| 231 Views

Legalisasi Aborsi Mengakibatkan Beban Ganda Korban Pemerkosaan

Oleh : Imas Rahayu S.Pd.
Pemerhati Remaja

Pemerintah Indonesia baru-baru ini mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 yang memperbolehkan korban pemerkosaan untuk melakukan aborsi. Langkah ini dianggap sebagai solusi untuk mengatasi situasi traumatis yang dialami oleh korban. Namun, legalisasi aborsi dalam konteks ini menimbulkan pertanyaan serius tentang dampaknya terhadap korban pemerkosaan itu sendiri.

Berdasarkan PP 28/2024 memungkinkan aborsi bagi korban pemerkosaan di Indonesia. Kebijakan ini dirancang untuk memberikan solusi bagi korban yang menghadapi kehamilan akibat pemerkosaan, yang diakui sebagai pengalaman traumatis. (tirto.id, 5-8-2024)

Sedangkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa pasal aborsi dalam PP 28/2024 belum tepat dengan prinsip Islam. Islam hanya memperbolehkan aborsi dalam kondisi tertentu yang sangat terbatas, seperti ancaman serius terhadap nyawa ibu. (mediaindonesia.com, 5-8-2024)

Belum lagi aborsi dapat menimbulkan dampak psikologis jangka panjang bagi perempuan. Rasa bersalah, penyesalan, dan depresi adalah beberapa efek yang mungkin muncul setelah menjalani prosedur aborsi, terutama dalam konteks kehamilan akibat pemerkosaan. Meskipun dilakukan secara legal dan aman, tetap memiliki risiko medis, termasuk infeksi, perdarahan, dan komplikasi lainnya yang dapat membahayakan kesehatan fisik korban.

Adanya kasus pemerkosaan yang tinggi di Indonesia menunjukkan bahwa negara belum sepenuhnya mampu memberikan jaminan keamanan bagi perempuan. Meskipun sudah ada UU TPKS, implementasi yang lemah dan penegakan hukum yang kurang efektif masih menjadi tantangan besar.


Apa Penyebabnya?

Tingginya tingkat kebebasan seksual di masyarakat tidak dapat dipisahkan dari pengaruh penerapan sistem kapitalisme yang rusak. Kapitalisme cenderung mendorong kebebasan individu tanpa batas, termasuk dalam perilaku seksual. Nilai-nilai moral dan etika seringkali dikesampingkan demi kepentingan ekonomi dan kebebasan pribadi. Media massa dan industri hiburan, yang merupakan bagian integral dari sistem kapitalisme, sering kali mempromosikan gaya hidup hedonistik yang mengabaikan batasan moral.

Sistem kapitalisme juga menciptakan kondisi di mana perempuan seringkali dijadikan objek seksual. Iklan, film, dan media sosial memperkuat stereotip ini, yang kemudian mempengaruhi perilaku masyarakat. Kebebasan tanpa batas ini tidak hanya meningkatkan risiko terjadinya kekerasan seksual tetapi juga memperburuk kondisi korban pemerkosaan.

Adanya kebolehan aborsi dalam PP 28/2024 mencerminkan pendekatan pragmatis yang sering diambil dalam sistem kapitalisme: menyelesaikan masalah dengan solusi cepat tanpa mengatasi akar penyebabnya. Legalitas aborsi mungkin tampak sebagai solusi bagi korban pemerkosaan, tetapi tidak mengatasi masalah mendasar seperti pencegahan pemerkosaan dan perlindungan yang lebih baik bagi perempuan.


Pandangan Islam

Dalam Islam, aborsi adalah tindakan yang sangat serius dan umumnya dilarang kecuali dalam kondisi yang sangat terbatas dan darurat. Berikut adalah pandangan Islam mengenai aborsi dan solusi yang ditawarkan oleh hukum Islam terhadap isu ini:

1. Hukum Aborsi dalam Islam: Menurut syariat Islam, aborsi haram dilakukan kecuali dalam situasi darurat di mana nyawa ibu terancam. Janin dianggap sebagai makhluk hidup yang memiliki hak untuk hidup. Oleh karena itu, membunuh janin tanpa alasan yang sah merupakan dosa besar. Namun, dalam situasi seperti ancaman terhadap nyawa ibu, aborsi dapat diizinkan dengan pertimbangan yang sangat hati-hati.

2. Perlindungan terhadap Perempuan: Islam memerintahkan negara untuk memberikan perlindungan yang kuat terhadap perempuan. Negara bertanggung jawab untuk memastikan keamanan dan kesejahteraan perempuan, termasuk melindungi mereka dari kekerasan seksual. Sistem hukum Islam menerapkan hukuman yang tegas dan menjerakan terhadap pelaku kekerasan seksual untuk mencegah terulangnya kejahatan tersebut.

3. Pendidikan dan Pembentukan Kepribadian Islami: Islam menekankan pentingnya pendidikan dan pembentukan kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai Islami. Pendidikan ini bertujuan untuk membentuk individu yang memiliki moralitas tinggi dan mampu mengendalikan diri dari perilaku yang menyimpang. Dengan demikian, pencegahan terhadap kekerasan seksual dapat dilakukan melalui pendidikan yang menyeluruh.

4. Sistem Sosial Islami: Islam mendorong penerapan sistem sosial yang menjaga martabat dan kehormatan perempuan. Interaksi antara laki-laki dan perempuan diatur sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya perilaku yang tidak pantas. Norma-norma sosial yang ketat ini bertujuan untuk melindungi perempuan dari berbagai bentuk eksploitasi dan kekerasan.

5. Layanan Dukungan untuk Korban: Islam mengajarkan pentingnya memberikan dukungan dan bantuan kepada korban kekerasan seksual. Negara harus menyediakan layanan kesehatan, psikologis, dan sosial untuk membantu korban pulih dari trauma. Bantuan ini harus diberikan dengan penuh kasih sayang dan empati, sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan dalam Islam.

Dengan demikian, solusi yang ditawarkan oleh Islam tidak hanya mencakup kebijakan hukum tetapi juga pendekatan holistik yang melibatkan pendidikan, perlindungan sosial, dan dukungan bagi korban. Implementasi nilai-nilai islami dalam kehidupan sehari-hari dan kebijakan negara dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan adil bagi perempuan, serta mencegah terjadinya kekerasan seksual secara efektif.

Referensi : Taqiyudin An-Nabhani, Sistem pergaulan dalam Islam.


Share this article via

105 Shares

0 Comment