisme polugrinya dengan negara-negara lain di dunia. Maka jangan heran bila Indonesia masih diam terhadap krisis Palestina-Israel. Tidak ada kebijakan politik mengirim tentara membebaskan saudara muslimnya dibantai. Termasuk kebijakan polugrinya terhadap Uighur. Indonesia masih menjadi mitra strategis bagi China. Belum lagi sikap lembeknya terhadap China dalam kasus Kepulauan Natuna.
Pertanyaannya, apakah dengan polugri demikian akan mampu wujudkan pertahanan negara? Yang terjadi justru karena Kapitalisme, rakyat negeri ini dimiskinkan secara sistemik. UU Omnibus Law Ciptaker menjadi alat legalitas Kapitalisme membangkrutkan negara. Belum lagi bicara ekonomi syariah. Ekonomi syariah tentu saja tidak kompatibel dengan sistem ekonomi Kapitalisme Liberal. Apakah mampu negeri ini mengembalikan SDA yang dikangkangi perusahaan asing dan Aseng itu kepada rakyat? Jawabannya, tentunya jauh panggang dari api.
Hanya Polugri Islam, Indonesia Jadi Kuat Bermartabat
Dalam konteks politik internasional, Indonesia bukanlah negara ideologis. Konsekwensinya, Indonesia akan masuk ke dalam orbit negara-negara lain yang ideologis. Indonesia masih kuat dalam orbit Kapitalisme AS meskipun harus melayani kepentingan negara besar komunis seperti Rusia dan China. Jika begini mustahil Indonesia menjadi kuat bermartabat.
Tentunya yang paling mendasar adalah mengubah asas polugrinya. Asas polugrinya harus berlandaskan Aqidah Islam.
Aqidah Islam telah menggariskan arah polugri negara adalah menyebarkan Islam ke seluruh dunia dengan dakwah dan jihad. Dalam prakteknya, Islam membagi negara-negara di dunia menjadi darul Islam dan darul kufur (kafir harbi).
Hubungan antara umat Islam dengan kafir harbi adalah hubungan perang. Meskipun untuk negara kafir harbi hukman tidak memerangi umat Islam, tetapi ada potensi menjadi kafir harbi fiklan. Melakukan hubungan politik, perdagangan dengannya diperbolehkan. Negara kafir harbi fiklan seperti AS, Israel dan China, hubungan umat Islam dengan kafir harbi fiklan tidak ada yang lain selain perang.
Dengan demikian, Islam sudah menggariskan mana yang termasuk kawan dan mana lawan. Ini penting dalam polugri. Umat Islam akan tetap tegak berdiri dalam polugri Islam.
Umat Islam dan negaranya menjadi berwibawa. Yang ditawarkannya pada dunia ada 3 yakni masuk Islam, tunduk pada pemerintahan Islam dan diperangi. Dengan ketiga pilihan, Islam menempatkan dirinya sebagai pembebas dunia bukan penakluk apalagi penjajah dunia. Islam menjadi pembebas dari ketidakadilan manusia menuju keadilan Islam. Bahkan Islam telah melebur penduduk asli daerah yang dibebaskan dengan pendatang.