| 64 Views
Dampak Buruk Dibalik Efisiensi Anggaran

Oleh : Risqia Rahmi
Aktivis Dakwah
Beberapa waktu lalu Presiden Prabowo Subianto telah mengeluarkan intruksi Presiden nomor 1 tahun 2025 tentang pemangkasan anggaran dengan total penghematan mencapai 750 triliun. Efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintahan Presiden Prabowo ini dinilai bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan keuangan negara sekaligus mengatasi defisit anggaran yang terus membengkak, serta diharapkan mampu memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat. Meskipun pemangkasan anggaran ini ditujukan untuk efisiensi, namun pasalnya salah satu tujuan utamanya adalah untuk mendanai program Makan Bergizi Gratis atau BMG, dan sudah dialokasikan sebesar 20 miliar Dolar Amerika Serikat. Di samping itu, telah banyak pihak yang menilai kebijakan efisiensi anggaran ini justru akan berdampak buruk bagi masyarakat, karena faktanya kebijakan pemangkasan itu tidak sejalan dengan kabinet pemerintahan Prabowo yang dinilai sangat gemuk dengan ditambahnya staf-staf khusus dan tenaga ahli, yang tentunya semua itu ikut menguras keuangan negara. Sejatinya pemangkasan ini justru mendorong beberapa lembaga pemerintah merumahkan tenaga honorernya walaupun sudah lama bekerja. Hal serupa juga dapat terjadi di berbagai industri dan perusahaan, sehingga memicu meningkatnya jumlah kasus PHK ke depan.
Oleh karena itu tujuan efisiensi anggaran berpotensi tidak menyelesaikan masalah tetapi justru memperkeruh masalah masyarakat. Efisiensi anggaran ini tampak tidak dilandasi dengan pemikiran yang matang dan kurang terencana, karena tidak ada kriteria yang jelas dalam menentukan pos-pos anggaran yang dipangkasnya. Faktanya ada anggaran lain yang seharusnya dipangkas namun malah tidak dipangkas misalnya anggaran Kemenahan untuk Alutsista. Maka nyata bahwa penerapan di sistem kapitalisme ini, para penguasa bukan membela kepentingan rakyat namun memprioritaskan segelintir pihak yang memiliki kepentingan. Efisiensi anggaran bukanlah solusi mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Penyebab utama jauhnya masyarakat dari kata sejahtera adalah akibat penerapan sistem kapitalisme itu sendiri. Sistem ini telah menjadikan hajat rakyat dikelola sepenuhnya oleh pihak asing atau swasta, sedangkan penguasa tidak bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan rakyatnya justru negara terus mengurangi subsidi untuk rakyat dan negara juga membebani rakyat dengan pajak yang besar.
Adapun dalam sistem Islam, kesejahteraan seluruh rakyat akan dipenuhi oleh negara atau Khilafah, di mana penguasa sebagai raa'in atau pengurus urusan rakyat. Prinsip kedaulatan di tangan rakyat dalam negara menjadikan penguasa harus tunduk pada hukum syara. Dalam melaksanakan sistem perekonomian misalnya, khilafah tidak boleh berpihak pada pihak lain yang ingin mendapatkan keuntungan. Khilafah memiliki sumber anggaran negara yang banyak dan beragam sehingga tidak akan bergantung pada pajak dan utang. Alokasi anggaran akan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan perencanaan yang matang sesuai ketetapan Syariat. Dalam sistem Islam, khilafah memiliki kewenangan penuh untuk mengatur pos-pos pengeluarannya dengan mengacu pada prinsip kemaslahatan dan keadilan bagi seluruh rakyatnya. Demikianlah prinsip Kekhilafahan Islam dalam menjamin terwujudnya kesejahteraan rakyat bukan segelintir orang saja sebagaimana dalam sistem kapitalisme.
Wallahu a'lam bish shawab