| 110 Views
Jalan Tol Menuju Seks Bebas Secara Masif pada Kalangan Remaja

Oleh: Fadillah Noviantika
Aktivis Muslimah
Joko Widodo di akhir masa jabatannya sebagai Presiden RI, pada 26 Juli 2024 mengesahkan PP No. 28 Tahun 2024. Melalui frasa yang termaktub dalam pasal 103 Ayat (1) “Adapun penyediaan alat kontrasepsi bagi usia sekolah dan remaja merupakan bagian upaya kesehatan sistem reproduksi sesuai siklus hidup” kemudian pada Ayat (4) salah satu bentuk pelayanan kesehatan sistem reproduksi untuk usia sekolah dan remaja adalah dengan menyediakan alat kontrasepsi.
Pada laman berita TEMPO, Juru bicara KEMENKES RI, Mohammad Syahril, dalam keterangan resmi, Selasa (8/8/2024), menjelaskan edukasi kesehatan reproduksi termasuk juga penggunaan kontrasepsi. Namun penyediaan alat kontrasepsi tidak ditujukan untuk semua remaja, melainkan hanya diperuntukkan bagi remaja yang sudah menikah dengan tujuan menunda kehamilan ketika calon ibu belum siap karena masalah ekonomi atau kesehatan.
Namun, Frasa “Penyediaan Alat Kontrasepsi” dalam satu pekan terakhir menuai polemik dari berbagai kalangan, karena berpotensi menimbulkan miskonsepsi dan multitafsir karena justru dapat dimaknai sebagai bentuk dukungan terhadap perilaku seks bebas di kalangan anak sekolah dan remaja. Pasalnya, tidak ada kejelasan kategori yang boleh mendapatkan pelayanan kontrasepsi hingga dapat dimaknai bahwa penyediaan alat kontrasepsi dapat diberikan kepada mereka yang belum menikah (Dikutip dari catatan AILA Indonesia [Aliansi Cinta Keluarga Indonesia]). Itu semua bisa menjadi jalan tol menuju seks bebas secara massif pada kalangan remaja.
Apalagi, masa remaja merupakan peralihan masa kanak-kanak menjadi dewasa yang melibatkan perubahan berbagai aspek seperti biologis, psikologis, dan sosial-budaya. Secara biologis, saat seorang anak mengalami pubertas dianggap sebagai indikator awal masa remaja. Dan di masa remaja inilah mereka biasanya labil dan mudah sekali terpengaruh dan penasaran dengan dunia yang belum pernah mereka rasakan.
Ditambah pula, BKKBN (2020) mencatat bahwa pada remaja usia 16-17 tahun ada sebanyak 60% yang melakukan seks pranikah, usia 14-15 tahun sebanyak 20%, dan pada usia 19-20 tahun sebanyak 20%. Hal ini semakin memperburuk kemungkinan yang terjadi jika PP 28/2024 tidak ditinjau ulang, karena dari pengesahan tersebut akan dilakukan sosialisasi ke seluruh lini dalam rangka edukasi kebijakan terbaru.
Namun, dalam Islam, Tarbiyatul Jinsiyah’ atau pendidikan seksual berangkat dari hal mendasar serta kompleks seperti pengenalan konsep tubuh berbasis wahyu Ilahi dan tidak sebatas hanya pengenalan alat kelamin atau aktivitas seksual saja. Tarbiyatul jinsiyah mengacu pada pendidikan akhlak dan adab berlandaskan kepada keimanan sesuai hukum syara’ (syari’at), pendidikan awalnya dimulai dalam institusi terkecil sebuah negara yaitu keluarga.
Adapun peran orang tua dalam pokok ajaran tarbiyatul jinsiyah pada buku Tarbiyatul Aulad Fil Islam karya Dr. Abdullah Nashih ‘Ulwan, yakni, mengajarkan anak tentang konsep mahram (orang yang haram untuk dinikahi), mengenalkan anak tentang batasan aurat, mengenalkan anak tentang konsep pergaulan dalam Islam (‘An-Nizham Al-Ijtima’I fi Al-Islam), mengenalkan anak tentang konsep gender, dan mengenalkan anak tentang basic skill ketika sudah menikah.
Maka dengan terpenuhinya seorang anak terhadap pendidikan seksual berbasis wahyu Ilahi di dalam instansi keluarga, juga adanya sokongan dari lingkup lingkungan sekitar dan negara, PP No. 28 Tahun 2024 ini seyogyanya tidak akan disahkan bahkan wacananya pun semestinya juga tidak ada. Karena tanpa adanya kolaborasi antar ketiganya, akan terjadi kemungkinan disfungsi sosial dalam tatanan negara pun sudah jelas bahwa konsep pendidikan seksual atau tarbiyatul jinsiyah ini telah diatur dalam Islam.
Islam mengatur seluruh sendi kehidupan manusia serta memberikan solusi untuk masalah yang ada terutama dalam mendidik anak-anak.