| 64 Views
Kapitalisme Melahirkan Generasi Sadis

Oleh : Rifdatul Anam
Lagi viral berita tentang seorang remaja 14 tahun yang membunuh ayah dan neneknya di Cilandak, Jakarta Selatan. Tak hanya itu, remaja berinisial MAS ini juga menikam ibunya hingga mengalami luka-luka. Pembunuhan itu terjadi pada Sabtu (30/11/2024) dini hari. Hingga kini belum di ketahui apa sebenarnya motif MAS melakukan hal itu, tuntutan yang diberikan ayahnya untuk belajar bukanlah sebuah beban. MAS mengaku permintaan orang tuanya agar dirinya belajar bukanlah sebuah paksaan bagi dirinya. MAS menerima tuntutan orang tuanya dengan senang hati. (Detiknews, 5-12-2024)
Hal itu merupakan salah satu dari berbagai kejahatan yang dilakukan generasi kita saat ini. Karena kenyataannya, masih banyak lagi kejahatan-kejahatan lain terjadi yang pelakunya juga masih anak-anak. Tentunya, terus berulangnya kasus kejahatan anak dari hari ke hari menjadi pertanyaan bagi kita, mengapa hal ini tak bisa berhenti? Lalu bagaimana nasib bangsa kedepannya yang akan mengalami bonus demografi sedangkan generasi tak memiliki adab dan akhlak?
Sungguh miris, seorang anak yang seharusnya menjadi kebanggaan, malah tega membunuh orangtuanya. Ini menunjukkan sikap kesadisan yang sangat mengerikan. Perilaku ini tak serta merta muncul secara spontan, berbagai faktor tentunya mempengaruhi perilaku generasi sehingga berperilaku tidak manusiawi. Hilangnya hati nurani dan akal sehat menjadikan kepribadiannya tak terbentuk lagi.
Faktor tersebut dapat dipicu oleh salahnya pola asuh dalam keluarga. Penanaman akidah tak lagi menjadi prioritas, hanya prestasi dan keberhasilan nilai akademik yang tinggi menjadi pemuas diri. Orangtua berpikir pemenuhan kebutuhan materi untuk anak adalah yang utama, tanpa memberikan pendidikan dan pemahaman agama. Alhasil, kesibukan ayah dan ibu yang berusaha menyediakan fasilitas, membuat anak kekurangan perhatian dan kasih sayang, sehingga anak mencari kebahagiaannya di luar rumah.
Seorang anak yang tidak tahu pegangan hidupnya, yaitu akidah Islam, akan lebih rentan terjerumus ke dalam kemaksiatan dan kejahatan ketika dia mencari kebahagiaan di luar rumah. Inilah yang menyebabkan tingkat kenakalan yang berujung kriminalitas anak semakin tinggi. Sementara, orangtua telah merasa bertanggung jawab hanya dengan memberikan kebutuhan materi.
Kemudian, lingkungan masyarakat dan sekolah yang tidak lagi mempunyai kepedulian. Telah hilangnya kebiasaan amar ma'ruf nahi mungkar karena penerapan sistem sekuler kapitalisme. Mereka menormalisasi perilaku yang sebenarnya tidak dibenarkan dalam Islam, seperti ikhtilat, tidak menutup aurat, pacaran, hingga perzinahan. Sistem ini telah mencerabut nilai-nilai kebaikan di tengah masyarakat. Sistem pendidikannya tak lagi memberikan pengaruh yang baik pada perilaku generasi.
Kerusakan generasi ini juga karena abainya seorang pemimpin. Negara tak memberi aturan yang tegas tentang konten-konten yang masuk ke sistem informasi. Bebasnya sistem media sosial yang berkeliaran saat ini, semakin membuat anak-anak mudah mengaksesnya, seperti konten pornografi, adegan kekerasan dan lainnya, yang akan menjadi contoh untuk anak-anak berbuat keburukan.
Penegakan sanksi yang tidak menjerakan pelaku kriminal, kejahatan pun akan terus berulang. Apalagi dalam sistem sekuler kapitalisme ini jika pelaku kejahatan masih terbilang dibawah umur atau masih dibawah 18 tahun diberikan sanksi yang ringan, padahal hakikatnya mereka sudah baligh. Sistem yang telah rusak ini jika masih dipertahankan akan semakin membuat kerusakan didalam kehidupan, saatnya mengganti sistem sekuler kapitalisme dengan sistem Islam yang membawa keberkahan dunia dan akhirat karena aturannya lahir dari sang Pencipta.
Dalam sistem Islam, pendidikan anak dimulai dari sejak dini. Karena anak merupakan aset peradaban yang harus dijaga, dibina dan juga diberdayakan dengan sebaik-baiknya. Hal ini dapat dimulai dengan pola asuh yang benar dari keluarga, seperti ibu yang menjadi madrasatul ula (sekolah yang pertama) bagi anaknya dan ayah yang menjadi kepala rumah tangga memenuhi kebutuhan keluarga. Peran orang tua akan berjalan beriringan dengan tak lepas dari mencurahkan perhatian dan kasih sayang. Menanamkan pelajaran agama yang menjadi pedoman hidup, sehingga anak tumbuh menjadi anak yang beriman dan bertakwa serta takut akan dosa.
Kelurga pun tentunya tidak dapat bekerja sendiri. Dibutuhkan dukungan dari lingkungan masyarakat yang aman dan nyaman serta kondusif, yang senantiasa melakukan amar ma'ruf nahi mungkar. Karena sejatinya, masyarakat dalam sistem Islam mempunyai pemikiran, perasaan dan peraturan yang sama. Sistem pendidikan disekolah pun ditetapkan berdasarkan akidah Islam. Kurikulum yang sesuai akan mengantarkan anak pada kepribadian Islam yang akan bermanfaat baik kehidupan.
Negara dengan sistem Islam juga memberlakukan sanksi yang tegas dan menjerakan bagi pelakunya. Sanksinya sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Tidak ada istilah anak dibawah umur ketika sudah memasuki usia baligh. Penetapan hukum bagi anak bukan ditentukan oleh usia, melainkan status anak yang sudah tergolong mukallaf (terbebani hukum) atau belum. Dan anak harus tetap bertanggung jawab atas semua perbuatannya.
Dengan demikian, hanya sistem Islam yang mampu menyelesaikan masalah komplek kehidupan, termasuk menyelesaikan masalah kerusakan generasi. Islam memiliki mekanisme dalam menjauhkan generasi dari kemaksiatan dan tindak kriminal, baik secara individu, keluarga, masyarakat dan negara.
Wallahu'alam bishawab.