| 356 Views
Krisis Kelaparan Mendunia, Tanggung Jawab Siapa?

Oleh : Agnes
Aktivis Dakwah Kampus
Krisis pangan telah menjadi isu mendesak dalam beberapa tahun terakhir. Menurut laporan Global Report on Food Crises, sebanyak 282 juta orang mengalami tingkat kelaparan akut yang tinggi pada 2023 dan meningkat sebanyak 24 juta orang dibandingkan tahun sebelumnya. Dalam laporan tersebut, Organisasi Pangan Dunia di bawah naungan PBB juga mengungkapkan bahwa setidaknya ada 59 negara/wilayah yang terdampak dengan jumlah 1 dari 5 orang di negara itu mengalami kelaparan akibat masalah pangan akut. (CNBC Indonesia, 4/5/2024)
Malnutrisi akut memburuk pada 2023, khususnya di kalangan masyarakat yang kehilangan tempat tinggal akibat konflik dan bencana. Anak-anak dan perempuan berada di garis depan krisis kelaparan ini, dengan lebih dari 36 juta anak di bawah usia 5 tahun di 32 negara menderita kekurangan gizi akut akibat dari kerawanan pangan yang sangat tinggi selama empat tahun berturut-turut.
Beberapa pihak menuntut tanggapan segera terhadap krisis in, sebagaimana yang diutarakan oleh Sekjen PBB Antonio Guterres di website FAO.org pada Sabtu (4/5/2024. Selain itu, Global Network Against Food Crises juga mendesak para pemimpin negara dunia agar mengambil langkah pendekatan transformatif yang mengintegrasikan antara tindakan perdamaian dunia, pencegahan perang, dan memperkuat ketahanan pangan untuk mengatasi masalah ini.
Penyebab Kelaparan Akut
Meningkatnya ancaman kelaparan akut diperkuat oleh beberapa faktor. Diantaranya, penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang tidak memiliki mekanisme menjamin kesejahteraan rakyat.
Sempitnya lapangan kerja serta rendahnya upah menimbulkan kesenjangan kesejahteraan di tengah masyarakat yang dituntut berjuang sendiri untuk bisa sekedar makan. Dengan kata lain, urusan perut adalah tanggung jawab masing-masing. Negara tidak bertanggung jawab dan lepas tangan sebab fungsinya hanya regulator semata.
Di sisi lain, sistem ini meniscayakan penguasaan SDA di berbagai negara miskin dan berkembang melalui penjajahan gaya baru. Masuknya neoliberalisme menyebabkan sistem pangan merapuh sehingga berujung pada krisis yang berkepanjangan. Hal ini diperparah dengan kondisi di mana SDA sepenuhnya diserahkan pada korporasi dan hasilnya hanya dinikmati segelintir orang.
Inilah potret buram penerapan sistem kapitalisme global. Menimbulkan berbagai problem yang tiada habisnya, bahkan kedaulatan pangan pun mustahil tercapai. Oleh karena itu, selama dunia masih menggunakan sistem ekonomi kapitalisme, maka kelaparan adalah suatu keniscayaan untuk dituntaskan.
Islam sebagai Satu-satunya Solusi
Berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis, Islam memiliki konsep ekonomi yang menjamin kesejahteraan rakyat. Di mana aturan yang dipakai adalah aturan hidup yang bersumber dari Al-Qaliq wal Mudabbir, Allah SWT. Islam memandang bahwa negara bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pokok rakyat, individu per individu.
Lebih lanjut, konsep kepemilikan dalam Islam yang terdiri dari kepemilikan individu, kepemilikan publik, dan kepemilikan negara menjadikan pengelolaan SDA akan terarah dan tepat sasaran.
Berdasarkan hal ini, sumber daya alam tidak boleh dikuasai segelintir orang. Negara wajib mengelolanya sendiri sehingga hasil dari pengelolaan ini nantinya akan menjadi sumber pemasukan untuk memberikan layanan publik berkualitas dan gratis.
Selain itu, penguasaan sumber daya alam juga dijamin akan membuka lapangan kerja yang sangat luas dan beragam dengan gaji yang besar sehingga terpenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan. Adapun kesehatan, pendidikan dan keamanan dijamin langsung oleh negara. Sebab, dalam Islam negara adalah penanggung jawab utama dalam mengurusi hajat rakyat, yakni sebagai raa'in sekaligus junnah.
Sungguh, kehidupan Islam inilah yang dirindu-rindukan umat. Maka, sudah sepantasnya kita berjuang menegakkan Islam Kaffah melalui institusi bernama Khilafah, yang akhirnya akan memutus rantai-rantai penderitaan umat hari ini.
Wallahu'alam