| 57 Views

Layakkah Angggota Dewan Mendapatkan Tunjangan?

Oleh : Eny Rf
Bogor

Sangatlah fantastis jikalau hal ini benar-benar akan diberlakukan, Anggota Dewan periode 2024-2029 akan mendapatkan tunjangan perumahan sebesar 30-50 juta perbulan bahkan ada yang mengatakan 70 juta per bulan walaupun angka tersebut belum disepakati.

Pemberian tunjangan tersebut sebagai ganti dari fasilitas perumahan dinas yang semestinya didapatkan tetapi berhubung rumah dinas tersebut dalam kondisi rusak maka sebagai gantinya para wakil rakyat yang terhormat akan diberikan tunjangan perumahan.

Konon pemberian tunjangan ini diharapkan untuk memudahkan peran anggota dewan sebagai wakil rakyat dalam menjalankan fungsinya sebagai penyalur aspirasi rakyat.

Apapun alasannya rakyat semakin pilu mendengar nya, miris sekali, bagaimana tidak begitu besar nya tunjangan yang didapat wakil rakyat tersebut jika dibandingkan dengan realitas kondisi rakyat yang secara umum mengalami kesulitan hidup, termasuk keinginan memiliki rumah. Tinggi nya harga rumah semakin tahun yang terus mengalami peningkatan maka bertambah susah rakyat untuk memilikinya.

Beginilah efek jika hidup berada pada sistem kapitalisme. Tidak ada kepedulian terhadap kebutuhan rakyat. Pemberian tunjangan kepada wakil rakyat adalah bentuk pemborosan anggaran dan bisa jadi berpotensi penyalahgunaan.

Kebijakan yang kontraproduktif dengan realitas pahit yang dirasakan rakyat. 
Peran para wakil rakyat sejati nya adalah penyambung lidah rakyat bukan untuk memperkaya diri tapi sudah menjadi rahasia umum bahwa anggota dewan dalam sistem demokrasi bekerja hanya demi uang, fasilitas, dan tunjangan. Ini semua merupakan konsekuensi logis atas politik transaksional yang menjadi mahar untuk duduk dikursi Senayan.

Dalam pandangan islam para wakil rakyat berperan dalam mengawasi jalannya pemerintahan dalam wadah Majelis Umat, yaitu majelis yang beranggotakan orang-orang yang mewakili kaum muslim dalam memberikan pendapat serta menjadi rujukan bagi pemimpin untuk meminta masukan/nasihat mereka dalam berbagai urusan juga untuk mengemukakan pendapat serta menyampaikan pengaduan tentang kezaliman penguasa kepada mereka, dan lain-lain.

Sangat jelas berbeda secara diametral dengan para wakil rakyat di dalam sistem demokrasi. Ini terlihat jelas dari peran mereka. Dalam sistem demokrasi, wakil rakyat memiliki peran untuk melegislasi hukum perundang-undangan dan menetapkan anggaran. Fungsi ini tidak terdapat dalam Majelis Umat. Mereka mewakili umat murni dalam rangka melakukan kontrol dan koreksi para pejabat pemerintahan serta musyawarah.

Anggota Majelis Umat bukanlah pegawai negara yang berhak menerima gaji. Jika ada hal-hal yang perlu dianggarkan untuk menunjang kinerjanya, itu berupa santunan dalam jumlah yang secukupnya saja, tidak seperti tunjangan para anggota dewan yang jumlahnya fantastis. Kalaupun ada dari mereka yang mendapatkan fasilitas dari negara, itu bagian dari pemberian negara yang berhak diperoleh tiap individu warga.

Jelas sekali perbedaan wakil rakyat dalam kapitalisme dan islam. Saatnya beralih kepada aturan islam. 
Wallahualam bisshowab.


Share this article via

73 Shares

0 Comment