| 146 Views
Korporatokrasi Makin Nyata Dengan Adanya Pagar Laut

Oleh: Ummu Aura
Muslimah Peduli Umat
Deretan pagar bambu yang berdiri di pesisir Kabupaten Tangerang telah diketahui sejak Juli 2024. Hal ini berdasarkan kesaksian warga serta kelompok advokasi sipil yang diwawancarai oleh BB Sinus Indonesia. Namun, pagar tersebut baru dicabut oleh pemerintah setelah persoalan ini viral di media sosial. Tidak hanya itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, baru menjatuhkan sanksi kepada delapan pejabat Kantor Pertanahan Tangerang yang diduga terlibat dalam kasus ini.
Kasus pagar laut ini jelas merupakan bentuk pelanggaran hukum, namun negara tidak segera menindaklanjuti atau membawa kasus ini ke ranah pidana. Bahkan, tampak ada pihak-pihak tertentu yang dijadikan kambing hitam, sementara dalang utamanya tetap tidak tersentuh oleh hukum. Para pejabat pun terlihat sibuk mencari pembenaran dan berlepas tangan dari tanggung jawab mereka. Kasus serupa, seperti penjualan area pesisir di berbagai pulau, menunjukkan kuatnya pengaruh korporasi dalam lingkaran kekuasaan—fenomena yang dikenal sebagai korporatokrasi.
Praktisi hukum sekaligus pengamat kebijakan publik, News Darman, dalam pernyataannya pada Jumat, 31 Januari, menegaskan bahwa pemagaran atau pembatasan akses laut merupakan kejahatan korporasi. Ia juga meminta agar pelaku tidak berdalih bahwa pemagaran laut yang merugikan nelayan adalah bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN).
Korporatokrasi dalam Sistem Kapitalisme
Korporatokrasi bisa terus berkuasa karena negeri ini menerapkan sistem kapitalisme, sistem yang lahir dari pemikiran manusia dan berdiri di atas prinsip kebebasan kepemilikan dengan tujuan meraih kekayaan sebanyak mungkin. Dalam sistem ini, para pemilik modal memiliki pengaruh besar terhadap kebijakan negara. Akibatnya, sumber daya alam yang seharusnya menjadi milik rakyat justru dikuasai oleh korporasi, sementara negara tak berdaya melawan mereka.
Lebih buruknya, aparat negara yang seharusnya melindungi kepentingan rakyat malah sering menjadi fasilitator kejahatan. Mereka bekerja sama dalam melanggar hukum negara, sehingga rakyat menjadi korban, dan kedaulatan negara terancam. Kondisi ini membuka peluang bagi korporatokrasi untuk terus bertahan, dengan regulasi yang lebih menguntungkan oligarki dibandingkan rakyat.
Selama sumber hukum masih berasal dari akal manusia, kezaliman seperti ini akan terus terjadi. Satu-satunya cara untuk menghentikannya adalah dengan memastikan negara benar-benar berfungsi sebagai pelindung rakyat. Negara harus menjamin bahwa setiap kebijakan yang diambil membawa maslahat bagi masyarakat. Sebagai junnah (perisai), negara juga wajib melindungi warganya dari segala bentuk ancaman dan kezaliman.
Solusi Islam dalam Mengatasi Korporatokrasi
Fungsi negara sebagai junnah telah dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ ketika beliau menjadi pemimpin di Madinah. Sistem kepemimpinan Islam ini kemudian dikenal sebagai Khilafah. Dalam sistem Khilafah, segala persoalan—termasuk kepemilikan dan pengelolaan laut—dikembalikan kepada hukum syariat.
Syekh Taqiyuddin dalam kitabnya menjelaskan bahwa sistem ekonomi Islam hanya mengakui tiga jenis kepemilikan:
1. Kepemilikan individu
2. Kepemilikan negara
3. Kepemilikan umum
Secara realitas, laut di pesisir Tangerang masuk dalam kategori kepemilikan umum, sebab laut, seperti jalan, sungai, danau, masjid, serta fasilitas publik lainnya, tidak boleh dimanfaatkan hanya oleh individu tertentu. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Tidak ada pagar pembatas kecuali bagi Allah dan Rasul-Nya." (HR. Bukhari, Abu Daud, dan Ahmad)
Hadis ini menegaskan bahwa tidak ada seorang pun yang berhak memberikan batasan, pagar, atau mengklaim sesuatu yang diperuntukkan bagi kepentingan umum. Laut, sebagaimana disebut dalam hadis lainnya, termasuk harta yang harus digunakan secara bersama:
"Manusia berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api." (HR. Abu Daud)
Berdasarkan prinsip ini, pemagaran laut di Tangerang jelas bertentangan dengan syariat Islam. Dalam sistem Khilafah, pengelolaan laut harus sesuai dengan konsep kepemilikan umum, yang berarti haram bagi pihak tertentu untuk menguasai atau membatasi aksesnya. Jika ada yang melanggar, maka negara akan memberlakukan sanksi tegas tanpa perlu menunggu kasus tersebut viral terlebih dahulu.
Dalam hukum Islam, semua orang dipandang sama di hadapan hukum, baik kaya maupun miskin. Negara berfungsi sebagai perisai bagi rakyat, melindungi hak-hak mereka dari kezaliman pihak tertentu. Prinsip ini hanya dapat ditegakkan dalam sistem Khilafah, di mana kedaulatan berada di tangan syariat Islam.
Korporatokrasi sejak awal dapat dicegah apabila negara menjalankan prinsip kedaulatan di tangan syariat. Dalam sistem Islam, negara wajib menerapkan aturan Allah semata, bukan hukum buatan manusia. Oleh karena itu, solusi satu-satunya untuk menyelesaikan masalah pagar laut di Tangerang secara tuntas adalah dengan menerapkan syariat Islam dalam bingkai Khilafah.
Wallahu'alam bishshawab.