| 52 Views

Keikutsertaan Perempuan Dalam Berinvestasi Bagian Dari Memuliakannya?

Oleh : Yuni Ummu Zeefde
Ibu Rumah Tangga
 
Menjelang Hari Perempuan International pada 8 maret lalu organisasi PBB, UN Women Indonesia mengadakan pertemuan dan melakukan briefing dengan membahas beberapa hal yang berkaitan dengan permasalahan perempuan. Hal yang disoroti antara lain mengenai hak perempuan dan anak, perkawinan dini, kekerasan seksual serta kesetaraan dunia kerja. Dengan mengangkat tema  'Invest in women: Accelerate progress’ ('Berinvestasi pada perempuan: Mempercepat Kemajuan’). (liputan6.com,01/03/24)

Dapat dilihat mengapa perempuan selalu ingin dilibatkan dalam menangani masalah ini. Berawal dari mulai diperingatinya Hari Perempuan Internasional atau International Women's Day. Pengaruh Revolusi Industri yang terjadi di Eropa pada abad ke-18 berdampak kepada perempuan. Perempuan yang diberi kesempatan untuk berada diruang publik justru mendapatkan berbagai diskriminasi. 

Tidak hanya itu populasi perkotaan juga ikut meningkat sampai tahun 1908. Hingga pada tahun 1910 diadakan Konferensi Internasional yang diikuti oleh beberapa negara. Disanalah lahir sebuah gagasan untuk memperingati Hari Perempuan Internasional oleh seorang aktivis buruh perempuan, Clara Zetlin dari Jerman. Hal ini sebagai wujud sikap perempuan terhadap kesenjangan sosial serta diskriminasi yang dialami perempuan. Para aktivis terus mengkampanyekan hak-hak perempuan untuk bekerja, memilih, mendapat pelatihan dan pendidikan juga mengakhiri diskriminasi. 

Seperti halnya pemerintah saat ini didorong untuk berinvestasi kepada perempuan. Yaitu Dengan memberikan kesempatan kepada perempuan untuk belajar dan berkarya. Selain itu juga menyediakan cukup dana untuk mewujudkan kesetaraan gender. Sehingga justru bisa menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat. Dengan begitu negara dianggap akan mendapatkan banyak keuntungan. 

Namun justru hal ini akan menyebabkan masalah baru. Meskipun tujuannya agara perempuan dapat berperan atau ikut serta untuk mengentaskan kemiskinan. Namun akhirnya perempuan akan terjebak dan menjadi alat untuk mendapatkan nilai materi. Apalagi dalam paradigma kehidupan sekarang. Nilai keuntungan materi yang diambil. 

Inilah hasil dari sistem kapitalisme. Perempuan akhirnya harus keluar dari fitrahnya. Yang seharusnya menjadi pengurus dalam keluarga. Malah menjadi kepala keluarga. Kewajiban menjadi istri dan ibu jadi ketersampingkan. Malah sibuk jadi wanita karir atau sebagai tulang punggung.

Perbaikan ekonomi lewat berinvestasi kepada perempuan terlihat sangat menggiurkan memang. Contohnya dengan program bantuan UMKM. Tapi sejatinya itu mengakibatkan pengalihan tanggung jawab kaum adam dalam mencari nafkah. 

Kesetaraan gender yang digaungkan kaum feminis adalah tipudaya kepada kaum hawa. Seperti program kemandirian perempuan melalui ekonomi dan politik. Sehingga menghilangkan ketergantungan perempuan terhadap pria. Meski terlihat baik, justru itu menjerumuskan pada pengalihan tanggung jawab negara terhadap perempuan. Yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara untuk memenuhi hak individu, termasuk menjaga perempuan agar tidak keluar dari fitrahnya. 

Dalam sistem Islam perempuan sangat dimuliakan. Sesuai sabda Rasul SAW " Wanita (istri) adalah penanggung jawab dalam rumah tangga suaminya dan anak-anaknya." Peran perempuan sebagai ibu tentu sangat mulia. Ketika perempuan bisa menjaga keluarga mendidik anak-anak yang baik akan menghasilkan masyarakat yang baik pula. Dengan ini negara berkewajiban untuk memenuhi hak setiap individu termasuk pendidikan yang setara dan kesempatan yang sama untuk berkarya tanpa harus keluar dari fitrahnya. 

Negara juga mendorong kaum pria untuk bekerja. Memberikan lapangan kerja yang banyak. Bahkan jika pria tidak mampu maka negara yang mengambil alih pengurusan rumah tangga. Seperti menjamin tempat tinggal, menjamin kebutuhan pokok, menjamin pendidikan, menjamin kesehatan serta menjamin keamanan setiap individu. Sehingga terwujud kesejahteraan masyarakat. 

Islam membolehkan perempuan berperan serta dalam masyarakat. Perempuan boleh bekerja keluar namun dengan batasan tidak melanggar syariat. Yaitu harus menjaga auratnya serta tetap tidak boleh menelantarkan anak-anak. Karena tugas mulia seorang perempuan adalah mendidik generasi berakhlakul karimah.

Dan dalam Islam mendidik perempuan adalah investasi untuk membangun peradaban yang mulia bukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Maka mendidik perempuan untuk aktif kiprahnya dalam dakwah politik Islam sangat diharuskan. Wallahu a'lam bishowab.


Share this article via

42 Shares

0 Comment