| 107 Views
Ironi Banjir Produk Cina di tengah Tumbangnya Pabrik Tekstil Indonesia

Oleh: Siti Zulaikha, S.Pd
Aktivis Muslimah dan Pegiat Literasi
Banjirnya pakaian impor murah asal China nampak jelas di Pusat Grosir Tanah Abang. Mirisnya, baju-baju anak dan bayi itu juga tidak dilabel SNI atau penanda Standar Nasional Indonesia (SNI). Padahal, pakaian anak dan pakaian bayi termasuk produk yang harus memenuhi SNI alias berlaku SNI Wajib. Satu-satunya label yang menempel di baju-baju tersebut hanya label merek nama dagang China, seperti Yi Yi Ya, CUADN dan Lebeia.
Bukan hanya tak memiliki label SNI, keterangan metode pencucian di baju-baju tersebut pun berbahasa China. Harganya pun terbilang sangat murah, satu potong baju anak hanya dihargai Rp20.000-Rp50.000 saja, tergantung ukuran dan model pakaian.
Namun jika dilihat dari segi motif atau model, baju anak impor asal China mungkin lebih unggul ketimbang produk lokal. Sebab, baju-baju impor asal China itu memiliki motif dan model yang lebih beragam dan menarik. Sekilas mata memandang, konsumen mungkin seakan terhipnotis untuk membelinya. cnbcindonesia.com, 10/8/2024
Persoalan barang impor ilegal dari Cina bukan persoalan baru di negari ini, karena pada faktanya masih banyaknya barang impor yang tidak berlabel SNI. Ini menunjukkan pengawasan negara terhadap produk yang masuk ke negeri ini sangatlah minim tindakan, padahal negara memiliki berbagai perangkat yang mampu memperkuat pemeriksaan di perbatasan terkait barang impor yang diperjualbelikan lintas batas negara.
Negara yang seharusnya memberi sanksi bagi negara pengimpor yang tidak memenuhi syarat impor yang berlaku, namun yang ada negara hanya sibuk menghimbau namun minim tindakan. Pada 2023 lalu misalnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan barang impor yang masuk ke Indonesia dan dijual di e-commerce harus memiliki sertifikat standar nasional Indonesia atau SNI dan harus melewati pemeriksaan.
Himbauan ini sudah berulang kali dilontarkan namun barang impor yang tidak memenuhi standar masih lolos masuk ke pasar dalam negeri. Padahal kondisi tersebut bisa berefek pada tidak diminatinya produk-produk dalam negeri dan berujung pada matinya industri dalam negeri. Jika industri dalam negeri gulung tikar akan ada banyak pekerja yang PHK dan akan ada banyak keluarga yang jatuh ke jurang kemiskinan. Hal ini membuktikan tidak ada perlindungan dari negara terhadap produk dalam negeri.
Atas nama perdagangan bebas, Indonesia membuka keran impor sebesar-besarnya tanpa peraturan ketat dan standar untuk kualitas dan keamanan produk. Alhasil China dengan leluasa memasarkan produk-produk dalam negerinya ke Indonesia yang sangat potensial. Pasalnya jumlah penduduk Indonesia terus tumbuh dengan karakter masyarakat yang konsumtif.
Di sisi lain, hal ini merupakan konsekuensi berlakunya sistem ekonomi kapitalisme di negeriini, yakni peran penguasa sebagai pengayom dan pelindung bagi rakyatnya sangat minim bahkan telah hilang. Alhasil terkait perdagangan, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah hanya sekedar mempertemukan penjual dan pembeli hingga melakukan impor dalam jumlah besar.
Negara mengabaikan upaya memberi dukungan pada produsen dan pedagang yang mampu mengoptimalkan pengadaan produk dalam negeri tanpa harus bergantung pada produk luar negeri. Sebab tanpa menghitung impor produk tekstil ilegal saja, negeri ini sudah di banjiri produk tekstil dari impor legal.
Perdagangan bebas disertai hilangnya perlindungan dari negara setelah nyata menjadi buah penerapan sistem kapitalisme di negeri ini. Berbeda dengan negara yang menerapkan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Dalam sistem Islam yakni Khilafah, fungsi negara sebagai Rain atau pengurus urusan rakyat akan berjalan secara optimal. Negara menerapkan sistem ekonomi Islam termasuk pengaturan dalam industri perdagangan dalam negeri maupun luar negeri.
Dalam buku politik ekonomi Islam karya Abdurrahman Al Maliki dijelaskan bahwa aktivitas perdagangan adalah jual beli. hukum-hukum terkait jual beli adalah hukum-hukum tentang Pemilik harta bukan hukum tentang harta. Status hukum komoditas atau perdagangan bergantung pada pedagangnya, entah ia warga negara Khilafah ataukah negara kufur. Setiap orang yang memiliki kewarganegaraan Khilafah adalah warga negara, baik dia muslim ataupun kafir dzimmi. Pasalnya Khilafah akan memberikan pelayanan dan pengurusan rakyat dengan syarat individu tersebut berstatus sebagai warga negara.
Islam menetapkan bahwa pedagang yang merupakan Warga negara boleh melakukan perdagangan di dalam negeri. Dalam berdagang mereka harus tetap terikat syariat Islam, seperti larangan menjual barang haram, melakukan penimbunan, kecurangan pematokan harga dan lain sebagainya. Adapun pedagang yang merupakan Warga Negara juga boleh melakukan perdagangan luar negeri atau melakukan ekspor impor. Namun jika ada komoditas ekspor impor yang berdampak buruk atau membawa mudharat bagi rakyat maka akan dilarang oleh negara. Untuk memberikan perlindungan terhadap produk dalam negeri, khilafah akan memberlakukan Cukai sepadan negara kafir. Jika negara kafir tersebut menarik Cukai atas barang dagang yang berasal dari Khilafah. Negara melarang komoditas impor yang termasuk barang haram dan membawa mudharat bagi masyarakat.
Negara akan melakukan pengawasan ketat di perbatasan. Pejabat dalam Khilafah adalah pejabat yang amanah sehingga menutup celah masuknya barang impor yang tidak sesuai ketentuan Khilafah. Jika hal tersebut terjadi, negara memberikan sanksi (takzir) bagi pedagang luar negeri dan pejabat yang meloloskan barang tersebut. Sanksi tersebut bersifat tegas dan menjeratkan pelaku.
Untuk memenuhi kebutuhan sandang, Khilafah akan memberikan dukungan industri tekstil berupa pembangunan infrastruktur, kemudahan memperoleh bahan baku dan sebagainya. Sehingga kebutuhan dalam negeri tercukupi dan harganya terjangkau oleh masyarakat. Demikianlah cara Khilafah memberikan pelayanan dan perlindungan pada masyarakatnya demi terwujudnya kesejahteraan yang menyeluruh.
Wallahua'alambissawab