| 91 Views

Gangguan Mental Gen- Z Lebih Berbahaya Dari Virus Corona, Syariat Islam Adalah Obatnya!

Oleh : Nora Afrilia S. Pd
Pendidik Generasi

Orang yang pesimis selalu melihat kesulitan di setiap kesempatan, tapi orang yang optimis selalu melihat kesempatan dalam setiap kesulitan. Begitulah kutipan kata - kata bijak Ali bin Abi Thalib untuk generasi saat ini.

Mereka seolah mudah terpengaruh oleh keadaan yang seharusnya tidak menjadi beban pikiran mereka.
Misal, terkait Fenomena fear of missing out (FOMO), di mana seseorang merasa tertinggal dari aktivitas sosial orang lain yang dipamerkan di media sosial, sering kali memicu kecemasan dan ketidakpuasan terhadap diri sendiri. Di Indonesia, laporan dari Kementerian Kesehatan mengungkapkan bahwa 6,1% penduduk berusia 15 tahun ke atas mengalami gangguan kesehatan mental, seperti kecemasan dan depresi. Fakta lain menunjukkan bahwa lebih dari 15,5 juta remaja di Indonesia mengalami masalah kesehatan mental, khususnya terkait kecemasan dan depresi.

Maka wajar sangat banyak kasus terjadinya bunuh diri remaja. Salah satu kasusnya baru - baru ini terjadi di Bekasi. Seorang remaja laki-laki melompat dari gedung parkir sepeda motor Metropolitan Mall, Bekasi. Remaja itu mengenakan kemeja lengan panjang dan celana panjang putih tanpa disertai bet di kantong kemeja. ( kompas.co.id/24/10/2023)

Kuat dugaan karena tekanan pikiran yang amat berat membuat remaja ini memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan cara tragis. Tidak berpikir kedepan tentang azab kedepan ketika menemui sang Pencipta. Karena sudah pada tingkat putus asa.

Gangguan kesehatan mental gen Z ini sangat perlu diperhatikan serius oleh pemimpin negeri ini. Karena sikap optimis gen z hari ini sudah menipis bahkan hampir tidak terlihat.

*Virus corona lebih berbahaya dari gangguan kesehatan mental*

Kemunculan corona di tahun 2021 lalu memperparah jumlah penduduk Indonesia. Dalam waktu 2 tahun, jumlah kematian akibat Covid-19 di Indonesia hingga pertengahan Oktober 2021 mencapai 187.905 jiwa.
Kasus bunuh diri remaja dalam kurun waktu 11 tahun terakhir (2012-2023) tercatat ada 2.112 kasus bunuh diri di Indonesia. Sebanyak 985 kasus (atau 46,63 persen) di antaranya dilakukan oleh remaja.

Meski jauh perbandingan angka kematian corona dari pada kasus bunuh diri remaja, namun dari sisi penyebab kematiannya yang paling berbahaya adalah kasus buhuh diri.
Tingginya kematian bunuh diri remaja adalah dikarenakan persoalan kerusakan sistemik di negeri ini. Negeri ini menerapkan sistem sekuler kapitalisme. Sistem buatan kafir barat ini mempengaruhi gaya hidup pemerintah muslim ini. Mereka tidak serius dalam membina generasi muda di negeri ini.

Founder Rumah Guru BK dan Widyaiswara Kemendikbud Ristek RI Ana Susanti memaparkan, faktor-faktor yang bisa menjadi penyebab masalah kesehatan mental pada remaja, yaitu tekanan akademik, pergeseran sosial, pengaruh media sosial dan totalitas harapan yang tinggi dari orang tua atau keluarga. ( lestari.kompas.com/17/12/2023)

Harusnya hasil riset dari ilmuan in, menjadikan pemerintah berkaca terhadap kinerja perbaikan generasi. Apakah sudah benar atau salah dalam memakai tolak ukur pemecahan masalah generasi muda. Alih-alih generasi muda menjadi tonggak perubahan dan harapan negeri. Namun, generasi terutama gen- z saat ini di rusak secara sengaja oleh sistem kehidupan saat ini.

Sistem demokrasi sekuler memfokuskan cuan, sehingga melegalkan berbagai macam akses teknologi yang masuk tanpa berpikir penanganan ke depannya terhadap mental gen z. Meskipun masalah kesehatan mental semakin banyak dibahas, stigma sosial di Indonesia masih menjadi penghalang bagi generasi muda untuk mencari bantuan. Banyak remaja yang merasa malu atau takut dianggap lemah jika mengakui bahwa mereka sedang mengalami masalah mental. Padahal, berdasarkan data dari WHO, tingkat bunuh diri di Indonesia adalah 3,4 kasus per 100.000 penduduk, dan banyak di antaranya melibatkan remaja yang mengalami gangguan mental yang tidak tertangani.

*Islam pengobat mental hakiki*

Syariat jika dipelajari separuh-separuh, maka akan memberikan hasil yang maksimal. Terutama dalam pembentukan kepribadian remaja. Remaja bukanlah generasi yang hanya cukup diberi perhatian materi. Meskipun materi juga mutlak harus dipenuhi.
Kecanggihan teknologi hari ini, sulit untuk dihindari. Namun, dengan pengaturan yang benar oleh beberapa pihak, akan memberikan pengaruh yang baik bagi remaja dalam berinteraksi dengan teknologi.

Misalnya, pemimpin negeri ini memudahkan akses digitalisasi yang positif. Tidak mengizinkan program-program berbau merusak masuk ke dalam negeri. Seperti program seksualitas, judi online, dll masuk ke digitalisasi dalam negeri.  Pendirian sekolah Islam dengan basis aqidah adalah salah satu solusi. Memaksimalkan peluang kerja di dalam negeri juga sebuah solusi untuk permasalahan mental gen-z.

Sektor masyarakat dan sekolah berusaha memahamkan generasi terhadap pentingnya menjadi generasi mulia berkepribadian Islam seperti dizaman nabi Muhammad SAW. Dengan memfokuskan teknologi bukan hanya sekedar ajang eksistensi diri karena hanya ingin mengejar keviralan semata. Jadi untuk urusan depresi, kecemasan dan berlebihan dengan apa yang ada pada diri orang lain, tidak menjadi penyakit bagi generasi. Karena fokus hanya untuk beramal mendapatkan ridho Allah semata.

Sektor keluarga berusaha memahamkan aqidah ke gen-z dan memaksimalkan mereka untuk mendapatkan lingkungan belajar dan bermain yang circlenya adalah orang-orang shalih.

Semua sektor tersebut senantiasa harus terhubung satu dan lainnya dalam sistem hidup syariat islam, agar output generasi yang mampu membawa nama baik Islam dapat teraktualisasi.
Wallahua'alam bis showab.


Share this article via

87 Shares

0 Comment