| 141 Views

Kapitalisme si Pembunuh, Islam kaffah solusi Gaza

Oleh : Yuliana, S.E.

Pasukan Israel mengubah "zona kemanusiaan aman" di Jalur Gaza menjadi tumpukan puing-puing dan abu, menyisakan hanya 9,5 persen wilayah yang disebut "zona aman" bagi warga sipil yang mengungsi, kata Pertahanan Sipil Palestina di Gaza, Sabtu.

Menurut pernyataan yang dirilis otoritas tersebut, pada awal invasi darat Israel ke Gaza awal November 2023, pasukan Israel mengusir ratusan ribu warga sipil dari Gaza utara ke Gaza selatan, mengeklaim area tersebut sebagai "zona kemanusiaan yang aman."

Awalnya, zona tersebut meliputi 230 kilometer persegi atau 63 persen dari total wilayah Gaza, termasuk lahan pertanian dan fasilitas komersial, ekonomi, dan layanan yang tersebar di wilayah seluas 120 kilometer persegi.

Ketika serangan militer Israel berlanjut, ukuran zona aman tersebut menyusut drastis, kata pernyataan itu.

Otoritas tersebut menjelaskan bahwa pada awal Desember 2023, menyusul serangan Israel ke Khan Younis di Gaza selatan, wilayah kemanusiaan yang ditetapkan telah dikurangi menjadi 140 kilometer persegi, yang mencakup 38,3 persen total wilayah Gaza.

Wilayah ini mencakup beberapa lahan pertanian, serta bangunan ekonomi, komersial dan jasa.

Pengurangan lebih lanjut terjadi pada Mei 2024, selama serangan Israel ke Rafah, ketika zona kemanusiaan menyusut menjadi 79 kilometer persegi, atau 20 persen dari total wilayah Gaza, tambah pernyataan itu.

Pada pertengahan Juni 2024, zona tersebut diperkecil menjadi menjadi 60 kilometer persegi, yang hanya mencakup 16,4 persen dari total wilayah Gaza.

Wilayah tersebut meliputi jalanan biasa, jalan raya, area layanan, dan bahkan pemakaman, yang tidak satu pun dapat dianggap sebagai tempat berlindung yang benar-benar aman bagi warga sipil yang mengungsi, katanya.

Pada pertengahan Juli 2024, wilayah yang disebut "aman" oleh pasukan Israel berkurang lagi, kali ini menjadi 48 kilometer persegi, atau 13,15 persen dari total wilayah Gaza.

Akhirnya, pada Agustus 2024, tentara Israel mengurangi "zona kemanusiaan yang aman" ini menjadi hanya 35 kilometer persegi, atau 9,5 persen dari total wilayah Gaza.

Zona tersebut hanya mencakup sekitar 3,5 persen dari area pertanian, layanan dan komersial, yang kemudian mempersempit ruang tempat warga sipil berlindung, kata otoritas, merinci bagaimana pasukan Israel secara sistematis menghancurkan "zona aman."

Berkurangnya zona aman yang terus berlangsung itu memperburuk krisis kemanusiaan di Gaza, karena warga sipil memiliki tempat yang lebih kecil untuk melarikan diri dari aksi kekerasan.

Israel melanjutkan serangan brutalnya di Jalur Gaza menyusul serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, meski resolusi Dewan Keamanan PBB menyerukan gencatan senjata segera.

Serangan tersebut menewaskan lebih dari 40.200 warga Palestina, yang sebagian besar perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 93 ribu luka-luka, menurut otoritas kesehatan setempat.

Blokade yang terus berlangsung di Gaza menyebabkan kelangkaan akut pada bahan makanan, air bersih dan obat, dan menyebabkan kehancuran pada sebagian besar wilayah tersebut.

