| 39 Views
Kecurangan MinyaKita, Rakyat Jadi Menderita

Oleh : Dinna Chalimah
Pemerhati Sosial, Ciparay Kab. Bandung.
Jakarta (ANTARA) - Satgas Pangan Polri menyelidiki temuan adanya minyak goreng kemasan bermerek MinyaKita yang dijual di pasaran tidak sesuai dengan takaran yang disebutkan oleh produsen pada label kemasan.
Ketua Satgas Pangan Polri Brigjen Pol. Helfi Assegaf ketika dihubungi wartawan di Jakarta, Minggu, mengatakan bahwa penyelidikan itu merupakan tindak lanjut pihaknya usai menemukan adanya ketidaksesuaian pada produk MinyaKita dalam inspeksi yang dilakukan di Pasar Lenteng Agung, Jakarta Selatan. (AntaraNews.com)
Benar adanya bahwa manusia bisa menghalalkan dengan berbagai cara untuk mendapatkan keuntungan. Contohnya MinyaKita. Pada saat harga minyak lain melonjak naik, MinyaKita hadir sebagai minyak bersubsidi yang diberikan pemerintah dengan harga eceran tertinggi (HET) yang tidak melebihi Rp 14.000 per liter.
Fakta ini membuktikan bahwa dalam kapitalisme, distribusi pangan berada di tangan korporasi & oligarki, bukan negara. Negara hanya bertindak sebagai regulator saja, bukan pelaksana utama dalam menjamin dan menyediakan kebutuhan rakyat. Bahkan ketika terjadi kecurangan, sanksi yang diberikan cenderung lamban daln tidak menjerakan. Akibatnya, korporasi tetap menguasai rantai distribusi, mengambil keuntungan sebesar-besarnya meskipun dengan cara yang dapat merugikan rakyat.
Kecurangan demi kecurangan para korporat, akibat sanksi hukum yang diberikan tidak sesuai dan menjerakan. Ini menunjukan kelemahan pemerintah dalam menjamin keadilan dan kesejahteraan rakyat. Karena rakyat, selalu menjadi tumbalnya serta dasar ekonomi Kapitalisme Liberal, sebagai biang keladi permasalahannya, karena mengajarkan untuk meraih untung besar dengan modal yang sedikit.
Maka dari itu, dibutuhkan sistem lain. Sistem yang mengatur dengan benar, tepat sasaran juga mempunyai sanksi tegas terhadap segala aktivitas. Termasuk aktivitas muamalah. Apalagi, aktivitas pelayanan negara terhadap rakyatnya. Sistem ini yaitu sistem Islam. Sistem di mana memberikan tanggung jawab besar dihadapan Allah SWT. bagi penguasa dalam mengurusi rakyatnya.
Dalam Islam, penyediaan dan pendistribusian barang dijalankan dengan teliti. Negara akan turun tangan mengatur dan memastikan barang atau jasa yang diperlukan tepat sampai pada pengguna orang perorang sehingga tidak terjadi kecurangan.
Berbeda dengan kapitalisme, Islam menjadikan pemimpin sebagai raa’in (pengurus rakyat) yang bertanggung jawab untuk memastikan kebutuhan rakyat terpenuhi, termasuk dalam rantai distribusi pangan. Rasulullah ﷺ bersabda:
“الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ”
“Imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam Daulah Islam, Qadhi hisbah bertugas untuk melakukan patroli inspeksi pasar. Jika ditemui ada kecurangan seperti kasus MinyaKita oplosan, Negara akan memberikan sanksi yang tegas, bahkan pelaku bisa dilarang melakukan usaha produksi.
Seorang pemimpin dalam Daulah Islam faham betul bahwa Allah SWT. kelak akan meminta pertanggungjawaban atas semua rakyat yang dipimpinnya. Tidak terkecuali bagaimana pengurusan pemimpin (Khalifah) dalam masalah pemenuhan kebutuhan sandang pangan rakyatnya. Sehingga kasus-kasus semacam ini langka terjadi, dan apabila terjadi negara akan bertindak tegas kepada para pelaku yang terlibat dalam kecurangan dengan memberikan sanksi yang berat dan menjerakan sehingga tidak terjadi kecurangan lagi.
Wallahu a'lam bish shawwab.