| 426 Views

Kenaikan Tunjangan Guru, Benarkah Mensejahterakan?

Oleh : Endang Seruni
Muslimah Peduli Generasi

Pada puncak Hari Guru Nasional pada Kamis 28 November 2024, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan akan menaikkan gaji guru. Hal ini menjadikan organisasi guru dan aktivis pendidikan mempertanyakan rencana tersebut.

Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriawan Salim mengungkapkan bahwa pernyataan Prabowo dimaknai berbeda oleh para guru di lapangan. Multi tafsir, harap-harap cemas dan galau para guru ASN. Karena menurut Undang-Undang Guru dan Dosen juga PP nomor 41 tahun 2009 guru PNS yang sudah disertifikasi berhak mendapatkan profesi guru sebesar 1 kali gaji pokok. Merujuk pada PP nomor 5 tahun 2024 besaran gaji PNS termasuk guru PNS sudah diatur kenaikannya dari Rp 2 juta sampai dengan Rp 6 juta tergantung golongan dan kepangkatan (detik com,30/11/2024).

Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo menyatakan muncul banyak persepsi atas kenaikan gaji guru. Guru yang berstatus ASN akan mendapat tambahan penghasilan sebesar 1 kali gaji pokok, sementara guru non ASN mendapat tambahan 2 juta perbulan. Kenaikan gaji guru ini menurut Heru menimbulkan banyak persepsi. Diantaranya bahwa tidak ada tambahan kesejahteraan atau kenaikan guru untuk ASN pada tahun 2025. Sebab sejak tahun 2008 pemerintah telah memberikan tunjangan profesi guru sebesar 1 kali gaji pokok bagi guru ASN yang telah memperoleh sertifikasi pendidik.

Selain itu pada tahun sebelumnya tunjangan profesi guru non ASN sudah naik sebesar Rp 1,5 juta. Sehingga pada tahun 2025 tidak ada peningkatan tunjangan profesi guru non ASN. Sementara untuk guru honorer yang akan diberikan bantuan kesejahteraan, menurut Heru hendaknya jangan berubah BLT tetapi ditetapkan berupa upah minimum guru (Tempo,2/12/2024).

Jika dicermati kebijakan kenaikan tunjangan guru tidak sebanding dengan kebutuhan biaya hidup yang harus dipenuhi oleh guru sebagai warga negara. Sebab saat santer tunjangan guru naik munculnya inflasi yang berdampak pada biaya hidup. Yaitu naiknya harga sejumlah komoditas pangan seperti bawang merah, tomat, daging ayam dan minyak goreng. Belum lagi persoalan tempat tinggal, kesehatan dan pendidikan, BBM hingga kuota data.

Persoalan gaji guru justru mengungkapkan bahwa sistem baru ini memposisikan guru sebagai pekerja. Sebagaimana buruh bagi industri yang merupakan faktor produksi dalam roda ekonomi di sektor pendidikan yang komersial dan kapitalistik. Alih-alih guru sejahtera, nasib guru sudah dianggap membaik hanya dengan tambahan tunjangan. Sejatinya jasa guru terhadap murid-murid tidak bisa dinilai dengan nominal sebesar apapun.

Dengan menaikkan hak gaji guru adalah salah satu faktor penunjang pendidikan berkualitas, tetapi dalam sistem ini guru akan berjuang sendiri. Kapitalisme meniscayakan pengelolaan pendidikan menurut paradigma bisnis dari penguasa kepada rakyatnya. Akibatnya pendidikan berbiaya mahal dan biaya itu harus dibayar oleh rakyat. Sementara gaji guru sebagai faktor produksi tentu harus dibuat serendah mungkin agar nominal keuntungan lebih besar. Sebenarnya nasib buruk lebih memperhatikan dari sekedar persoalan gaji yaitu dengan adanya beban pekerjaan yang banyak dan aspek administrasi yang rumit.