Israel menghadapi tudingan melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang memerintahkan penghentian operasi militer di kota selatan Rafah, di mana lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum wilayah itu diserang pada 6 Mei. ANTARA, 25 Agustus 2024

Kapitalisme Perampas Pemikiran Umat

Dunia kini berada di sistem yang menjadi pembunuh bagi umat nabi Muhammad. Sebelum tegaknya hukum Islam, selama itulah negara  muslim di muka bumi ini pekak dan buta. Hilang nurani kemanusiaan tidak peka terhadapat saudara sendiri sesama muslim. Kononnya dibentengi dengan sikap nasionalisme, perdamaian suatu negara itu bukan menjadi urusan  bagi negara lain.
Mereka lupa bahwa di manapun kaum muslimin dan muslimat itu berada maka itu menjadi tanggungjawab kita dunia dan akhirat. Karena kita semua bersaudara ibarat satu tubuh. Satu saja bagian itu menderita sakit maka bagian tubuh yang lain pasti akan merasakan sakit juga.
Abainya  dunia Islam terhadap Gaza sangat mengguris hati. Negara tetangga sekaligus yang terbesar di kawasan jazirah,  Arab Saudi dikabarkan sedang membangun lima belas  stadion megah di tengah-tengah runtuhnya rumah-rumah saudara seiman kita di Palestina. Demi menyongsong  persiapan menjadi tuan rumah Piala Dunia 2034 tanpa sedikit pun peduli dengan tumpah darah dan penderitaan saudara sesama muslim di Gaza.
Mesir tak kalah memejamkan mata, menutup telinganya dari penderitaan, jeritan, tangisan dari anak-anak Gaza. Walaupun berbatasan langsung dengan Gaza, namun mereka enggan membuka pintu perbatasannya, sedikitpun mereka tidak bergeming,  apatah lagi memberikan bantuan logistik. Sedangkan negara-negara Arab lainnya malah menormalisasi hubungan dengan laknatullah zionis, tidak sedikit pun mereka bela kepada Gaza. Dan ada lagi yang nun jauh di sana,  Turki yang dulu banyak masyarakat muslim dunia berharap kepadanya dan nyatanya hanya bisa mengecam dengan berapi-api. Namun smpai sekarang nihil.

Hai ini tak lain tak bukan menunjukkan bahwa sikap abai dunia Islam terhadap Gaza adalah akibat sikap nasionalis kebangsaan yang telah berhasil diterapkan oleh bangsa-bangsa barat. Ikatan akidah sesama muslim tidak bisa menjadi garda terdepan dalam menyikapi krisis kemanusiaan besar-besaran di Gaza. Tapi sebaliknya, ide nasionalisme yang tertanam mengakar dan mendarah daging di negeri-negeri muslim dan menjadi penyakit yang kronis bagi  politik yang menyebabkan negeri-negeri muslim tidak berkutik untuk membela saudaranya di Palestina.

Dan sangat di sayangkan lagi sikap muslim yang ada di negeri kita tercinta. Yang lebih banyak  sibuk dengan berperang argumen sesama muslim, perkara yang tidak pernah selesai dari zaman dahulu kala. Saling menuding antara satu sama lain, sebagian dari mereka merasa pendapatnya yang paling benar, ibadahnya yang paling benar, ada lagi kelompok mereka yang paling sunnah, ada pula yang bersuara hanya kelompok kajiannya saja yang termasuk ke dalam golongan nabi dari 73 kaum, yang lain bukan golongan nabi masuk ke golongan yang 72 golongan yang tergolong ahli neraka. Na’zubillah.

Sebagian dari masyarakat kita hanya memahami ibadah itu adalah hanya sebatas ibadah mahdoh saja. Selain itu bukan urusan kita, ini akibat dari penerapan sistem sekularisme. Masyarakat hanya diberi paham bahwa agama itu hanya mengurus orang mati bukan untuk mengurus orang yang hidup. Dalam masyarakat, politik itu sudah dianggap hal yang hanya berkaitan dengan urusan memilih pemimpin saja, kampanye dan sebagainya yang berbau pemilihan wakil rakyat.

Mereka yang katanya menyebut dirinya yang paling  sunah tidak lebih dari hanya memperbaiki diri sendiri. Urusan individu saja, hanya ibadah pribadi saja yang dilakukan. Kalau diajak bicara masalah politik maka mereka akan menjawab itu urusan pemerintah bukan urusan kita, biarkan saja pemerintah mengurus negara ini. Kita cukup memperbaiki diri sendiri untuk menghadapai kematian. Mereka tidak membuka mata hati, bahwa sunah dari rasul itu bukan hanya prihal hablumminallah saja, tapi juga hablumminannas, dan hablumminafs.

