| 250 Views

Kok Bisa, Utang Mendatangkan Penjajahan?

Oleh : Fitria Rahmah, S.Pd.
Pendidik Generasi dan Aktivis Muslimah

Negara demokrasi termasuk Indonesia menerapkan sistem ekonomi kapitalisme liberalisme untuk membangun negara. Di mana sumber pendapatan utama negara berasal dari utang dan pajak. Menelisik lebih jauh, utang negara yang ada saat ini tidak muncul begitu saja. Melihat dari sisi historis, utang ini berawal dari beban kolonialisme Belanda dahulu kala. Layaknya warisan, utang pun diwarisi secara turun temurun dari penguasa pertama hingga kini. 

Mirisnya, atas dalih membangun negara dan masih dalam batas aman, negara terus meningkatkan utang. Sehingga, keadaannya kian kemari kian membengkak. Melansir dari laman online cnnindonesia.com, Selasa, 27 februasi 2024. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang pemerintah naik menjadi Rp8.253,09 triliun per Januari 2024. Jumlah utang ini naik sebesar Rp108,4 triliun dibandingkan utang di Desember 2023, yakni sebesar Rp8.144,69 triliun. Adapun rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) masih di bawah batas aman 60 persen. Rasio utang per Januari 2024 berada di level 38,75 persen.

Secara umum, mekanisme anggaran fiskal suatu negara terbagi kedalam tiga situasi, yaitu surplus, berimbang, dan defisit. Keadaan di mana pendapatan pemerintah melebihi, sama dengan atau kurang dari pengeluaran pemerintah. Ketika defisit terjadi, maka untuk menutupi kondisi tersebut, pemerintah melaksanakan dua cara dalam pemenuhannya, yaitu menaikkan pajak atau berutang. Karena dua metode ini adalah sumber pemasukan negara.

Namun, menaikan pajak akan membebani rakyat secara langsung dan memiliki proses yang lebih panjang dalam meresmikan dan pengesahannya, maka cara ini kurang digemari. Pemerintah lebih cenderung untuk berutang yang memiliki proses cepat dan praktis. Meskipun hal ini pada akhirnya akan membebani rakyat. Apalagi dalam utang terdapat bunga atau riba yang diharamkan oleh Allah Swt.

Kemampuan investor luar negeri melalui lembaga keuangan multilateral yang begitu besar dalam menyediakan dana dianggap sebagai jalan yang tepat untuk diambil. Karena pada dasarnya, defisit anggaran pemerintah terjadi terutama untuk mengembangkan perekonomian. Dalam rangka mewujudkan cita-cita agar setara dengan negara maju, maka negara berkembang harus mendorong laju pertumbuhan ekonominya. 

Pembiayaan inisiatif pertumbuhan ekonomi ini tentu saja membutuhkan biaya yang sangat besar. Pada saat inilah negara berkembang yang memiliki kemandirian ekonomi lemah memanfaatkan Utang Luar Negeri (ULN). Namun sayangnya, utang akan menimbulkan kewajiban untuk membayar. Maka, ketika meminjam dalam jumlah sangat besar, yang pada akhirnya tidak mampu untuk membayar pokok utang dan bunganya, negara tersebut akan mengalami apa yang disebut gagal bayar atau bangkrut. 

Kondisi ini akan menjadi masalah yang tidak boleh dipandang sebelah mata. Sebab utang luar negeri memilki sifat asli sebagai kunci pembuka bagi penjajahan. John Perkins dalam bukunya yang berjudul The New Confessions of an Economic Hit Man menyatakan bahwa Utang Luar Negeri (ULN) akan memastikan anak–anak hari ini dan cucu mereka di masa depan menjadi sandra. (dengan utang –ed). Mereka harus membiarkan korporasi kami menjarah sumber daya alam mereka, dan harus mengorbankan pendidikan, jaminan sosial hanya untuk membayar kami kembali.

Hal ini berarti, dengan berutang kita telah membiarkan negara superior menancapkan cengkramannya erat-erat untuk mengontrol dan menguasai negara inferior secara terstruktur. Maka sejatinya, ULN bukanlah bantuan yang diberikan oleh lembaga keuangan multilateral dengan tujuan untuk membangun kehidupan yang lebih baik. Namun, sesungguhnya ini adalah alat yang digunakan untuk menjajah dengan gaya baru atau Neo-Kolonialisme. Di mana penjajahan tidak lagi menggunakan kekuatan militer, tetapi menggunakan cara hegemoni ekonomi.

