| 261 Views

Derita Perempuan dalam Sistem Kapitalisme, Jual Bayi demi Bertahan Hidup

Oleh : Ummu Saibah
Sahabat Cendikia Pos

Kasus perdagangan bayi bukan hal yang asing lagi, kemiskinan yang mengakar sebagai dampak buruknya perekonomian rakyat adalah salah satu penyebab banyak terjadi kasus ibu menjual bayinya. Padahal nominal yang didapat tidak besar bahkan tidak sebanding dengan kesedihan dan penyesalan yang akan dirasakan sepanjang hidup seorang ibu.

Tapi begitulah kehidupan dibawah naungan sistem kapitalisme, keadaan perekonomian yang buruk, kehidupan yang sulit karena kemiskinan akhirnya mencerabut naluri keibuan, membuat seorang ibu tega menjual bayinya. Hal itu mereka lakukan untuk bertahan hidup.

Seperti yang dialami oleh SS (27 tahun), perempuan muda itu rela menjual bayinya seharga Rp 20 juta, karena himpitan ekonomi. Perdagangan bayi yang terjadi di kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara ini melibatkan empat orang perempuan, selain SS ada juga MT (55 tahun), YU (55 tahun) dan NJ (40 tahun). Masing-masing berperan sebagai perantara dan pengadopsi bayi. Keempatnya dijerat dengan UU no 35 th 2014 tentang perubahan atas UU no 23 dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.(Tempo.co 16/8/2024).

Sistem Kapitalisme Mencerabut Naluri Keibuan

Sewajarnya seorang ibu bersikap lemah lembut dan penuh kasih sayang kepada siapa saja, apalagi kepada anak-anaknya, mereka lebih mengedepankan perasaan dan empati dari pada rasionalitas saat  beraktivitas. Tetapi sungguh miris apa yang terjadi dewasa ini, banyaknya kasus penjualan bayi oleh ibu kandung menunjukkan bahwa para ibu tidak baik-baik saja. Mereka mengalami degradasi moral. Hal ini menjelaskan bagaimana seorang ibu bisa menjual bayi kandungnya, dimana ikatan kasih sayang yang telah dibangun bersama sang bayi selama 9 bulan masa kandungan? Bagaimana bisa kasih sayang itu menguap begitu saja.

Hal ini tentu terjadi bukan tanpa sebab, banyak kasus penjualan bayi dilatarbelakangi oleh himpitan ekonomi. Keadaan perekonomian yang buruk, suami yang tidak mampu memberikan nafkah karena tidak bekerja dan banyaknya anak yang menjadi tanggungan sering menjadi alasan kenapa seorang ibu tega menjual bayinya.Sungguh klise, dengan menjual bayi, mereka mendapatkan uang untuk melanjutkan kehidupan anggota keluarga yang lain. Memang ada beberapa alasan lain yang sering diungkapkan seperti takut tidak bisa memberi makan, sampai berharap si bayi mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Walaupun begitu menjual bayi sendiri adalah sesuatu tindakan yang diluar nalar seorang ibu.

Semua fakta ini menunjukkan bahwa kehidupan dibawah naungan sistem kapitalisme menyebabkan individu bertindak tanpa kendali,  lemahnya peran masyarakat sebagai supporting sistem memungkinkan hal itu terjadi. Masyarakat tidak menjalankan fungsinya dengan baik sebagai pengontrol, setiap individu yang seharusnya saling mengingatkan dan saling membantu satu sama lain layaknya anggota masyarakat, kini kehilangan perannya, kemiskinan yang merata dan paham individulisme yang berkembang membuat individu hanya memikirkan dirinya sendiri, tidak perduli dengan lingkungan sekitarnya.

Selain itu fungsi negara sebagai pengurus urusan rakyat yang bertanggung jawab atas kesejahteraan seluruh rakyat tidak berjalan seperti semestinya. Negara tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup sehingga rakyat mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan, karena para suami tidak memiliki pendapatan untuk membiayai kehidupan, banyak para istri yang seharusnya berperan sebagai ibu bertambah bebannya sebagai pencari nafkah.

