| 10 Views
Daya Beli Masyarakat Turun, Paylater Menjamur

Oleh : Ummu Alvin
Aktivis muslimah
Kondisi perekonomian di Indonesia sedang tidak baik-baik saja, menurunnya daya beli masyarakat bukan dikarenakan masyarakat ingin menghemat ataupun menabung, akan tetapi semata-mata karena memang pendapatan mereka juga menurun, namun yang membuat miris kondisi ini malah menjadikan masyarakat tanpa ragu memenuhi kebutuhannya dengan terlibat ke dalam pinjaman yang berbasis riba.
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), baki debit kredit produk buy now pay later (BNPL) perbankan telah mencapai Rp 21,98 triliun per Februari 2025.Tidak hanya BNPL, kredit perbankan secara keseluruhan juga mencatat pertumbuhan positif. Total kredit yang disalurkan mencapai Rp 7.825 triliun atau naik 10,30 persen dibandingkan Februari tahun lalu. Kredit investasi menjadi motor penggerak utama dengan pertumbuhan 14,62 persen, disusul kredit konsumsi yang naik 10,31 persen, dan kredit modal kerja yang tumbuh 7,66 persen.Ditinjau dari kepemilikan bank BUMN menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit yaitu sebesar 10,93 yoy, berdasarkan kategori debitur kredit korporasi tumbuh sebesar 15, 69 persen sementara kredit UMKM tumbuh 2,51 persen.
Himpitan ekonomi membuat masyarakat memutar otak dalam mencukupi kebutuhan hidupnya, tidak sedikit yang berhutang dengan memanfaatkan paylater, apalagi saat ini bisa dilakukan secara online sehingga dianggap sangat memudahkan, di sisi lain penerapan sistem kapitalisme mengakibatkan besarnya arus budaya konsumerisme dan menjadikan materi sebagai tolak ukur kebahagiaan.
Paylater yang marak saat ini berbasis ribawi, yang jelas haram dalam pandangan Islam, alih-alih menyolusi paylater justru berpotensi menambah beban masalah di masyarakat, bagaimana tidak di tengah sulitnya lapangan pekerjaan, maraknya PHK, naiknya harga-harga kebutuhan ini malah ditambah lagi dengan hutang yang meningkat drastis, bukannya mendapat solusi justru malah menambah dosa yang akan menjauhkan hidup dari keberkahan Allah subhanahu wa ta'ala.
Paylater semakin menjamur saat ini karena keberadaannya sebagai pinjaman online sangat dimudahkan, dengan sekali sentuh saja di ponsel pintar, maka transaksi langsung terjadi, tidak hanya belanja online, meminjam uang juga online, sistem kapitalisme menjadikan masyarakat hidup dengan boros, standar hidupnya materialistis, besar pasak daripada tiang, memenuhi kebutuhan dengan demi gaya hidup apapun rela dilakukan. Konsumerisme adalah buah busuk dari penerapan sistem kapitalisme dan ini adalah perbuatan yang sia-sia, yang dapat memalingkan seorang muslim dari ketakwaan.
Sistem Islam akan menutup celah budaya konsumerisme, karena ada pertanggungjawaban di hadapan Allah subhanahu wa ta'ala, masyarakat dalam Islam akan terbentuk ketaqwaannya sehingga standar hidupnya kebahagiaan itu adalah dengan menjalani hidup untuk mendapatkan ridho Allah semata bukannya dari sisi materi apalagi yang berbasiskan riba. Larangan riba dalam Islam sangat jelas dan tegas, apapun bentuk dan jenisnya serta berapapun jumlahnya, besar ataupun kecil, tetaplah haram. Segala praktik riba akan dihapuskan dalam negara Islam, karena negara Islam yakni Khilafah akan menjaga rakyatnya agar jauh dari keharaman.
Dengan diterapkannya Islam secara kaffah akan menjamin kesejahteraan bagi rakyat, Khilafah juga akan menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya agar dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka, Khilafah juga akan menyediakan kebutuhan pokok bagi masyarakatnya seperti dalam hal kesehatan, pendidikan, keamanan serta transportasi, untuk pemenuhan kebutuhan ini semuanya disediakan secara gratis oleh negara.
Oleh karena yang harus kita lakukan adalah berjuang mewujudkan kembali kehidupan Islam. Semua itu akan terwujud secara nyata dengan penerapan syariat Islam secara kaffah dalam sebuah institusi negara. Penegakan syariat dalam bingkai Khilafah itu sendiri akan terwujud melalui kelompok dakwah yang memperjuangkannya. Insyaallah kesejahteraan umat akan segera terwujud dalam naungan Daulah Khilafah Islamiah.
Wallahu a'lam bish showwab.