| 74 Views

Maraknya Dispensasi Nikah: Tantangan Besar Sistem Pendidikan

Oleh : Zainab Said

Permasalahan dunia pendidikan di negeri ini seolah tidak pernah ada habisnya dan semakin hari semakin memprihatinkan. Masalah biaya pendidikan yang belum tuntas, masalah kurikulum pendidikan yang masih membingungkan banyak pihak, dan kini masalah pergaulan bebas di kalangan remaja seolah tidak bisa dibendung lagi arus kerusakannya. Pergaulan bebas di kalangan pelajar sudah masuk pada fase kronik yang entah kapan bisa diputus rantainya. Meningkatnya fenomena dispensasi pernikahan adalah salah satu dampak dari pergaulan bebas. Dispensasi pernikahan adalah pengajuan pernikahan dibawah usia 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka pernikahan dini atau dispensasi nikah sekitar 10,5 persen setiap tahunnya. Pada tahun 2023, data UNICEF menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-4 dunia dengan estimasi jumlah anak perempuan yang dinikahkan mencapai 23,53 juta jiwa. Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara di ASEAN dengan kasus perkawinan anak terbesar. (Tempo.co/08-06-2024) 

Salah satu alasan tingginya angka dispensasi nikah di kalangan pelajar adalah hamil duluan. Berdasarkan data Komnas Perempuan, dispensasi pernikahan anak meningkat 7 kali lipat sejak tahun 2016.  Pada tahun 2023 saja tercatat sebanyak 50 ribu anak menikah dini dan mayoritas dari mereka menikah karena sudah terlanjur hamil duluan.(News.indozone.id/09-09-2024) Di Sleman misalnya, sepanjang tahun 2024 tercatat 98 kasus dispensasi nikah dan alasan utamanya kebanyakan karena hamil di luar nikah yaitu sebanyak 74 kasus. (KumparanNews/10-01-2025).

Fenomena meningkatknya angka dispensasi nikah menjadi alarm tanda bahaya bagi negeri ini bahwa dunia remaja dan pelajar sedang tidak baik-baik saja. Dampak yang ditimbulkan dari pernikahan dini sangatlah besar bagi keluarga, masyarakat dan negara. Anak usia dini yang hamil di luar nikah belum memiliki kondisi psikologis yang baik untuk membangun rumah tangga dan sangat besar kemungkinan akan mengalami depresi setelah melahirkan, dan tidak jarang berujung pada tindakan kriminal seperti pembunuhan bayi atau aborsi. Ketidaksiapan membangun rumah tangga juga beresiko terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. 

Selain kurang baik dari kondisi psikologis, juga kurang baik dari segi fisik anak tersebut. Anak yang hamil usia dini akan beresiko mengalami anemia karena hakikatnya anak tersebut masih dalam proses pertumbuhan dan proses kehamilan akan membuat tubuhnya harus berbagi zat gizi dengan janin yang dikandungnya. Hal itulah yang menyebabkan anak hamil di usia dini akan kekurangan zat besi, kalsium, dan zat gizi lainnya sehingga akan menimbulkan banyak masalah kesehatan bagi anak hamil tersebut dan juga janin yang dikandungnya. Bayi yang lahir dari ibu yang masih remaja akan beresiko besar mengalami stunting dan masalah kesehatan lainnya. 

Maraknya kasus hamil diluar nikah atau hamil yang tidak diinginkan yang berujung dispensasi nikah, sudah seharusnya membuat masyarakat mencari tahu akar masalah dan solusi hakiki dari permasalahan tersebut. Jika dilihat lebih dalam, akar permasalahan dari fenomena maraknya dispensasi nikah adalah pergaulan bebas yang merajalela di kalangan masyarakat termasuk pelajar. Paham kebebasan (liberalism) telah meracuni pemikiran pelajar saat ini hingga meraka merasa bebas melakukan apapun tanpa ada batasan. Halal dan haram sudah tidak menjadi pertimbangan lagi. Para pelajar semakin terjerumus dalam perbuatan yang tidak beretika. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan saat ini telah gagal dalam mendidik dan membentuk karakter para pelajar. 

Sistem pendidikan yang diterapkan sekarang adalah sistem pendidikan sekuler ala barat yang memisahkan nilai agama dari kehidupan, maka tidak heran jika pelajaran agama dianggap tidak sepenting pelajaran yang lain semisal matematika, sains, dan lain-lain. Hal ini menyebabkan nilai agama semakin tersingkirkan dari kehidupan. Baik buruknya perilaku tergantung dari nilai relative manusia. Halal dan haram sudah tidak lagi menjadi pertimbangan. Misalnya menormalisasi pacaran, pergaulan bebas dianggap biasa, hamil diluar nikah dimaklumi, perilaku menyimpang seperti suka sesama jenis dianggap sebagai preferensi hidup yang harus dihargai. 