Hal ini erat hubungannya dengan sistem ekonomi yang diterapkan saat ini yaitu ekonomi kapitalis, dimana perekonomian tidak dikuasai oleh negara melainkan dikuasai dan dikendalikan oleh para kapital, tidak heran bila kebijakan yang diambil oleh negara lebih banyak menguntungkan para kapitalis. Harta pun hanya berputar diantara mereka saja, sehingga rakyat tidak mendapatkan apa-apa kecuali kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup, yang akhirnya membebani para ibu, mereka dibuat stress dan frustasi, karena dibayangi oleh ketakutan akan kelaparan, kematian dan kondisi buruk lainnya, tekanan psikis dan kelelahan fisik pun akhirnya mengikis naluri keibuannya.

Banyaknya kasus penjualan bayi oleh ibu kandungnya juga menunjukkan betapa buruknya sistem pendidikan ala kapitalisme. Prinsip pengajaran yang menjauhkan agama dari kehidupan, membuat minimnya pengajaran keagamaan dilingkungan pendidikan formal sehingga melahirkan individu yang jauh dari agama, tidak beriman dan tidak bertaqwa, tidak memahami tentang konsep rizki dan hanya mementingkan nilai materi saja. Apapun akan mereka lakukan untuk menghasilkan uang walaupun dengan menjual anak sendiri.

Islam Melindungi Naluri Seorang Ibu

Islam menetapkan peran negara sebagai raa'in, yaitu sebagai pengurus urusan rakyat. Rasulullah Saw bersabda:
"Imam adalah raa’in (gembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari)
Hadist ini mendasari kewajiban negara untuk mensejahterakan rakyat, yaitu dengan mengurus semua urusan rakyat baik dalam hal pemenuhan kebutuhan pokok, pengelolaan dan distribusi harta milik umum, maupun memberikan perlindungan kepada rakyat terkait akidah maupun keselamatan fisik.

Penerapan sistem islam secara kaffah mampu mewujudkan hal ini, karena Islam memiliki sistem ekonomi yang mensejahterakan rakyat melalui berbagai mekanisme. Salah satu mekanismenya adalah kewajiban negara untuk menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi rakyat.

Sistem penerapan Islam akan mengembalikan wewenang negara sebagai pengelola harta milik umum seperti halnya Sumber Daya Alam (SDA) yang sekarang ini banyak dikelola oleh asing. Dan negara bertanggung jawab pula atas pendistribusian kemanfaatannya seperti dengan melakukan pembangunan infrastruktur fasilitas umum dan menyediakan pelayanan-pelayanan bagi rakyat yang bersifat gratis, hal ini akan mendorong terbukanya lapangan pekerjaan, baik dalam sektor industri pertambangan, alat berat maupun sektor jasa, selain itu negara juga akan mendorong pengembangan ekonomi riil dalam berbagai bidang seperti pertanian, perkebunan, perdagangan maupun jasa dengan memberikan pinjaman modal dan menyediakan alat-alat penunjangnya.

Negara memiliki kewajiban untuk memastikan setiap kepala keluarga memiliki pekerjaan sehingga mampu menafkahi keluarganya dan negara juga siap menanggung pemenuhan kebutuhan bagi rakyat yang tidak memiliki kepala keluarga atau sudah tidak memiliki wali dalam urusan nafkah. Dengan demikian ibu tidak lagi terbebani dengan aktivitas mencari nafkah.

Sistem islam juga memiliki kurikulum pendidikan yang berlandaskan akidah Islam yang siap mencetak individu berkepribadian islami, yaitu dengan memprioritaskan penanaman dan penguatan akidah. sehingga kepribadian islami yang kental dengan keimanan dan ketaqwaan akan mendorong setiap muslim untuk memahami tujuan hidupnya, yaitu taat dan patuh kepada perintah Allah Swt, salah satunya dengan menjalankan amanah yang diberikan padanya, maka ketika mereka menjadi orang tua tidak akan menyia-nyiakan anak yang merupakan amanah dari Allah Swt. Melalui pendidikan Islam juga mereka akan memahami konsep rizki yang benar sehingga tidak akan termakan oleh bisikan setan yaitu berupa hembusan-hembusan kekhawatiran yang belum terjadi, seperti halnya yang sering dialami para ibu dewasa ini.

Begitu penerapan sistem Islam kaffah akan mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat dan juga melindungi naluri seorang ibu yang penuh kasih sayang kepada anak-anaknya. Sehingga kita tidak boleh menunda lagi penerapan sistem islam secara kaffah.

Waallahu a'lam bishowab.


Share this article via

101 Shares

0 Comment