| 32 Views
Islam Solusi Tuntas Masalah Mental Pemuda

Oleh : Vela Arba Juli Ayu
Pemerhati Remaja Andoolo
Belakangan ini kasus kesehatan mental menjadi momok di kalangan masyarakat. Banyak yang berfikir bahwa kesehatan mental itu tidak jauh berbeda dengan kesehatan fisik, ini diakibatkan minimnya pemahaman tentang kesehatan mental di kalangan masyarakat. Masalah kesehatan mental sangatlah kompleks, tidak hanya dipengaruhi faktor mikro (internal), melainkan juga makro (eksternal). Faktor makro meliputi pola asuh yang toxic, disharmoni keluarga, serta dampak ekonomi, budaya, dan media sosial.
Seperti yang dilasir dari (DISWAY.ID), jutaan remaja Indonesia kini menghadapi masalah kesehatan mental yang semakin serius.
Berdasarkan Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey 2024, tercatat bahwa 34,9 persen atau sekitar 15,5 juta remaja mengalami gangguan kesehatan mental. Fenomena ini semakin menjadi perhatian nasional yang mendesak untuk segera ditangani.
Masalah yang kerap menjadi dasar dari gangguan mental yang dihadapi remaja adalah masalah keluarga. Banyak anak yang mengalami gangguan mental dikarenakan keluarga yang kurang harmonis salah satunya adalah pertengkaran antara orang tua, orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya hingga lupa meluangkan waktu untuk anaknya sehingga anaknya merasa kesepian dan membuat anak merasa kurang kasih sayang. Belum lagi pembulian dari teman-teman di sekolah yang membuat anak semkin tidak percaya diri.
Akibatnya banyak kasus yang merujuk pada bunuh diri. Belakangan ini kita seringkali mendengar kasus bunuh diri dan kebanyakkan dari pelaku adalah remaja. Tidak dapat dimungkiri bahwa kesehatan mental sangat penting di kalangan remaja.
Saat ini, kita hidup di bawah ideologi sekuler kapitalisme yang berorientasi materi dan menciptakan gap lebar antara si kaya dan miskin. Budaya hedonisme—dengan flexing dan konsumerismenya—juga menciptakan kebahagiaan palsu. Kondisi ini memberikan banyak tekanan terhadap mental yang kosong secara spiritual akibat prinsip sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupan.
Selain itu, pendidikan yang berorientasi capaian nilai/skill yang an sich, tetapi mengabaikan pembentukan kepribadian Islam, tidak dapat memberikan bekal cukup bagi pemuda untuk menghadapi berbagai masalah hidup. Hilangnya peran orang tua karena sibuk dalam laju kapitalisasi akhirnya menciptakan generasi pemuda stroberi bermental lemah.
Oleh karenanya, sudah seharusnya upaya penuntasan masalah kesehatan mental dimulai dari mencermati sekularisme kapitalisme sebagai akar masalah yang membuat sisi kejiwaan seseorang makin rapuh. Tidak hanya pada subjek pemuda, melainkan semua elemen masyarakat.
Sistem kehidupan seperti apa yang harus diwujudkan agar masyarakat khususnya generasi muda senantiasa berada dalam keadaan prima, baik dari segi fisik, psikologis, ekonomi, sosial, dan spiritual? Tentunya bukan sistem sekuler kapitalisme. Ironisnya, saat ini kaum muslim hidup dalam negara kapitalisme yang memberlakukan prinsip “survival of the fittest”.
Berbeda halnya dengan kekhalifahan pada masa peradaban Islam, negara dan penguasa harus menjalankan tugas sebagai junnah (perisai), yakni pelindung dan pengayom umat.
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya imam (khalifah) itu (laksana) perisai, (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang imam (Khalifah) memerintahkan supaya bertakwa kepada Allah ’Azza wa Jalla dan berlaku adil, maka ia (khalifah) mendapatkan pahala karenanya; dan jika ia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.” (HR Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad).
Khilafah terbukti mampu mencetak generasi berkualitas bermental tangguh dan intelek. Mulai dari era khulafaurasyidin, seperti Ali bin Abi Thalib (sahabat paling cerdas dan bertubuh kuat), Usamah bin Zaid (remaja pemimpin Perang Qadisiyah); hingga era kekhalifahan setelahnya, seperti Imam Syafii (anak yatim yang menjadi ulama besar pada usia yang sangat muda), Imam Abu Hanifah (pemuda yang menghabiskan waktunya dengan banyak membaca), Shalahuddin al-Ayyubi (pembebas Al-Quds), Al-Khawarizmi (penemu angka nol), dan Muhammad al-Fatih (penakluk Konstantinopel).
Inilah hasil atau bukti penerapan sistem Islam yang menjadikan pemuda sebagai pemimpin peradaban bukan pemudah yang gampang rapuh.
Wallahu A'lam