 Melalui hal inilah, selain untuk mendapatkan keuntungan finansial, hegemoni ekonomi juga dijadikan jalan untuk meliberalisasi pasar negara debitur dan mengeksploitasinya, juga sebagai jalan untuk menyebarkan ideologi kapitalisme liberalisme. Dan yang paling mereka harapkan adalah menjadikan negara debitur bangkrut dengan terus menerus menggelontorkan uang pinjaman.

Ketika suatu negara sudah terjerat kedalam kubangan ULN hingga mencapai titik kebangkrutan dan tidak mampu bayar, disaat terlemah itulah negara kreditur akan memanfaatkan dengan baik agar dapat mengendalikan negara debitur demi kepentingan ekonomi, politik dan militer.

Itulah mengapa utang membahayakan kedaulatan negara karena dapat menghantarkan pada dominasi asing atas negara atau penjajahan.  Terlebih lagi utang mengandung riba, yang Allah haramkan.  Mirisnya, dalam sistem ekonomi kapitalisme liberalisme, utang adalah satu keniscayaan, bahkan menjadi salah satu cara yang wajar dalam membangun negara.

Suatu negara dapat dikatakan sebagai negara kuat, berdaulat dan mandiri apabila negara tersebut secara ekonomi dan politik tidak bergantung pada negara lain. Negara ini harus mampu menyejahterakan rakyatnya tanpa terkecuali. Kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan papan dapat terpenuhi dengan baik dan mudah.

Dalam penyelenggaraannya, negara kuat mampu membiayai semua kebutuhan dalam negerinya sendiri. Ia akan mampu menyediakan kebutuhan publik seperti kesehatan, pendidikan, transportasi dan perumahan secara gratis dan layak. Hal ini adalah suatu keniscayaan karena negara mandiri dan kuat akan memiliki sumber pendapatan negara dengan cara yang sahih.

Diantaranya dengan mengelola Sumber Daya Alam (SDA) secara mandiri tanpa diserahkan kepada pihak swasta ataupun asing. Pengelolaan SDA secara mandiri akan berpotensi menjadi sumber pemasukan negara yang sangat besar. Lalu hasilnya dapat digunakan untuk kepentingan umat. Selain itu, sumber pendapatan negara lainnya bersumber dari sektor kepemilikan indivudi seperti zakat, hibah, sedekah, dan lain sebagainya. Dan sektor kepemilikan negara mencakup jizyah, kharja, ghanimah, fai, usyur dan lain sebagainya.

Dari sumber pemasukan yang beraneka macam ini, maka tidak heran jika negara ini mampu mengurusi semua urusan rakyat dengan baik tanpa harus membebani rakyat. Sehingga keberadaan pajak dan utang bukanlah sesuatu yang mutlak sebagai sumber pemasukan negara. Itu hanya akan digunakan dalam kondisi urgen, yang apabila tidak dilaksanakan dapat menyebabkan kemudhorotan dan kerusakan. 

Dengan kedaulatan dan kemandirian yang dimiliki, maka secara otomatis laju perekonomian akan berkembang pesat tanpa harus melibatkan dan mendapatkan intervensi pihak asing. Maka tidak heran jika negara seperti ini mampu menjadi negara adi daya. 

Sistem ekonomi dan politik ini tidak dimiliki oleh negara demokrasi manapun yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme liberalisme. Sebab sistem ini khas, dimana aturannya tidak berasal dari manusia yang lemah, tetapi berasal dari Sang Pencipta yang maha sempurna.

Sistem ini pernah dijalankan berabad-abad lamanya, dan secara nyata mampu menyejahterakan seluruh penduduk bumi, bukan hanya manusia. Aturan ini diaplikasikan dalam sebuah negara yang disebut dengan Daulah Islamiyah sebagaimana yang pernah dilaksanakan oleh Rasulullah saw. dan diikuti dengan negara Khilafah Islamiyah yang dipimpin oleh para khalifah selanjutnya.

Wallahualam bissawab


Share this article via

36 Shares

0 Comment