| 18 Views

Efisiensi Anggaran Berujung Petaka: Ribuan Siswa Kehilangan Makan Siang

Oleh : Ratih Wahyudianti

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, yang baru berjalan sekitar sebulan, mendadak dihentikan. Keputusan ini membuat ribuan siswa, khususnya di SDN Pandian I, kehilangan akses terhadap makanan bergizi gratis yang sebelumnya telah mereka nikmati. (kompas.tv, 18/02/25).

Meskipun program ini berjalan lancar tanpa kendala, pihak sekolah tidak diberikan penjelasan yang jelas mengenai alasan penghentian, membuat para siswa dan guru merasa kecewa dan khawatir. Penghentian program ini tentu saja berdampak langsung pada kesejahteraan siswa, terutama bagi mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu.

Efek Samping Efisiensi Anggaran terhadap Rakyat

Efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah sering kali berdampak langsung pada alokasi dana yang sebenarnya sangat dibutuhkan untuk kesejahteraan rakyat. Adanya pemotongan anggaran ini tidak jarang berujung pada berkurangnya layanan sosial yang vital, seperti jaminan kesehatan, bantuan pangan, serta dukungan bagi masyarakat miskin dan rentan. 

Keberadaan efisiensi anggaran ini dilakukan untuk menutup kebutuhan pendanaan beberapa program, khususnya MBG (Makan Bergizi Gratis). Namun, realitasnya, program MBG sendiri menghadapi banyak masalah dalam implementasinya, mulai dari keterlambatan distribusi, ketidakseimbangan alokasi, hingga dugaan penyimpangan dalam pengelolaan anggarannya.

Alih-alih menyejahterakan, nyatanya efisiensi anggaran memberikan potensi masalah baru pada sektor yang lainnya, salah satunya sektor pendidikan. Sektor pendidikan tinggi dan riset juga menjadi sasaran efisiensi dengan berkurangnya pendanaan untuk universitas, beasiswa, serta penelitian yang seharusnya menjadi pilar kemajuan bangsa.

Hal ini berpotensi membuat negara semakin tertinggal dalam persaingan global karena pengembangan IPTEK sangat bergantung pada investasi dalam penelitian. Padahal, pendidikan dan riset merupakan investasi jangka panjang yang dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mendorong kemajuan ekonomi.

Jika efisiensi anggaran terus dilakukan tanpa strategi yang tepat dan tidak dibarengi dengan pengelolaan yang transparan serta perencanaan yang matang maka hanya akan menjadi solusi semu yang tidak dapat terselesaikan dengan tuntas.

Akibatnya, bukan hanya MBG yang tidak berjalan optimal, tetapi efeknya merugikan masyarakat hingga menghambat pembangunan berkelanjutan dan mengurangi daya saing bangsa di masa depan. 

Salah Target dalam Pemangkasan Anggaran

Efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah, tampaknya tanpa perencanaan dan pemikiran yang matang, karena pada kenyataannya masih ada banyak pos anggaran lain yang seharusnya dapat dipangkas tetapi justru tetap dipertahankan. 

Salah satu contohnya adalah anggaran Kementerian Pertahanan untuk pengadaan alutsista, yang jumlahnya tetap besar meskipun ada sektor lain yang lebih mendesak untuk dibiayai, seperti pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial. 

Hal ini semakin menunjukkan bahwa kebijakan efisiensi anggaran tidak benar-benar ditujukan untuk kepentingan rakyat, melainkan lebih berpihak pada kelompok tertentu yang memiliki kekuatan politik dan ekonomi. 

Dengan semakin menguatnya pengaruh kelompok elite dan korporasi dalam pengambilan kebijakan, negara justru bergerak menuju korporatokrasi, di mana keputusan-keputusan ekonomi dan politik lebih menguntungkan segelintir pihak dibandingkan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat luas.

Jika pola seperti ini terus berlanjut, maka rakyatlah yang akan terus menjadi korban dari kebijakan yang tidak berpihak pada mereka, sementara segelintir kelompok yang memiliki kepentingan politik dan ekonomi semakin diuntungkan.

Pentingnya Pemimpin Tepat dalam Islam

 كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Artinya, Setiap dari kalian adalah pemimpin dan tiap tiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban. (HR. Imam Bukhari)

Dalam Islam, penguasa adalah raa’in (pemimpin) yang tugas utamanya adalah mengurus dan melayani rakyat dengan penuh tanggung jawab. Tanggung jawab utama seorang pemimpin dalam Islam adalah mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat serta memenuhi kebutuhan pokok mereka, seperti pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan.

Prinsip kedaulatan di tangan syara' menjadikan penguasa dalam Islam tidak memiliki kebebasan mutlak untuk membuat hukum berdasarkan kepentingan pribadi, kelompok, atau tekanan dari pihak lain. Dalil kedaulatan di tangan Syara' adalah

اِنِ الْحُكْمُ اِلَّا لِلّٰهِۗ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفٰصِلِيْنَ ۝

Artinya, "Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan kebenaran dan Dia pemberi keputusan yang terbaik." (QS. Al-An'am: 57)

Sebaliknya, setiap kebijakan yang diambil harus selalu berlandaskan syariat yang berasal dari Al-Qur'an dan As-Sunah.Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkankebenaran dan Dia pemberi keputusan yang terbaik.

Dengan prinsip ini, penguasa wajib tunduk sepenuhnya kepada hukum Islam dan tidak boleh berpihak kepada kelompok tertentu yang ingin mendapatkan keuntungan, baik dari kalangan elite politik, pemilik modal, maupun kekuatan asing. Hal ini mencegah lahirnya kebijakan yang merugikan rakyat atau memberikan keuntungan bagi segelintir orang dengan mengorbankan kesejahteraan masyarakat luas.

Fungsi Pos Anggaran dalam Islam

Dalam Islam, sumber anggaran negara sangat beragam dan tidak bertumpu pada utang maupun pajak. Pendapatan negara dalam Islam berasal dari berbagai sumber, seperti kharaj (pajak tanah), jizyah (pajak bagi non-Muslim yang tinggal di negara Islam), ghanimah (harta rampasan perang), fa’i (harta yang diperoleh tanpa peperangan), zakat yang khusus digunakan untuk delapan golongan, serta pengelolaan sumber daya alam yang menjadi milik umum dan dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat.

Dengan sumber pemasukan yang jelas dan halal, negara dalam sistem Islam dapat mengalokasikan anggaran dengan penuh tanggung jawab dan perencanaan yang matang, memastikan bahwa setiap kebutuhan rakyat terpenuhi secara adil dan merata.   Hal ini sejalan dengan prinsip bahwa jabatan dalam Islam adalah amanah, bukan alat untuk memperkaya diri atau melayani kepentingan segelintir elite.

Seorang pemimpin bertanggung jawab penuh atas pengelolaan anggaran negara, bukan hanya di hadapan rakyat, tetapi juga di hadapan Allah. Oleh karena itu, dalam sistem Islam, tidak ada ruang bagi kebocoran anggaran, korupsi, atau pengalokasian dana yang tidak sesuai dengan kepentingan rakyat, karena setiap kebijakan harus berdasarkan syariat yang bertujuan menciptakan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat.


Share this article via

20 Shares

0 Comment