| 305 Views

Generasi Bebas Penyakit Dengan Pola Pengaturan Islam

Oleh : Vikhabie Yolanda Muslim

Konsultan nefrologi anak dr Eka Laksmi Hidayati, SpA(K) dari RS Cipto Mangunkusumo,  menanggapi viralnya kabar terkait banyak pasien anak yang cuci darah di RSCM. Dokter Eka Laksmi menegaskan bahwa tidak ada terjadi lonjakan kasus pasien anak ke RSCM yang menjalani cuci darah. Beliau mengatakan, saat ini ada sekitar 60 anak yang menjalani terapi pengganti ginjal di RS Cipto Mangunkusumo. Kemudian sekitar 30 di antaranya melakukan terapi dialisis atau cuci darah, sementara sisanya menjalani CAPD atau dialisis mandiri yang datang sebulan sekali ke rumah sakit. Melalui survei yang dilakukan Ikata Dokte Anak Indonesia, ditemukan kondisi hematuria dan proteinuria pada urine anak-anak, yakni adanya darah dan protein dalam air kencing mereka (detikhealth, 25/07/2024).

Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Piprim Basarah Yanuarso juga mengatakan bahwa kondisi ini ialah salah satu indikator awal kerusakan ginjal. Penyebabnya adalah pola makannya, pola makan dan minum anak-anak yang saat ini terbilang kurang baik yaitu suka mengonsumsi makanan atau minuman yang manis-manis (cnbcindonesia, 25/07/2024). 

Tren pola konsumsi saat ini memang meresahkan negeri. Saat ini kita dihadapkan dengan berbagai makanan siap saji, minuman dengan kadar gula tinggi, makanan bergluten tinggi, bahkan makanan yang rasanya sudah dimodifikasi dengan bahan kimia. Hal-hal seperti ini kini sudah menjadi makanan sehari-hari yang dikonsumsi masyarakat termasuk anak-anak. Ditambah lagi kini sebagian besar anak-anak tidak menyukai real food, hingga tidak jarang orang tua akan memberikan makanan kesukaan si anak sekalipun itu tidak bergizi, karena yang menjadi fokus bagi para orang tua saat ini ialah yang penting si anak memiliki nafsu makan dan mau makan.

Pola konsumsi tidak sehat tentu tidak lepas dari pola konsumtif dan permisif dalam mengikuti tren terlebih era digital hari ini. Pola konsumtif menjadi trend karena sistem kehidupan sekularisme-kapitalisme membuat masyarakat tidak mengaitkan pola konsumsinya sesuai pola hidup sehat dan syariat. Akibatnya, para konsumen hanya berpikir bagaimana bisa menikmati dan mengikuti tren makanan tanpa memperhatikan unsur halal dan thayyib.

Hal ini juga tidak terlepas dari peran para produsen makanan yang hanya memikirkan keuntungan tanpa memperhatikan halal dan thayyib. Sementara itu, negara berlepas tangan dari urusan pola konsumsi masyarakat. Alhasil, anak-anak menjadi korban makanan tren tidak sehat.

Pengaturan dalam sistem kapitalisme yang ada hari ini, tentu sangat berbeda dengan pengaturan di dalam sistem Islam. Sistem Islam yang diterapkan oleh negara, mempunyai aturan yang paripurna dalam mengatur konsumsi masyarakat, khususnya untuk anak-anak. Sebagai ideologi, Islam memiliki aturan yang paripurna untuk mengatur kehidupan manusia agar sesuai dengan tujuan penciptaannya, termasuk perihal makanan. Dalam hal ini, Islam tidak membiarkan pola konsumsi tersebut dipenuhi sesuai keinginan manusia. Namun, harus dipenuhi sesuai aturan syariat. Islam telah menetapkan standar bahwa makanan dan apapun yang dikonsumsi harus halal dan thayyib.

Allah berfirman dalam Qur’an Surah Al-Maidah ayat 88 yang artinya, “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” Halal artinya terbebas dari segala bentuk zat yang telah diharamkan dalam Islam, seperti bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disembelih tidak menyebut nama Allah. Juga berdasarkan Quran Surah Al-Maidah ayat 3, yakni binatang yang bertaring dan memiliki cakar tajam, ataupun binatang yang menjijikan.

Sementara itu, thayyib mempunyai makna bagus (al-hasan), sehat (al-mu’afa), dan lezat (al-ladzidz). Artinya, makanan yang kita konsumsi haruslah baik untuk kesehatan manusia, tidak merusak tubuh, kesehatan, akal dan kehidupan manusia. Standar makanan yang harus halal dan thayyib ini bukan hanya sebagai anjuran, namun wajib dijalankan baik itu oleh individu, masyarakat, bahkan negara. Oleh karena itu, agar syariat makanan yakni halal dan thayyib menjadi standar di tengah-tengah masyarakat, negara dibawah sistem Islam akan menetapkan kebijakan sebagai berikut.

Pertama, negara akan mengedukasi masyarakat melalui sistem pendidikan Islam. Di lembaga pendidikan negara, masyarakat akan dididik agar memiliki kepribadian Islam, sehingga pola pikir dan sikapnya sesuai Islam. Dengan begitu, masyarakat juga akan senantiasa mengkaitkan semua aktivitasnya dengan hukum Islam. Sehingga, ketika nantinya mereka menjadi produsen atau konsumen, mereka akan memastikan makanan yang diproduksi ataupun yang dikonsumsi haruslah sudah sesuai syariat. Rasulullah SAW bersabda, “Makanan harus halal dan thayyib, tidak boleh ada zat yang berbahaya di dalamnya” (HR. Ibnu Majah dan Thabrani).

Ketika seorang produsen ataupun konsumen memahami standar makanan yang sesuai syariat, di sinilah upaya preventif bisa dilakukan agar masyarakat termasuk anak-anak terhindar dari pola makan yang salah. Selain itu, dengan pendidikan Islam, masyarakat juga akan diberi pemahaman bahwa tujuan konsumsi ialah untuk membuat badan sehat dan terpenuhi gizinya, sehingga membuat tubuh optimal dalam beraktivitas dan juga ibadah.

Melalui pendidikan Islam pula, negara akan menjaga agar rakyatnya termasuk anak-anak terjaga dari pola konsumsi yang konsumtif dan hanya sekedar mengikuti tren. Pada masa Khalifah Umar Bin Khattab, beliau pernah menegur rakyatnya yang memiliki perut buncit. Beliau pun memerintahkan agar ia membenahi pola makannya.

Yang kedua, negara akan menetapkan undang-undang terkait produksi makanan berdasarkan surah Al-Maidah ayat 88 dan dalil syariah lainnya terkait makanan. Dalam buku Fikih Ekonomi Umar, tergambar jelas bagaimana Khalifah Umar mengatur dan memastikan bahwa rakyatnya terhindar dari produksi dan pola konsumsi yang menyimpang. Pada masa Kekhilafahan Utsmaniyah, negara memberlakukan Qanun Bursa yang mengatur standarisasi toko roti dalam memenuhi hak konsumen.

Lalu yang ketiga, negara akan memberi sanksi kepada siapapun yang melanggar aturan syariat terkait makanan. Melalui beberapa mekanisme ini, negara di bawah sistem kepemimpinan Islam, mampu memastikan masyarakatnya termasuk anak-anak terhindar dari pola konsumsi yang salah. Dengan penjagaan ini pula, maka anak-anak sebagai generasi penerus peradaban bisa terhindar dari penyakit gagal ginjal, diabetes, dan penyakit lainnya akibat pola makan yang salah.


Share this article via

88 Shares

0 Comment