Kualitas pendidikan tidak hanya keberadaan guru. Kurikulum pendidikan juga sebagai penentu. Untuk itu perlu pembenahan jika pemerintah memang benar-benar tulus untuk mencerdaskan bangsa. Selain itu sinergi proses pendidikan di antara peserta didik, keluarga, sekolah dan masyarakat. Sebab sekolah yang berkurikulum internasional dan berbiaya mahal tidak menjamin kualitas para peserta didiknya menjadi generasi emas.

Selain itu masih banyak daerah dengan infrastruktur pendidikan yang jauh dari layak. Jalan dan jembatan menuju lokasi sekolah berkualitas buruk dan banyak yang rusak. Sarana dan prasarana pendidikan yang kurang, kelayakan gedung sekolah maupun kelengkapan fasilitas belajar. Jelas penguasa hari ini telah abai terhadap pertanggungjawabannya dalam penyelenggaraan pendidikan kepada rakyat. Terbukti mahalnya biaya pendidikan tetapi tidak bisa dijadikan standar penentu kualitas pendidikan.

Memang benar pendidikan berkualitas memerlukan upaya dan biaya besar untuk mewujudkannya. Namun hal itu bisa terjadi bila pemerintah berperan penuh sebagai penanggung jawab rakyatnya. Terlebih pendidikan yang merupakan kebutuhan pokok rakyat. Jika biaya pendidikan dibebankan kepada rakyat tentu akan menghalangi rakyat dari keluarga miskin yang lemah untuk mengaksesnya.

Pendidikan semestinya diselenggarakan sepenuhnya oleh negara bagi rakyat dengan gratis. Seperti inilah peran penguasa dalam sistem Islam. Dalam sistem Islam keberadaan pendidikan tak ubahnya fasilitas umum bagi rakyat. Sehingga negara harus memberikan jaminan pendidikan kepada rakyat. Seperti penyediaan tenaga pendidik, menjamin kualitas guru, infrastruktur, sarana dan prasarana serta fasilitas pendidikan.

Anggaran pendidikan diambil dari kas negara. Islam mengharuskan negara melalui pimpinannya untuk menjamin kemaslahatan umum termasuk pendidikan. Tugas penguasa adalah bertanggung jawab atas urusan rakyat. Untuk itu siapapun yang terpilih menjadi penguasa ia adalah pemimpin yang adil, serta mendedikasikan hidupnya untuk mengatur hajat hidup rakyat.

Dalam Islam penguasa harus memastikan agar para guru memperoleh gaji yang layak tanpa harus ada tambahan maupun tunjangan. Hal ini juga didukung oleh sistem ekonomi Islam yang mengharuskan negara menjamin terhadap distribusi harta secara merata. Memastikan kebutuhan pokok berupa sandang, pangan dan papan rakyat terpenuhi.

Jaminan publik seperti kesehatan, pendidikan, keamanan, transportasi secara gratis disediakan oleh negara. Sehingga gaji guru tidak dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok tetapi untuk pemenuhan nafkah keluarga.

Pada masa khilafah Abbasiyah gaji guru sangat fantastis. Gaji para pengajar sama dengan gaji muadzin. Sekitar 1000 Dinar per tahun, atau 83,3 Dinar per bulan. 1 Dinar adalah 4,25 gram emas. Jika 1 gram emas Rp 1, 5 juta , maka gaji guru pada masa itu Rp 531 juta per bulan. Atau Rp 6,375 Miliar per tahun.
Untuk pengajar Al Qur'an,Ulama yang mendalami Alquran,dan orang yang mengurusi penuntut ilmu gajinya 2000 Dinar per tahun.

Demikianlah gambaran kesejahteraan guru pada masa peradaban Islam. Para guru dan ulama benar benar dimuliakan. Dihargai jasa jasanya serta diposisikan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa seutuhnya.
Wallahu'alam bishawab.


Share this article via

83 Shares

0 Comment