| 288 Views

Kontrasepsi untuk Anak Sekolah, dan Remaja : Liberalisasi Perilaku Hingga Legalisasi Zina dalam Sistem Demokrasi

Oleh : Sri Haryati
Aktivis Muslimah

Sungguh miris, melihat fakta yang ada pada negeri ini. Rakyat senantiasa dibuat kesal, kecewa, dan tak habis pikir, dengan kebijakan/peraturan yang dikeluarkan. Seperti Peraturan Pemerintah (PP), yang baru ditandatangani pada Jumat, 26 Juli 2024 oleh Presiden Joko Widodo, atau Jokowi.

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023, tentang Kesehatan (UU Kesehatan), resmi mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah, dan remaja. Disebutkan dalam Pasal 103, bahwa upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah, dan remaja, paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi. (tempo.co, 1/8/2024)

Kewajiban menyediakan layanan kesehatan reproduksi, termasuk penyediaan alat kontrasepsi untuk anak sekolah, dan remaja atas nama seks aman, akan mengantarkan pada liberalisasi perilaku yang merusak moral masyarakat. PP ini pun telah menjadi isu kontroversial di masyarakat. Meskipun langkah ini diklaim aman, dan dapat mencegah masalah kesehatan, tetapi dikhawatirkan mengantarkan pada budaya seks bebas. 

Liberalisasi Perilaku dalam Sistem Demokrasi

Sejatinya, penyediaan alat kontrasepsi untuk anak sekolah, dan remaja, dapat memberikan pesan yang salah tentang seks bebas. Hal ini tentu saja menuai kontroversi dari berbagai kalangan masyarakat. Abdul Fikri Faqih sebagai Wakil Ketua Komisi X DPR RI, mengecam, dan menyayangkan PP Nomor 28 Tahun 2024 tersebut. Menurutnya, penyediaan fasilitas alat kontrasepsi bagi siswa sekolah, dan remaja sama saja membolehkan budaya seks bebas kepada pelajar. 

Ia menekankan, pentingnya pendampingan (konseling) bagi siswa, dan remaja. Khususnya edukasi mengenai kesehatan reproduksi, melalui pendekatan norma agama, dan nilai pekerti luhur yang dianut budaya ketimuran di nusantara. (mediaindonesia.com, 4/8/2024)

Namun, sebagaimana kita ketahui bahwa negeri kita menganut paham demokrasi. Sehingga peraturan-peraturan seperti ini bukan hal yang tidak mungkin terjadi. Di mana sistem ini akan selalu menghasilkan peraturan yang bertolak belakang dengan norma agama. Dalam demokrasi, Undang-Undang yang dihasilkan merupakan buah pemikiran manusia yang serba terbatas. Faktanya, Undang-Undang yang dihasilkan, dan ditandatangani pemimpin negeri ini, tak luput dari kepentingan politik, dan ekonomi para elite politik, serta para korporatokrasi.

Bukankah dengan akses mudah ke kontrasepsi, yang diatur dalam PP Nomor 28 Tahun 2024, memungkinkan terjadinya liberalisasi perilaku? Di mana, remaja mungkin merasa lebih bebas untuk melakukan hubungan seksual, karena merasa negara membolehkannya. Padahal, hal ini dapat mengantarkan mereka kepada perzinaan, yang dalam ajaran Islam hukumnya haram.

Aturan ini meneguhkan Indonesia sebagai negara sekuler yang mengabaikan aturan agama dalam pengambilan kebijakan. Dengan landasan kebebasan, dan memisahkan agama dari kehidupan menjadikan perilaku masyarakat semakin rusak tak terkendali. Liberalisasi perilaku remaja kian marak, kerusakan perilaku pun tak terelakkan. Bagaimana nasib masa depan generasi ini, bukankah mereka calon pemimpin di masa depan?

Sistem pendidikan sekuler yang diterapkan di negeri ini pun ikut berkontribusi, karena tidak memberikan landasan moral, dan spiritual yang kuat kepada para siswa. Pendidikan sekuler hanya menjadikan kepuasan jasmani sebagai tujuan utamanya. Akibatnya, perilaku yang merusak moral, dan melanggar norma agama di masyarakat menjadi semakin umum, membahayakan peradaban manusia, dan stabilitas sosial. Peran masyarakat pun semakin terkikis, tak ada amar makruf nahi mungkar. Sehingga, kenakalan remaja, perilaku menyimpang dari norma agama, yang terjadi pada remaja dibiarkan saja, seolah lumrah terjadi.

Islam sebagai Solusi 

Islam bukan sekadar agama, yang mengatur ibadah mahda (ibadah khusus) saja, tetapi sebuah mabda (ideologi). Islam memiliki aturan yang harus diterapkan negara sebagai Raa’in (pemelihara urusan rakyat), dan Junnah (pelindung), Rasulullah saw. bersabda:

"Imam adalah Raa'in (pengurus), dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya." (HR. Bukhari)
 
Dalam Islam, negara wajib membangun kepribadian Islami pada setiap individu. Untuk mewujudkannya, negara harus menerapkan sistem Islam secara kafah, termasuk dalam sistem pendidikan. Pendidikan Islam tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga membentuk akhlak, dan moral, sehingga terbentuk pola pikir, dan pola sikap Islami. Pendidikan Islam akan menghasilkan individu yang berkepribadian Islam.

Negara juga harus memberikan edukasi melalui berbagai sarana, khususnya media, untuk menyebarkan nilai-nilai Islam, dan mencegah perilaku liberal. Negara akan mengawasi, juga menyensor berita, atau tontonan, pada media elektronik, maupun cetak, sehingga tidak ada berita, atau tontonan yang melanggar norma agama. 

Islam memiliki sanksi hukum yang tepat, tegas, dan memberi efek jera bagi pelaku kejahatan. Penerapan sistem sanksi sesuai dengan hukum Islam, diperlukan untuk mencegah perilaku yang melanggar norma agama. Sanksi yang tegas, dan adil akan memberikan efek jera, dan mencegah dari perilaku liberal. 

Dengan penerapan hukum Islam, negara dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan remaja yang sehat secara fisik, mental, dan spiritual. Remaja sebagai generasi penerus tonggak kepemimpinan masa depan, akan dipersiapkan, dan dilindungi dari pengaruh buruk liberalisasi. 

Oleh karena itu, penyediaan kontrasepsi untuk anak sekolah, dan remaja atas nama seks aman, bukanlah solusi yang tepat untuk masalah kesehatan reproduksi. Kebijakan yang dihasilkan sistem demokrasi, justru memperkuat liberalisasi perilaku yang merusak moral masyarakat. Hanya hukum Islam yang sesuai fitrah manusia sebagai hamba Allah Swt.. Manusia memiliki keterbatasan, tak layak menciptakan aturan. Aturan buatan manusia yang serba terbatas, hanya akan menciptakan masalah baru.

Saatnya umat Islam sadar, dan kembali kepada aturan Allah Swt., yang bersumber dari Al-Qur’an dan as-sunah, bukan aturan manusia. Melalui negara yang menerapkan Islam secara kafah, dalam segala aspek kehidupan. 

Wallahualam bissawab. (SH)


Share this article via

61 Shares

0 Comment