Kalau memiliki pemikiran yang cemerlang tentu malu bersikap jahil. Namun yang terjadi memang sangat mengecewakan kita, sikap yang tidak menunjukkan kemajuan dalam berfikir. Dalam hal ini tidak bisa dipungkiri bahwa semua kekacauan ini akibat dari sistem yang kita anut, yakni sistem dengan mengambil hukum buatan manusia bukan hukum sang pemilik alam semeta.

Seharusnya,  penguasa negeri-negeri muslim bersatu dan berbuat lebih banyak dari sekadar mengecam dan mengutuk keberutalan Israel. Selain pengiriman militer sebagai langkah strategis, langkah lain yang bisa diambil oleh para penguasa muslim adalah memantapkan kebijakan pemboikotan dengan maksimal terhadap produk-produk Israel beserta negara-negara pendukungnya.

Namun, hal itu hanya bualan belaka. Dalam waktu yang singkat sudah menjamur produk-produk laknat Israil dan pendukungnya di negeri kita. Dan yang mengkonsumsi produknya tak kalah menjamur juga dari kalangan muslim itu sendiri. Dan kalau di ajak memboikot, dengan ringan lidah  mereka menjawab,” itu tak masalah hanya produk aja kok.” Ini adalah bukti nyata rusaknya kepemimpinan para penguasa di negeri-negeri muslim.
Selain itu juga, banyak dari kalangan kaum muslimin dan muslimat di lingkungan kita ketika diajak di jalan dakwah demi tegaknya khilafah, dengan tegas mereka menolak. “dakwah itu urusan ulama, khilafah pasti tegak itu janji Allah tak perlu kita sibuk memperjuangkannya, jangan sibuk bicara politik, jangan sibuk mau menjadikan negara kita negara Islam karena negara kita bukan semuanya Islam, kita banyak suku budaya dan agama. Jadi, tidak bisa negara kita dijadikan negara khilafah.  Jangan jadi pemberontak pada pemerintah, Islam memerintahkan kita taat pada pemimpin. Masalah Palestina janji Allah pasti menang, tidak perlu kita sibuk memikirkannya cukup mendoakan mereka, karena mereka seperti itu sudah kehendak Allah, karena mereka memang manusia pilihan dengan iman yang kuat.” Itulah bebelan dan argumen mereka jika dikasi pemahaman tentang bagaimana cara kita bersikap terhadap saudara kita di paletina. Na’uzubillah.

Sistem jahat kapitalisme telah membuat negeri-negeri Islam mati rasa. Tidak pedulinya mereka terhadap Gaza menunjukkan dan menegaskan sikap individualistis, padahal Gaza membutuhkan perkara yang lebih tinggi dari sekadar kepedulian dan hanya sekedar simpati mereka saja. Karena krisis di Gaza bukanlah serangan biasa.


Selagi kita berada dalam pengaruh sekularisme ini, selama itulah pemikiran dan pemahaman masyarakat muslim di muka bumi tidak akan faham akan kewajiban kita terhadap saudara kita di Gaza. 

Islam sebaik-baiknya solusi

Islam sebaik-baiknya solusi untuk masalah Gaza. Ideologi Islam sebagai lawan yang sepadan bagi kapitalisme. Berhubung Israel adalah negara kafir harbi fi’lan (negara kafir yang sedang memerangi umat Islam secara riil), maka lawan yang seimbang adalah negara pengemban ideologi Islam, yakni Khilafah. Meski baru diemban oleh individu dan belum diemban oleh negara. Semoga dalam waktu dekat khilafah akan tegak.

Jika kita berada di sistem Islam maka tidak akan terjadi penjajahan oleh Yahudi di Paletina, khilafah pasti langsung menurunkan bala bantuan untuk membantu saudara kita di sana. Karena saudara kita di Palestina merupakan bagain dari kita. Apa yang mereka rasakan pasti akan kita rasakan juga.

Seperti sabda Rasulullah saw. “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR Bukhari dan Muslim).

