| 200 Views
Generasi Rusak Buah Sekularisme Kapitalisme

Oleh : Susi Ummu Humay
Viral di sosial media seorang pedagang ditemukan sudah tewas di sebuah toko perabot kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur. Hasil penyelidikan polisi, ternyata pelakunya adalah dua anak kandungnya sendiri yang berusia 17 tahun dan 16 tahun. Menurut Kapolres Jakarta Timur Kombes Nicolas Ary Lilipaly, mereka menusuk ayahnya sendiri menggunakan sebilah pisau usai kedapatan mencuri.
Mereka sakit hati disebabkan dimarahi ayahnya, karena mereka mencuri uang ayahnya. Sementara itu, aksi seorang remaja saat membubarkan tawuran antarpelajar di wilayah Kalideres, Jakarta Barat berujung petaka. Akibat ulahnya, seorang anak di bawah umur tewas.
Kapolsek Kalideres, Kompol Abdul Jana menjelaskan kronologinya. Awalnya tersangka DMS (18) sedang berada di rumahnya. Kemudian terdengar suara riuh anak-anak pelajar yang diduga hendak tawuran. Mendengar itu, tersangka kemudian keluar dan spontan membubarkan aksi para pelajar.
Tersangka kala itu melihat para pelaku tawuran menggunakan sepeda motor berboncengan bertiga. Salah satunya korban inisial AP (14) duduk di tengah, sedang memvideokan aksi tawuran. Kemudian tersangka menghalangi laju sepeda motor pelaku tawuran dan melayangkan balok ke arah pemotor.
Rupanya pukulan balok tersebut mengenai korban hingga membuatnya terjatuh. Sementara itu, rekan-rekan korban yang lain melarikan diri. Korban sempat menjalani perawatan di RSUD Cengkareng. Namun naas nyawanya tak tertolong. (23/06/2024) Dilansir dari Liputan6.com
Sungguh miris mencermati fenomena di atas, ternyata para pelaku masih berusia remaja. Tidak dapat dimungkiri, buah dari Sistem Sekularisme Kapitalisme telah merusak dan merobohkan pandangan mengenai keluarga. Keluarga pada hakikatnya adalah tempat yang Allah tetapkan bagi anggota keluarga di dalamnya untuk saling berkasih sayang.
Karena di tengah-tengah mereka ada hubungan rahim. Akan tetapi karena kentalnya sekularisme dalam kehidupan ini menyebabkan sakit hati mereka kepada orang tua terlalu kelewat batas hingga membuat gelap mata. Pendidikan sekuler tidak mendidik agar memahami birrul walidain.
Akibatnya lahirlah generasi rusak, sehingga rusak pula hubungan dengan Allah Swt. Dan melahirkan juga manusia-manusia lemah iman yang tidak mampu mengontrol emosinya, bahkan rapuh dan kosong jiwanya. Kapitalisme menjadikan materi sebagai tujuan hidup, sehingga yang tersisa adalah relasi anak-orang tua yang berdasarkan kemanfaatan semata.
Mirisnya, ketika anak-anaknya merasa orang tua tidak berguna, bahkan dianggap menghalangi mereka untuk mencapai puncak hawa nafsu, maka menghabisi orang tua adalah kepuasan tersendiri bagi mereka. Penerapan sistem hidup kapitalisme lagi-lagi terbukti gagal memanusiakan manusia.
Sebaliknya, sistem Islam mendidik generasi menjadi generasi yang memiliki kepribadian Islam serta taat syariat, termasuk berbakti dan hormat pada orang tuanya. Mereka juga memiliki kemampuan yang baik dalam mengendalikan garizah baqa’ (naluri mempertahankan diri) sehingga tidak mudah terjerumus dalam lingkaran emosi dan hawa nafsu.
Islam juga memiliki mekanisme dalam menjauhkan generasi dari kemaksiatan dan tindak kriminal, baik secara individu, keluarga, masyarakat, dan negara, sebagaimana firman Allah Swt dalam ayat, “Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.” (QS An-Nisa [4]: 14).
Juga dalam ayat, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahrim [66]: 6).
Sebagai solusi tuntasnya, Islam mensyariatkan tegaknya negara yang menerapkan aturan Islam kaffah. Sehingga mampu mewujudkan sanksi tegas bagi pelaku tindak kriminal dan pelanggaran aturan Islam, yakni sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus).
Maknanya agar mencegah orang lain untuk melakukan tindak kriminal yang sama dan jika sanksi itu diberlakukan kepada pelanggar hukum, sanksi tersebut dapat menebus dosanya. Hal tersebut hanya dapat diterapkan oleh seorang khalifah dalam sistem Islam yang menerapkan aturan Islam secara kaffah.
Wallahu a'lam bish-shawwab