| 26 Views
Kapitalisasi Pendidikan Renggut Hak Siswa

Oleh : Neng Saripah S.Ag
Pegiat Literasi
Disebutkan pada laman beritasatu (11/januari/2025) Pasalnya, Dinas Pendidikan Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut) tengah memeriksa wali kelas SD Swasta Abdi Sukma setelah viral-nya video seorang siswa yang dihukum duduk di lantai dikarenakan menunggak pembayaran SPP.
Kasus ini mencuat setelah beredarnya video amatir yang menunjukkan seorang ibu siswa mengamuk di ruang kelas SD Swasta Abdi Sukma. Dalam video tersebut, ibu siswa terlihat menangis sambil memarahi wali kelas yang menghukum anaknya duduk di lantai.
Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar, atau karib dipanggil Cak Imin, pada Kompas.com (11/januari/2025) mengaku prihatin dengan adanya siswa sekolah dasar (SD) yang dihukum duduk di lantai di Kota Medan.
Lebih lanjut, dilansir dari kompas.com (12/januari/2025) Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian menilai tindakan guru sekolah dasar (SD) yang meminta siswanya untuk duduk di lantai dikarenakan menunggak biaya sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) merupakan tindakan yang tidak etis serta melanggar prinsip-prinsip dalam dunia pendidikan. Meskipun sekolah swasta memiliki kebijakan mandiri dalam pengelolaan keuangannya, menurutnya tetap harus ada batasan yang tetap dijaga agar tindakan mereka tidak merenggut hak-hak siswa.
Beginilah fakta yang terjadi ketika dunia pendidikan telah dikapitalisasi, Pendidikan yang seharusnya menjadi hak setiap rakyat. Kini dalam sistem kapitalisme, negara bahkan tidak mampu hadir secara nyata untuk mengurusnya.
Telah nampak di antaranya dari kurangnya sarana dan prasarana pendidikan. Negara bahkan tega menyerahkan pada pihak swasta yang tentu akan berorientasi mencari keuntungan.
Inilah buah dari kapitalisasi pendidikan, pendidikan menjadi lahan bisnis semata.
Kasus dihukumnya siswa seperti yang viral diatas tidak akan pernah terjadi ketika pendidikan bisa diakses secara gratis oleh semua generasi masyarakat.
Sungguh indah Islam dengan segala kesempurnaannya, Islam menetapkan bahwa pendidikan merupakan kewajiban bagi negara, yang mana hal tersebut termasuk ke dalam pelayanan publik yang ditanggung langsung oleh negara. Bahkan Negara sudah seyogyanya menyediakan layanan gratis untuk semua warga negaranya, tanpa terkecuali. baik untuk siswa kaya maupun miskin, baik cerdas atau tidak.
Islam terbukti mampu mewujudkannya, bahkan sejarah mencatat, hal tersebut dilaksanakan selama berabad-abad kebelakang. Semuanya dikarenakan negara memiliki sumber dana yang banyak.
Dan dana untuk pendidikan diambilkan dari pos kepemilikan umum. Maka tepatlah sudah mengapa dalam islam benar benah diatur terkait harta kepemilikan, mana yg termasuk kepemilikan umum dan mana yang boleh dimiliki pribadi/perorangan. Sehingga negara memiliki dana yang mumpuni untuk membiayai semua sarana dan prasarana pendidikan juga menghargai peran para guru yang berkualitas dengan gaji yang fantastis.
Sungguh, Layanan pendidikan ketika sesuai dengan sistem Islam, mampu menjamin sebaik mungkin sehingga tidak mungkin ada kasus siswa dihukum karena keterlambatan soal biaya.
Imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan hadits dari jalur Abu Hurairah ra, bahwa Nabi shalla-Llahu ‘alaihi wa Sallama, bersabda:
إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدْلٌ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ ، وَإِنْ يَأْمُرُ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ [رواه البخاري ومسلم]
“Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” [Hr. Bukhari dan Muslim]
Wallahu alam bishawab.