| 212 Views
Kriminalis Anak Sadis, Generasi Makin Miris

Oleh : Sartinah
Pegiat Literasi
Nelangsa! Itulah kata untuk menggambarkan bagaimana perilaku rusak generasi hari ini. Mereka bukan gangster, tetapi pandai menyakiti dan menyiksa teman sebayanya. Mereka juga bukan pembunuh berdarah dingin, tetapi mampu menghilangkan nyawa temannya dengan sadis.
Dikutip dari sukabumi.id (2/5/2024), seorang bocah laki-laki berinisial MA asal Sukabumi yang masih berumur 6 tahun, harus meregang nyawa. Tak hanya dibunuh, tubuh mungilnya pun disodomi oleh pelaku tanpa rasa bersalah. Yang lebih membuat terenyuh, pelaku pembunuhan bukanlah orang dewasa atau pembunuh kelas kakap, melainkan anak laki-laki lainnya yang berusia 14 tahun dan masih duduk di bangku SMP.
Di wilayah berbeda, seorang santri di Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwidin, Jambi, juga menjadi korban pembunuhan yang dilakukan oleh seniornya di pondok pesantren. Dua kasus tersebut hanyalah beberapa dari banyaknya tindak kriminal yang dilakukan oleh remaja.
Remaja yang seharusnya masih polos dan suci, kini mampu melakukan hal-hal yang dahulu hanya dilakukan oleh orang dewasa, yakni menyakiti bahkan membunuh. Melihat maraknya kasus-kasus kejahatan yang dilakukan oleh remaja, sesungguhnya menunjukkan bahwa generasi hari ini tengah menderita "sakit".
Faktor Penyebab
Tak ada asap jika tak ada api. Begitulah pepatah lama yang bisa menggambarkan bagaimana generasi kita bermetamorfosis dari remaja polos menjadi seorang pembunuh. Namun, perlu diingat bahwa tidak ada remaja yang tiba-tiba menjadi pembunuh. Tentu saja banyak faktor di belakangnya yang menjadi pemicu tindakan sadis tersebut. Jika mengulik lebih dalam, sejatinya ada beberapa faktor yang berperan menumbuhsuburkan kriminalitas remaja.
Faktor-faktor tersebut di antaranya, sistem pendidikan yang hanya berorientasi materi, hilangnya peran orang tua, dan sanksi hukum yang tidak membuat jera. Pertama, sistem pendidikan yang berorientasi materi. Output pendidikan hari ini hanya berorientasi pada materi yakni bagaimana mendapatkan pekerjaan setelah lulus. Tak ada pembentukan akidah yang baik dan benar. Andaipun dilakukan, hal itu hanyalah sekadarnya. Akibatnya pendidikan yang ada tidak mampu mencetak generasi bertakwa yang berorientasi akhirat. Yang terbentuk dari pendidikan saat ini justru anak-anak yang bermental preman.
Kedua, hilangnya peran orang tua sebagai pendidik anak-anaknya. Peran orang tua saat ini hanya dianggap sebagai pemberi materi. Karena itu, para orang tua pun hanya fokus mengejar materi untuk memfasilitasi pendidikan anak-anaknya. Di sisi lain, banyak ibu yang juga harus bekerja karena faktor kemiskinan sehingga tanggung jawab menjaga dan mendidik anaknya terabaikan. Padahal, keluarga adalah lingkungan terdekat dan menjadi madrasah pertama bagi anak-anak. Walhasil, peran tersebut kini tergerus dan hilang sehingga anak-anak justru besar di lingkungan yang sering kali memberi contoh yang kurang baik.
Ketiga, sanksi hukum yang tidak membuat jera. Sistem persanksian di negeri ini memang terbilang dilematis. Di satu sisi, anak-anak wajib mendapat perlindungan dan pembinaan, tetapi di sisi lain mereka harus dihukum karena melakukan kejahatan. Dengan prinsip seperti ini akhirnya banyak anak-anak pelaku kejahatan yang tidak tersentuh hukum. Meskipun diberikan sanksi, sering kali sanksi tersebut tidak membuat jera. Lemahnya penegakan hukum akhirnya membuat kemaksiatan merajalela.
Buah Kapitalisme
Penerapan sistem kapitalisme sekularisme adalah induk dari segala kerusakan. Seluruh kebijakan yang dikeluarkan dengan asas kapitalisme sekularisme tersebut telah berpengaruh dalam berbagai segi kehidupan. Sebut saja sistem ekonomi yang kapitalistik telah mengakibatkan kemiskinan terstruktur. Ditambah lagi dengan kurikulum pendidikan yang berorientasi materi, telah mengakibatkan pendidikan hanya ditempuh untuk menghasilkan nilai materi.
Yang lebih memilukan, pendidikan agama hanyalah formalitas karena sistem kapitalisme tak mau diatur oleh aturan Tuhan. Akibatnya, anak-anak jauh dari perilaku dan kepribadian yang luhur. Belum lagi, sistem informasi saat ini begitu bebas sehingga anak-anak mudah mengakses berbagai kekerasan, pornografi, dan segala hiburan tanpa filter.
Semua faktor-faktor tersebut turut merusak fitrah anak-anak yang polos dan bersih. Pada akhirnya, mereka cenderung mencontoh atau meniru apa pun yang dilihatnya, termasuk berbagai perilaku kekerasan. Realitas miris tersebut adalah buah dari penerapan sistem kapitalisme-sekularisme yang dianut oleh banyak negara termasuk negeri ini.
Solusi Islam
Rusaknya generasi hari ini harus segera diperbaiki. Satu-satunya cara mengembalikan fitrah remaja adalah kembali pada akidah Islam dan seluruh syariatnya. Dalam Islam, akidah dijadikan sebagai dasar dalam kehidupan. Dengan akidah tersebut, maka ketakwaan akan terpancar dalam seluruh sendi kehidupan, baik di dalam keluarga, masyarakat, maupun negara.
Islam memiliki sistem pendidikan berkualitas yang didasarkan pada akidah Islam. Pendidikan Islam akan membentuk pola pikir dan sikap islami sehingga melahirkan kepribadian Islam yang unik. Pada akhirnya, pendidikan akan menghasilkan peserta didik yang saleh dan salihah, bukan remaja bermental kriminal.
Selain pendidikan Islam, peran orang tua dalam mendidik anaknya juga sangat besar. Ibu adalah madrasah pertama dan pendidik utama bagi anak-anaknya. Negara sebagai penanggung jawab urusan rakyat akan mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, sehingga para ibu bisa maksimal menjalankan perannya sebagai madrasah utama bagi anak-anaknya. Meski demikian, Islam juga tidak akan mengekang kebebasan perempuan untuk berkiprah di ruang publik selama tidak bertentangan dengan hukum syarak.
Sejarah pun telah mencatat bahwa selama peradaban Islam ada, banyak generasi berkualitas dengan karya-karyanya yang mengagumkan. Sebut saja Ali bin Abi Thalib yang diberi julukan oleh Rasulullah saw. sebagai "pintunya ilmu". Ada pula Shalahuddin al-Ayyubi sang pembebas Masjidilaqsa, serta Muhammad al-Fatih sang penakluk Konstantinopel di usianya yang baru 22 tahun. Dan masih banyak lagi generasi hebat lainnya yang lahir dari peradaban Islam.
Demikianlah, hanya dengan menjadikan Islam sebagai solusi, maka kerusakan generasi dapat dicegah. Tak hanya mampu mencegah kerusakan tersebut, Islam bahkan mampu mencetak generasi unggul yang akan menjadi tonggak peradaban sebuah bangsa.
Wallahu a'lam bishawab.