| 34 Views

Indonesia Darurat Korupsi, Butuh Solusi Hakiki

Oleh : Windy Kurniawati
Ibu Rumah Tangga

Indonesia darurat korupsi. Itulah gambaran negeri kita saat ini. Bagaimana tidak, korupsi bagai penyakit yang menjalar di setiap eleman pemerintah. Penguasa hari ini tengah dilanda krisis kejujuran. Pemberantasan korupsi di era demokrasi akankah terealisasi? 

Prabowo Subianto selaku presiden terpilih mengungkapkan kekhawatirannya terhadap tingkat korupsi yang tengah melanda negaranya saat ini. Dilansir melalui Kumparannews.com (14-2-2025,  dalam acara World Government Summit 2025, Prabowo Subianto berkomitmen untuk memberantas korupsi yang telah banyak merugikan negara.

Di hari ke-100 setelah masa pelantikannya sebagai Presiden RI, Prabowo Subianto mendapatkan tantangan yang cukup berat dalam persoalan korupsi. Sebab sejak tahun 2024 Polri telah mengungkapkan adanya lebih dari 1.280 kasus korupsi. Tentu saja ini menjadi PR besar bagi presiden dalam memberantas korupsi yang menjalar mulai dari pendidikan, pengembangan, hingga penelitian.

Ditambah hari ini Indonesia berada di peringkat 5 besar negara terkorup di antara negara ASEAN, dengan 3 kasus korupsi bernilai cukup fantastis menyentuh angka ratusan triliun. Seperti korupsi PT Timah sebesar 300 triliun, penyelewengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia sebesar Rp138 triliun, penyerobotan lahan oleh PT Duta Palma Group senilai Rp78 triliun, dan yang paling terbaru kasus korupsi PT Timah yang merugikan negara hampir Rp1000 triliun.

Potret Buram Korupsi

Korupsi bukanlah budaya bangsa karena di dalam beragama maupun praktik sosial tidak diajarkan untuk melakukan perbuatan atau tindakan koruptif. Namun, pada faktanya korupsi tumbur sumbur di kalangan penguasa dan pejabat saat ini. Salah satu faktor penyebabnya ialah sistem yang digunakan pemerintah hari ini, yaitu kapitalisme-sekularisme.

Pertama, sistem sekularisme atau pemisahan agama dari kehidupan bernegara membuat hukum hari ini tidak berlandaskan oleh akidah, tidak bersandarkan pada halal dan haramnya suatu perbuatan. Sehingga korupsi sudah menjadi hal yang lumrah di kalangan penguasa hari ini.

Kedua, sistem demokrasi telah mendukung para oligarki untuk memodali calon wakil rakyat dan pejabat. Alhasil pemimpin wajib tunduk kepada pemilik modal sehingga pemimpin akan membuat aturan yang menguntungkan para pemilik modal seperti disahkannya UU Cipta Kerja, UU KPK, dan UU minerba.

Ketiga, penerapan sistem demokrasi kapitalisme telah membuka celah terjadinya korupsi dari skala kecil hingga besar. Politik hari ini bersifat materialistis sehingga tidak jarang para politisi berbuat korupsi, ditambah lemahnya moral dan etika para penegak hukum yang tidak mampu memberikan hukuman tegas terhadap para pelaku. 

Memberantas korupsi di era demokrasi hanyalah ilusi sebab akar dari masalah korupsi adalah sistem yang digunakan penegak hukum saat ini masih berbasis pemikiran Barat sehingga hukum pun mudah diperjualbelikan. 

Solusi Islam

Korupsi merupakan suatu perbuatan yang dibenci Allah Swt. sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah ayat 188 yang artinya, "Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui."

Dalam Islam, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam memberantas dan mencegah korupsi: Pertama, sistem yang digunakan harus berideologi Islam. Penerapan syariat Islam secara kaffah tatkala pemimpin menjalankan tugasnya harus sesuai dengan Al-Qur'an dan As-Sunah.

Kedua, pemilihan penguasa negara dan pejabat dalam Islam haruslah bertakwa dan zuhud. Artinya, selain profesional, seorang pejabat harus memiliki ketakwaan sebagai kontrol dalam menangkal perbuatan tercela.

Ketiga, politik dijalankan secara syar'i ketika mengurusi umat harus berdasarkan syariat Islam, bukan kepentingan para oligarki dan tikus berdasi.

Keempat, korupsi dalam pandangan hukum Islam adalah suatu perbuatan khianat karena harta yang dihasilkan dari korupsi itu haram. Olehnya itu, dalam syariat Islam ada sanksi yang dinamakan zawajir dan jawabir (pencegahan dan penebusan dosa), hukumannya bisa berupa cambukan fisik, isolasi, bahkan hukuman mati tergantung pada berat ringannya kejahatan yang dilakukan. 

Jelaslah, pemberantasan korupsi hanya dapat dilakukan dengan penerapan syariat Islam dan mustahil terwujud dalam sistem demokrasi saat ini. Maka diperlukan kesungguhan serta komitmen semua pihak dalam mewujudkan pemerintahan Islam secara kaffah. 
Wallahualam bissawab.


Share this article via

31 Shares

0 Comment