| 89 Views
Gen Z Melek Politik Islam, Demokrasi Hempaskan!

Oleh : Riska Sapitri
Aktivis Muslimah
Menjelang pilkada yaitu 27 November 2024 mendatang, generasi Z menjadi sorotan. Berdasarkan informasi dari kompas Pedia, Populasi Gen-Z di Indonesia mencapai hampir 75 juta jiwa atau 27 persen dari total populasi nasional. Anggota KPU August Mellaz menambahkan bahwa pemilih pada Pemilu 2024 berasal dari Generasi Z dan Milenial (55%). Tentu jumlah ini adalah jumlah yang menjanjikan bagi para partai politik, dan bakal calon terpilih untuk meraup suara dari generasi muda khususnya generasi Z. Berbeda dengan generasi milenial yang cenderung memiliki minat yang tinggi terhadap politik, Gen Z malah sebaliknya, yakni identik dengan buta politik. Dengan begitu, pendekatan kepada Gen Z dianggap harus berbeda dan tepat.
Hujan harapan datang kepada kelompok anak muda yang lahir pada 1997—2012 ini. Pasalnya, mereka adalah generasi produktif pada sepuluh hingga dua puluh lima tahun mendatang. Berdasarkan pengamatan, gen Z memiliki kepedulian yang tinggi terhadap dengan isu-isu sosial, lingkungan, dan keadilan. Mereka cenderung lebih vokal dalam memperjuangkan nilai-nilai ini. Mereka pun lebih terbuka terhadap perbedaan budaya, ras, dan identitas dibandingkan generasi sebelumnya. Karakter ini adalah potensi besar agar mereka menjadi agen of change.
Masyarakat berharap gen z mampu melakukan revolusioner yaitu perubahan yang sistemik. Perubahan yang tidak hanya menggantikan kepemimpinan yang dinilai telah cukup banyak merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, tapi juga mampu mengganti sistem demokrasi yang menjadi penyebab kehancuran dari berbagai aspek kehidupan.
Demokrasi Hempaskan!
Demokrasi tidak layak untuk diperjuangkan sebab kerusakan tatanan kehidupan saat ini justru lahir dari sistem politik demokrasi. Buktinya, sejak awal kemerdekaan hingga hari ini, demokrasi tidak mampu membawa rakyatnya pada kesejahteraan. Sebaliknya persoalan kehidupan umat kian rumit. Harga kebutuhan hidup semakin tinggi, pengangguran, kebodohan, kelaparan, hingga kriminalitas, angkanya terus naik.
Pendidikan rakyat pun bukan menjadi corong kebangkitan melainkan menjadi komoditas yang dapat diperjual belikan. Biaya pendidikan semakin mahal, tidak sepadan dengan penghasilan yang rakyat dapatkan. Adapun, iming-iming pengurangan biaya UKT hanya sebagai jalan untuk menguras tenaga anak muda tanpa bayaran. Lantas apa yang demokrasi perjuangkan? Mengapa rakyat selalu menjadi korban?
Fakta tersebut seharusnya membangkitkan kesadaran gen Z agar tidak terayu dengan mulut manis demokrasi yang menjanjikan kekuasaan di tangan mayoritas rakyat. Oleh karena itu, ketika kerusakan politik demokrasi kian terindra oleh para pemuda, hal itu bukanlah sebuah kemunduran demokrasi melainkan kerusakan demokrasi yang layak untuk dihempaskan. Solusi dalam hal ini pun bukan dengan memperbaiki sistem, melainkan membuang dan menggantinya dengan sistem sahih yang mampu membawa kesejahteraan dan keadilan yang nyata pada umat.
Gen Z sebagai Agen Perubahan
Harapan rakyat Indonesia sangat besar terhadap gen Z. Rakyat berharap gen Z mampu menjadi agen perubahan. Perubahan yang hakiki yang tidak hanya ganti pemimpin melainkan menghempaskan jauh-jauh sistem demokrasi yang menyengsarakan.
Mereka seharusnya mampu membawa perubahan fundamental pada politik Indonesia, yakni perubahan dari politik demokrasi menjadi politik Islam. Kenapa politik islam? Sebab, politik dalam Islam adalah mekanisme pengaturan seluruh urusan umat agar bisa terselesaikan. Kebutuhan umat akan terpenuhi dengan sebaik-baik pengaturan dari penguasa yang menerapkan syariat Islam secara kafah dalam bingkai Khilafah. Untuk itu, politik Islam akan menghadirkan kesejahteraan dan keadilan di tengah umat. Lebih dari itu, politik Islam akan menciptakan suasana iman yang tinggi sehingga ketakwaan menjadi satu-satunya motivasi dalam berpolitik.
Ini sungguh berbeda secara diametral dengan politik demokrasi yang penuh dengan keculasan serta adanya penguasa yang abai terhadap kebutuhan rakyatnya. Dalam hal ini, Gen Z jangan sampai salah ambil. Sistem politik Islam adalah satu-satunya pilihan untuk belajar politik, bukan politik demokrasi.
Adapun kriteria parpol sahih yang harus dipahami pemuda adalah memiliki ideologi sahih (Islam) sekaligus menjadi ikatan yang menghimpun para anggotanya; memiliki konseptual politik yang dipilih untuk menjalankan perubahan (mengadopsi fikrah politik tertentu); memiliki metode langkah perubahan yang relevan dengan problem sistem (metode perubahan yang teruji); memiliki para anggota yang memiliki kesadaran yang benar (bukan sekedar karena ketokohan, kepakaran, jabatan).
Tanggung Jawab negara
Sebenarnya, pihak yang paling bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pendidikan politik pada umat, termasuk Gen Z adalah negara. Tentu saja negara yang dimaksud dalam hal ini bukanlah negara demokrasi. Negara demokrasi nyata-nyata abai terhadap kebutuhan umat. Tegaknya sistem politik demokrasi pun memang bukan untuk kemaslahatan umat, melainkan untuk segelintir elite yang berkuasa. Di alam demokrasi itu sendiri, umat bahkan sengaja dibuat apolitis agar tidak bersuara kritis dan tidak menggangu kepentingan mereka di pemerintahan. Rakyat dalam sistem demokrasi hanya dianggap penting tiap 5 tahun sekali, yakni saat musim pemilu atau pilkada.
Khatimah
Hendaklah Gen Z tidak mudah terbuai apalagi sampai terjebak oleh dusta demokrasi yang telah jelas menjadi akar persoalan runyamnya kehidupan hari ini. Yang harus dilakukan pemuda adalah melakukan perubahan politik di tengah umat dari politik demokrasi menuju politik Islam. Pemuda harus bergabung bersama parpol Islam ideologis yang mencita-citakan perubahan fundamental, yakni dari sistem kufur demokrasi menuju sistem Khilafah agar terwujud kehidupan umat yang adil dan sejahtera.
Wallahualam bissawab.