Selain itu kuatnya arus informasi dan digitalisasi tanpa filter membuat para pelajar bisa mengakses konten pornografi dengan bebas. Bahkan tontonan di televisi juga banyak yang mengarah pada normalisasi pergaulan bebas.  Maka tidak heran jika kasus pergualan bebas dan seks bebas sangat menjamur di kalangan pelajar dan semakin sulit untuk dibendung. Para orang tua harus mengeluarkan tenaga lebih banyak untuk menjaga anak mereka dari bahaya pergaulan bebas. Negera yang seharusnya menjadi tonggak utama dalam melindungi rakyatnya masih tampak kurang peduli terhadap masalah ini. Selama negara memberi solusi pragmatis ala negara sekuler liberal, seperti kampanye sex education atau penyediaan alat kontrasepsi, jelas itu tidak akan menyelesaikan masalah kerusakan moral generasi saat ini. Sebab akar masalah dari pergaulan bebas dan seks bebas adalah liberalism sekularisme yang dijadikan pola pikir masyarakat.

Sistem pendidikan Islam untuk memutuskan rantai bahaya pergaulan bebas

Banyaknya masalah yang menjerat kalangan pelajar saat ini harusnya menyadarkan masyarakat akan pentingnya suatu sistem kehidupan yang mampu membawa para pelajar dan penerus generasi ini ke arah yang lebih baik. Sistem kehidupan yang mampu menjawab tantangan itu adalah sistem kehidupan Islam. Bukan tanpa alasan, sistem ini sudah pernah diterapkan dalam sebuah negara Daulah Islamiyyah. Adapun langkah-langkah sistem Islam dalam memperbaiki kualitas pelajar dan penerus generasi peradaban yaitu pertama, dengan menerapkan sistem pendidikan Islam. Dalam sistem pendidikan Islam tujuan utama dari pendidikan adalah membentuk generasi yang berkepribadian Islam (Syakhsiah Islam), memiliki ilmu Islam (Tsaqofah Islam) maupun ilmu terapan seperti sains dan teknologi. Pembentukan kurikulum pendidikan akan diatur agar bisa mewujudkan tujuan pendidikan tersebut. Dengan tujuan pendidikan yang seperti itu maka tidak heran jika dulu para ilmuwan-ilmuwan sains juga adalah seorang ulama yang mahir dalam ilmu fikih, ilmu hadist, dan lain-lain. Saat itu Islam tidak dipisahkan dari kehidupan tetapi selalu berjalan berdampingan sebab segala hal harus dipertimbangan dengan kacamata Syariat Islam.
      
Langkah kedua adalah membersihkan sistem informasi dan media sosial dari konten pornografi dan konten negatif lainnya, sehingga para pelajar atau masyarakat secara luas bisa terhindar dari konten-konten yang merusak moral dan akhlak. Langkah selanjutnya adalah negara harus menerapkan sanksi bagi siapapun yang terlibat dalam konten pornografi sehingga bisa menimbulkan efek jera. Selain itu, sanksi juga harus diberikan kepada siapapun yang melakukan tindak perzinahan. Tidak memandang apakah pelakunya usia dibawah 19 tahun ataupun diatas 19 tahun. Apabila pelaku sudah baligh maka ia akan diposisikan sebagai mukallaf, yaitu pihak yang dibebani hukum, termasuk sanksi. 

Langkah selanjutnya adalah menerapkan sistem pergaulan Islam. Sistem ini akan mencegah masyarakat dari pergaulan bebas tanpa batas. Misalnya larangan berkhalwat, memisahkan kehidupan laki-laki dan perempuan kecuali pada perkara yang diperbolahkan syariat, misalnya dalam bidang muamalah, pendidikan, dan kesehatan. 

Dengan demikian, kerusakan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat terutama di kalangan pelajar sebagai penerus generasi bisa terhapuskan. Sudah saatnya masyarakat menyadari pentingnya kembali pada Sistem Islam yang mampu menjawab permasalahan kehidupan dengan solusi yang tepat. Sudah saatnya masyarakat meninggalkan sistem kehidupan sekuler liberal yang merusak itu. 

Wallahu’alam bissawab


Share this article via

35 Shares

0 Comment