| 83 Views
Dunia Pendidikan Makin Tak Baik-baik Saja!

Oleh : Ummu Zhafran
Pegiat literasi
Lagi dan lagi, wajah dunia pendidikan tercoreng. Peristiwa di Lebak Bulus berhasil menutup bulan November dengan banjir air mata. Terutama bagi keluarga besar bocah pelaku pembunuhan terhadap ayah dan neneknya. Seperti diberitakan, seorang remaja laki-laki usia 14 tahun di tengah malam buta melakukan penikaman berkali-kali terhadap kedua orang tua dan nenek kandungnya. Akibatnya ayah dan nenek wafat di tempat, sedang ibu terbaring dalam kondisi kritis di Rumah Sakit. (tribunnews.com, 30-11-2024).
Belum lama pula, seorang remaja melompat bunuh diri dari gedung parkir sepeda motor dan diduga korban masih duduk di bangku SMP. (Kompas, 23-10-2024).
Meski belum diketahui alasan sesungguhnya di balik dua kasus tersebut, namun yang pasti perkara ini mengundang keprihatinan yang mendalam. Baik sebagai pendidik, orang tua dan seharusnya juga negara, mengingat setiap anak idealnya dipandang sebagai aset bagi masa depan bangsa.
Sekularisme, Biang Kerok!
Tak bisa dibantah wajah pendidikan menunjukkan jati diri suatu bangsa. Karena dengan pendidikan diharapkan terbentuk generasi yang cerdas dan memiliki kepribadian tangguh serta siap mengambil peran dalam memajukan peradaban. Tetapi jika realitas yang terjadi bertubi tak sesuai harapan, maka diperlukan evaluasi dan tentunya solusi.
Apa gerangan akar masalahnya? Masalah kesehatan mental disebut-sebut masih jadi PR besar. Seperti yang diungkap Founder Rumah Guru BK dan Widyaiswara Kemendikbud Ristek. Menurutnya, di antara faktor yang bisa memicu masalah mental pada remaja adalah tekanan akademik, pergeseran sosial, pengaruh media sosial, dan totalitas harapan yang tinggi dari orang tua atau keluarga. (Kompas.com, 7-12-2023). Pada dua kasus di awal, apakah tekanan akademik pemicunya? Tentu masih menunggu hasil pendalaman lebih jauh yang dilakukan oleh pihak berwenang.
Tetapi satu hal yang pasti, fenomena buramnya pendidikan nasional saat ini, menunjukkan sistem pendidikan kehilangan esensinya. Di satu sisi guru mulai kehilangan wibawa. Sementara di pihak orang tua tak sedikit yang menuntut anak sempurna dengan menjejalkan berbagai jenis les berikut tugas yang harus diselesaikan di rumah. Akibatnya, makin banyak pelajar kehilangan jati diri, hidup dalam halusinasi bahkan berakhir gagal memahami tujuan hidup yang hakiki.
Semua problem di atas tak bisa dipungkiri bermuara pada sistem pendidikan sekuler yang diterapkan selama ini, yang mengabaikan pentingnya keimanan dan ketakwaan. Pendidikan karakter yang digadang dapat membentuk generasi berkualitas justru mengabaikan asas pembentukan karakter yaitu agama (baca: Islam).
Padahal telah nyata betapa sekularisme justru hanya menuai kegagalan demi kegagalan dalam membidani lahirnya para remaja yang cerdas, produktif dan inovatif dengan tetap berpegang teguh pada adab dan akhlak yang mulia. Bagaimana tidak, sekularisme hanya memandang prestasi dengan ukuran duniawi minus dimensi akhirat yang berujung surga atau neraka.
Islam Solusi
Terlebih, sudah seharusnya negeri dengan mayoritas muslim ini mengadopsi sistem pendidikan Islam yang merupakan bagian dari Islam yang kafah. Tinta sejarah telah mencatat sejak Islam diterapkan di Madinah pada masa Rasulullah saw. hingga tak kurang 13 abad lamanya. Bahwa peradaban Islam mampu sampai pada level tertinggi yang tak bisa disaingi oleh peradaban lainnya di dunia. Keunggulan sistem pendidikan Islam adalah fakta sejarah yang mendapat pengakuan dari banyak pihak. Tak terkecuali oleh sosok nomor satu di negeri ini sekarang. Baru-baru ini Presiden mengaku terkesan dengan kehebatan Kekhilafahan Utsmaniyah yang berjaya hingga 700 tahun serta toleran terhadap multietnis. Hingga mengutip apa yang diajarkan di Akademi Gubernur Utsmaniy di masa itu, tiada negara yang kuat tanpa tentara yang kuat dan tiada tentara yang kuat tanpa kesejahteraan dan kemakmuran rakyat di dalamnya.(tvonenews.com, 6-12-2024)
Tampak sepanjang peradaban Islam, negara melalui kepala negaranya yaitu Khalifah menaruh perhatian sungguh-sungguh terkait masalah pendidikan ini. Dengan bersandar pada akidah, negara menyediakan akses pendidikan sebagai Ayah dan Ibu, sebagai anak juga sebagai bagian dari anggota masyarakat secara keseluruhan. Tak hanya dalam bentuk materi belajar namun juga terkait segala hal yang menunjang pendidikan berkualitas hingga terbentuk generasi yang memiliki cara berpikir dan bersikap sesuai tuntunan syariat.
Seorang pelajar yang terikat dengan syariat Allah Swt. niscaya terjaga iman dan takwanya. Dengan dua modal dasar tersebut, walau seberat apa pun tekanan hidup yang dirasakan, ia akan selalu menyadari batasan syariat terkait larangan membunuh diri maupun menghabisi nyawa selainnya. Sebab kedua perbuatan tersebut haram hukumnya, wajib ditinggalkan.
“Janganlah kalian melakukan tindakan bunuh diri. Sungguh Allah itu Maha Penyayang kepada kalian.” (QS An-Nisa: 29).
Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda,
“Hilangnya dunia lebih ringan bagi Allah dibanding terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.”(HR. Nasai)
Demikianlah, sistem pendidikan Islam mengatasi masalah pendidikan dulu, kini hingga nanti. Hanya saja sistem pendidikan Islam tak berdiri sendiri. Terwujudnya generasi unggul dapat diraih jika dan hanya jika menerapkan syariat Islam secara kafah, sebagaimana yang telah diperintahkan Allah. Untuk itu, mari terus berjuang, jangan pernah menyerah.
Wallahua’lam.