| 186 Views
Harga Pangan Membuat Rakyat Menjerit Menjelang Ramadhan

Oleh : Hany Rofiqoh
Ciparay Kab. Bandung
Bulan ramadhan kaum muslim di seluruh penjuru dunia merasakn kebahagiaan dan antusiasme menyambut kedatangan bulan ramadhan yang penuh berkah. Tetapi ada satu hal yang selalu terulang setiap tahunnya menjelang bulan ramadhan, yaitu naiknya harga kebutuhan pokok.
Dilansir dari badan pusat statistik (BPS) menyatakan bahwa harga komoditas pangan akan mengalami inflasi pada bulan ramadhan mendatang. Hal ini merupakan situasi musiman seperti tahun-tahun sebelumnya. Adapun, beberapa komoditas yang berpotensi naik diantaranya, daging ayam, minyak goreng, beras, gula pasir, dan lain sebagainya. (cnbcindonesia.com,1-3-2024)
Di Banjarmasin contohnya, menurut pantauan harga bahan bahan pokok terkini di aplikasi dedikasi baiman milik pemerintah kota Banjarmasin menunjukan sejumah komoditas di pasar sentral Antasari mengalami kenaikan harga pada senin (4/3/2024). Sebagai contoh, harga beras premium kemasan 5 kilogram naik Rp 2.000,00 menjadi Rp 87.000,00 per zak, bawang merah naik Rp 2.000,00 menjadi Rp 30.000,00 per kg, cabai rawit naik Rp 5.000,00 menjadi Rp 90.000,00 per kg, dan daging ayam naik Rp 8.000,00 menjadi Rp 35.000,00 per kg. Juga banyak lagi kebutuhan pokok yang terasa sangat signifkan kenaikannya.
Seharusnya, negeri yang kaya akan SDA bisa mandiri dalam mengelola pangannya, tidak tergantung dengan impor. Derasnya impor akan mematikan gairah petani untuk produksi, menjadikan negara bergantung pada impor, dan pada gilirannya dapat mengikis ketahanan pangan dan kedaulatan pangan Indonesia.
Jika sudah bergantung pada impor, stabilisasi harga pangan pun tidak menentu. Keterjangkauan harga pangan pun semakin mahal karena yang mengendalikan harga bukan lagi penawaran dan permintaan, melainkan kartel perusahaan besar. Menilik faktor terbesar naiknya harga pangan adalah persoalan politis, patut kiranya kita mengevaluasi konsep ekonomi yang kapitalistik neoliberal yang menjadi eksis tata kelola negeri ini. Sistem inilah yang paling bertanggung jawab terhadap persoalan tingginya harga pangan.
Dengan demikian itu, bagai mimpi di siang bolong berharap agar harga pangan menjadi murah dalam sistem saat ini. Tata kelolanya yang bercorak kapitalistik neoliberal dan penguasanya yang abai terhadap nasib rakyatnya menciptakan penderitaan rakyat.
Kondisi ini tentu akan berbeda ketika sistem Islam diterapkan. Islam mendorong setiap muslim menjalani hari-harinya di bulan ramadhan dengan memperbanyak amal sholih dan beribadah. Namun syari'at ini tentu akan berat jika hanya dilakukan oleh individual saja. Untuk itu islam memerintahkan negara hadir sebagai pelayan (raa’in) agar rakyatnya bisa fokus melakukan amal shalih dan beribadah di bulan ramadhan.
Pelayan itu harus diwujudkan melalui kebijakan negara dengan memudahkan rakyat dalam menjalani ibadah ramadhan, mempersiapkan segala sesuatunya demi meraih Ridha Allah dan nyaman menjalankan ibadah puasa. Sebagai contoh, negara akan mengawasi harga-harga pangan selama ramadhan tetap terjangkau oleh rakyat. Memang tidak bisa dipungkiri jumlah permintaan bahan pangan sangat mungkin akan naik di bulan ramadhan. Peran negara disini memastikan harga bahan pangan mengikuti mekanisme pasar dan menghilangkan distorsi pasar seperti penimbunan, mafia, dan lain sebagainya.
Negara juga memberikan pendidikan terbaik melalui penerapan sistem pendidikan Islam sehingga seseorang memiliki kepribadian Islam yang akan menuntun umat memiliki pemahaman yang benar dalam beribadah ramadhan termasuk salah satunya tidak berperilaku konsumtif. Dengan demikian peran negara ini akan mendorong umatnya bersegera dalam melakukan kebaikan sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya dan memanfaatkan bulan ramadhan sebaik mungkin dengan memperbanyak amalan shalih dan ibadah.
Wallahu a'lam bish shawwab.