Juga dalam hadis, “Hampir saja para umat (yang kafir dan sesat) mengerumuni kalian dari berbagai penjuru, sebagaimana mereka berkumpul menghadapi makanan dalam piring.” Kemudian seseorang bertanya, “Katakanlah wahai Rasulullah, apakah kami pada saat itu sedikit?” Rasulullah berkata, “Bahkan kalian pada saat itu banyak. Akan tetapi, kalian bagai sampah yang dibawa oleh air hujan. Allah akan menghilangkan rasa takut dalam hati musuh kalian dan akan menimpakan dalam hati kalian wahn.” Kemudian seseorang bertanya, “Apa itu wahn?” Rasulullah berkata, “Cinta dunia dan takut mati.” (HR Abu Daud dan Ahmad).

Sesuai penjelasan hadits di atas maka sekarang kita sudah berasa di fase yang baginda Rasulullah prediksikan. Pada saat ini, bisa kita lihat bahwa banyaknya alim ulama, cerdik pandai dari kalangan muslim, negeri-negeri islam yang kaya, kekuatan militer yang tak kalah canggihnya tapi tidak ada yang berani mengambil tindakan. Kalau saja seluruh negeri muslim bersatu dalam melumpuhkan pertahanan Israil laknatullah pasti saudara kita di Gaza tidak terjajah sampai saat ini.

Sejarah mencatat bahwa Sultan Abdul Hamid II selaku khalifah kaum muslim pernah marah besar kepada Theodor Herzl (pencetus Zionisme) yang hendak menyuap beliau demi memperoleh tanah Palestina. Sultan pun berkata, “Aku tidak akan melepaskan walaupun sejengkal tanah ini (Palestina) karena ia bukan milikku. Tanah itu adalah hak umat Islam. Umat Islam telah berjihad demi kepentingan Palestina. Mereka telah menyiraminya dengan darah mereka. Silakan Yahudi menyimpan harta mereka. Jika suatu saat Khilafah Turki Utsmani runtuh, kemungkinan besar mereka akan bisa mengambil Palestina tanpa membayar harganya. Namun, selama aku masih hidup, aku lebih rela menusukkan pedang ke tubuhku sendiri daripada melihat tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Khilafah Islamiah.”

Langkah Sultan Abdul Hamid II ini mencerminkan sosok pemimpin yang tegas menolak kemungkaran yang dilakukan oleh Zionis Yahudi. Demikianlah semestinya sikap pemimpin Islam sejati yang tampil di panggung internasional, sebagai tandingan bagi krisis kepemimpinan di dunia Islam saat ini.

Dalam menghadapi entitas Zionis Yahudi, Khilafah memiliki kebijakan politik luar negeri berupa dakwah dan jihad. Serangan Israel yang telah menumpahkan darah kaum muslim Palestina, khususnya di Gaza saat ini, membuatnya halal untuk diperangi.
Setumpuk perundingan maupun resolusi PBB, tidak terkecuali upaya gencatan senjata, yang selama ini dianggap menyolusi, sungguh tidak akan mampu menghantam kebrutalan dan kebebalan Zionis. Yahudi hanya paham dengan bahasa perang. Ini juga terbukti dalam sejarah bahwa dengan banyaknya Nabi yang membersamai bangsa Yahudi, seharusnya mereka menjadi bangsa yang saleh dan bertakwa. Namun sebaliknya, mereka ingkar, bahkan menjadi kaum yang selalu memusuhi para Nabi.

Allah berfirman, “Dan Kami menyeberangkan Bani Israil (melintasi) laut itu (dengan selamat). Ketika mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala, mereka (Bani Israil) berkata, ‘Wahai Musa! Buatlah untuk kami sebuah Tuhan (berhala) sebagaimana Tuhan-Tuhan mereka.’ (Musa) menjawab, ‘Sesungguhnya, kamu adalah kaum yang bodoh.’” (QS Al-A’raf [7]: 137).

Dalam hal ini maka dapatlah kita pahamkan bahwa, , satu-satunya solusi bagi krisis Gaza dan Palestina adalah dengan tegaknya Khilafah. Dengan politik luar negerinya, Khilafah akan berperan menjadi perisai bagi kaum muslim. Ini sebagaimana tercantum dalam sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu junnah (perisai) yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Muttafaqun ‘alaih).

