| 99 Views

Listrik Belum Merata Kemaslahatan Rakyat Diabaikan

Oleh : Salma Hajviani

Energi listrik merupakan kebutuhan pokok yang sangat penting bagi kehidupan manusia, dimana semua aktifitas manusia berhubungan dengan energi listrik. Namun saat ini masih ada beberapa wilayah yang belum merasakan aliran listrik. Salah satunya di Jawa Barat (Jabar) ada 22.000 kepala keluarga (KK) belum teraliri listrik. (beritasatu.com, 23/11/2024). Hal tersebut terungkap saat debat Pilkada Jawa Barat 2024, sabtu 23 November 2024. Para calon gubernur diminta menyampaikan program dan strateginya untuk mengatasi persoalan tersebut.

Bahkan, sampai triwulan I tahun 2024 masih ada 112 desa/kelurahan yang belum teraliri listrik, ungkap Jisman P Hutajulu, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 100.1.1-6177 Tahun 2022 tentang pemberian dan pemutakhiran kode, data wilayah administrasi pemerintahan dan pulau, rasio Desa berlistrik sudah sebesar 99,87%. rinciannya sekitar 92,33% atau sekitar 77.342 desa/kelurahan mendapat aliran listrik dari PT PLN. Kemudian sebanyak 4,27% atau sekitar 3.573 Desa mendapat aliran listrik dari perusahaan penyedia listrik selain PLN selanjutnya 3,27% atau 2.736 desa atau kelurahan mendapat aliran listrik dari Program Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) Kementerian ESDM. (tirto.id, 10/06/2024)

Adanya fakta puluhan ribu warga Jawa Barat yang hidup tanpa listrik membuktikan belum meratanya penyediaan aliran listrik di negeri ini. Hal ini akibat diberlakukannya liberalisasi tata kelola listrik pada sumber energi primer dan layanan listrik.

Liberalisasi sumber energi primer, dalam UU no. 22 tahun 2001 menjadi payung hukum legalisasi perampokan terhadap ladang minyak dan gas (migas) di Indonesia . Akibatnya hampir 80% ladang migas Indonesia dikuasai asing (ugm.ac.id, 26/9/2013). Ini pula yang dikeluhkan oleh Direktur Utama PLN Nur Pamudji kepada detikFinance, Kamis (10/7/2014), “Batu bara RI produksinya melimpah tapi digunakan untuk menerangi negara lain”, merupakan buah Undang-Undang No. 04 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba).

Pengelolaan kelistrikan saat ini memberikan peluang kepada swasta untuk mengelolanya. Pengelolaan listrik dikelola oleh badan perseroan yang motif utamanya adalah mencari keuntungan. Konsekuensinya, pelayanan hanya diberikan kepada mereka yang mampu untuk membayar  biaya yang ditetapkan PLN untuk mengkonsumsi listrik baik. Hal ini membuat sebagian rakyat tidak mampu untuk mendapatkan aliran listrik dan sebagian lagi kesulitan untuk membayarnya.

Persoalan kelistrikan seperti ini, merupakan dampak dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang selalu memperhitungkan laba dan rugi.

Dalam sistem kapitalisme, SDA yang melimpah bisa dimiliki satu individu asalkan memiliki modal. Kekayaan milik rakyat diperjualbelikan, rakyat pun terkena imbasnya.

Terjadinya krisis listrik, menjadi bukti kelalaian Pemerintah menyelesaikan masalah ini. Rakyat mengalami kesengsaraan. Seharusnya negara bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kebutuhan hidup masyarakat bukan malah diserahkan kepada pihak swasta lokal maupun asing untuk dikomersilkan.

Dalam Islam, listrik merupakan harta kepemilikan umum. Rasulullah SAW bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yakni padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Listrik menghasilkan aliran energi panas (api) dalam hal ini, listrik termasuk kategori “api” yang disebutkan dalam hadis tersebut.

Batu bara yang merupakan bahan pembangkit listrik, termasuk dalam barang tambang yang jumlahnya sangat besar, haram hukumnya dikelola oleh individu atau swasta. Pengelolaan sumber pembangkit listrik, yaitu batu bara, serta layanan listrik dalam hal ini PLN haruslah berada di tangan negara. Individu atau swasta tidak boleh mengelolanya.

Adapun mekanisme distribusinya diserahkan sepenuhnya kepada negara. Dalam hal ini negara akan membangun sarana dan fasilitas pembangkit listrik yang memadai. Kemudian melakukan eksplorasi bahan bakar listrik secara mandiri sehingga akan mendistribusikan pasokan listrik kepada rakyat dengan harga murah, dan mengambil keuntungan pengelolaan sumber energi listrik atau lainnya untuk memenuhi kebutuhan rakyat yang lainnya, seperti pendidikan, kesehatan, sandang, pangan, dan papan.

Dengan menerapkan konsep Islam, harga listrik di Indonesia bisa lebih murah dari yang sekarang berlaku, bahkan mungkin untuk digratiskan secara proporsional kepada seluruh rakyat. Meski demikian, hal tersebut tidak mungkin terlaksana selama sistem ekonomi negara ini menganut sistem ekonomi kapitalisme.

Oleh karena itu sudah pasti menjadikan bahwa tidak ada solusi selain Islam. Terlebih lagi Islam kaffah dalam setiap aturan dan penerapannya. Hanya dengan pengaturan Islam, tugas pokok dan fungsi negara dapat berjalan optimal dan maksimal. Rakyat dilayani serta kebutuhan dasarnya terpenuhi tanpa merasa khawatir dan terbebani.

Wallahu alam bishawab


Share this article via

88 Shares

0 Comment