Hadis ini merupakan salah satu qarinah (indikasi) dalil wajibnya mengangkat khalifah, sekaligus menjelaskan urgensi kedudukan khalifah. Di antara kandungan hadis ini, di dalamnya terdapat penyifatan terhadap khalifah bahwa ia adalah junnah (perisai), yakni wiqayah (pelindung).

Rasulullah saw. menyifati bahwa seorang imam (khalifah) adalah junnah (perisai), dan artinya mengandung pujian atas keberadaan imam (khalifah) dan bermakna adanya tuntutan karena informasinya dari Allah dan Rasul-Nya. Hadis ini mengandung tuntutan dan konsekuensi terhadap tegaknya hukum syariat. Selain itu, pengabaiannya juga mengandung konsekuensi terhadap terabaikannya hukum syariat. Dengan begitu, tuntutan atas keberadaan khalifah tersebut bersifat tegas.

Keberadaan khalifah yang tentunya disertai dengan tegaknya Khilafah harus menjadi kesadaran umum dan opini umum di tengah-tengah umat. Ini karena tegaknya Khilafah tidak bisa instan dalam sekejap mata. Penegakannya membutuhkan keikhlasan, kesungguhan, pengorbanan, dan air mata perjuangan.

Inilah urgensi keberadaan kelompok dakwah yang tegak atas landasan ideologi Islam. Ia berperan mencerdaskan umat dengan ideologi Islam hingga mampu mewujudkan kesadaran umum dan opini umum di tengah-tengah umat terkait dengan penerapan Islam sebagai ideologi negara.
Sesungguhnya kekuatan pemikiran Islam yang bersanding dengan thariqah-nya cukup untuk mendirikan Daulah Islam dan mewujudkan kehidupan yang islami. Jika pemikiran ini telah meresap ke dalam hati, merasuk dalam jiwa, dan menyatu di dalam tubuh kaum muslim, selanjutnya Islam bisa dipraktikkan dalam kehidupan.

Demikianlah yang Rasulullah saw. contohkan saat membina para sahabat, yakni dengan memastikan kekuatan pola pikir (akliah) dan pola sikap (nafsiah) mereka sejak proses pembinaan (tatsqif) di Darul Arqam. Kemudian beliau mengajak penduduk Makkah dan seluruh bangsa Arab pada musim haji sehingga dakwahnya tersebar ke seluruh penjuru jazirah.

Melalui dakwah Rasulullah saw. Membangkitkan dan membakar semangat seluruh masyarakat Arab. Semangat yang membara  itu berubah menjadi gerakan melalui dakwah yang bersifat praktis dalam bentuk politis yang difokuskan pada aktivitas-aktivitas nyata di satu wilayah atau beberapa wilayah yang menjadi cikal bakal aktivitas dakwah. Kemudian dakwah bertolak menuju seluruh bagian dunia Islam lainnya dan setelah itu satu wilayah atau beberapa wilayah dijadikan titik sentral,  di mana tempat yang di dalamnya dapat didirikan Daulah Islam, dan pada saat itu adalah kota Madinah.

Di mulai dari titik sentral itulah terjadi perkembangan dalam pembentukan Daulah Islam yang besar yang akan mengemban risalah Islam ke seluruh dunia seperti yang pernah Rasulullah saw. lakukan, yakni beliau menyampaikan dakwahnya kepada seluruh umat manusia.

Demikianlah urgensi pembentukan partai politik Islam ideologis yang thariqah-nya adalah menegakkan Daulah Khilafah Islamiah. Selanjutnya, Khilafah akan berperan sebagai junnah bagi umat di seluruh dunia sehingga bisa memberikan asa bagi umat akan kejayaan mereka selama berpegang pada syariat Islam. Dari Hudzaifah ra., Rasulullah saw. bersabda, “Selanjutnya akan ada kembali Khilafah yang mengikuti minhaj kenabian.” (HR Ahmad, Abu Dawud, dan al-Bazzar).

Wallahualam.


Share this article via

93 Shares

0 Comment