| 169 Views
Cybercrime, Keniscayaan dalam Sistem Kapitalisme

Oleh: Cita Rida
Aktivis Dakwah
CendekiaPos - Dalam imbauannya kepada masyarakat, Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro menekankan bahwa kejahatan menggunakan teknologi atau cybercrime marak menjelang Pemilu 2024. Ia menyebutkan bahwa ada pelaku yang memiliki ratusan akun palsu untuk meretas hingga 800 akun untuk menyebarkan berita bohong atau hoax. Menurutnya, modus pelaku menggunakan akun anonim, semi anonim, hingga akun nyata dengan masuk ke sejumlah grup aplikasi perpesanan untuk menyebarkan hoaks. (tirto.id, 20/01/2024)
Tidak hanya pada ajang Pemilu saja, cybercrime juga marak di media sosial, salah satunya pada aplikasi kencan. Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri mengungkap kejahatan siber dengan modus "love scamming" jaringan internasional yang beroperasi di Indonesia dan menyasar korban dari berbagai negara. Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan ada 21 pelaku yang ditangkap oleh pihaknya, tiga di antaranya ditetapkan sebagai tersangka. Para pelaku dengan modus mencari ataupun menipu korban melalui aplikasi kencan seperti Tinder, Okcupid, Bumble, Tantan, dengan menggunakan karakter seorang laki-laki ataupun perempuan yang bukan dirinya. (republika.co.id, 20/01/2024)
Sebenarnya teknologi merupakan salah satu hal yang bebas nilai. Penggunaan teknologi sangat bergantung kepada penggunanya. Jika teknologi diibaratkan seperti sebilah pisau, jika pisau ini digunakan oleh orang yang bertanggungjawab, maka ia akan menggunakannya dengan bijak dan penuh kehati-hatian. Namun apabila pisau ini dipegang oleh orang yang memiliki niat tidak baik, maka akan menghantarkan pada kejahatan hingga menimbulkan bencana. Oleh karena itu penggunaan teknologi sangat bergantung pada faktor eksternal, salah satunya ideologi yang diemban oleh suatu individu hingga negara.
CYBERCRIME: KENISCAYAAN DALAM SISTEM KAPITALISME
Saat ini, mayoritas negara di dunia sedang berada dalam cengkeraman ideologi bernama kapitalisme. Kapitalisme yang lahir dari asas sekulerisme (sekulerisme: faham pemisahan antara agama dengan kehidupan) merupakan sebuah faham dimana tujuan dari hidup adalah meraih sebesar-besarnya manfaat/keuntungan tanpa mempedulikan aturan agama, juga tidak mempedulikan apakah dalam aktivitas meraih keuntungan itu merugikan orang lain atau tidak, yang terpenting adalah dirinya untung. Oleh karena itu sangat wajar di alam kapitalisme bahwa teknologi digunakan untuk sebesar-besarnya keuntungan pribadi. Apapun dilakukan demi memuaskan hawa nafsu dan kepentingan pribadi. Penipuan, judi online, pornografi, pornoaksi, bullying hingga peretasan data adalah yang sangat lumrah terjadi di sistem kapitalisme.
Begitu pun hukum sanksi yang tidak menjerakan, pelaku love-scamming yang telah merugikan hingga Rp50 miliar cukup diganjar 6 (enam) tahun penjara. Belum bicara hukuman yang bisa dipangkas, suap menyuap di peradilan bukan lagi barang baru. Sudah bukan rahasia jika hukum di negeri ini bisa diperjualbelikan. Siapa yang memiliki uang, ia bisa melakukan apa saja, termasuk pengurangan masa tahanan, malah bisa dibebaskan.
TEKNOLOGI BERBASIS SYARI’AT: MEMBAWA KEBERKAHAN
Akan sangat bertolak belakang ketika syari’at diterapkan secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Teknologi akan membawa dampak positif bahkan membawa kemaslahatan bagi seluruh umat, bukan hanya umat Muslim saja. Setidaknya ada faktor preventif dan kuratif yang telah ditetapkan oleh syari’at dalam hal penggunaan teknologi.
Dari segi preventif (pencegahan), pada tataran individu akan ditanamkan pendidikan berbasis akidah Islam. Akhirnya tercipta individu yang senantiasa mengutamakan ilmu sebelum amal dan senantiasa mengutamakan wara’ (berhati-hati) dalam melakukan segala aktivitas, termasuk dalam memanfaatkan teknologi.
Kemudian negara berfungsi sebagai pengurus dan pelindung rakyat. Negara akan membentuk tim siber yang mengemban tugas utama menghapus seluruh aktivitas kemaksiatan yang ada di dunia maya. Negara juga akan menutup pintu rapat-rapat seluruh pintu kemaksiatan di dunia maya, misal menghapus seluruh akun judi online, menutup aplikasi kencan yang menjadi pintu masuk zina, menghapus seluruh konten pornografi maupun pornoaksi, dll. Negara pun akan mengurus rakyatnya dengan sebaik-baik pengurusan. Negara akan sangat memperhatikan kesejahteraan rakyat sehingga kejahatan dunia maya atas motif ekonomi akan hilang. Negara juga membangun sistem perlindungan yang kuat baik untuk keamanan data maupun keselamatan rakyat.
Kemudian untuk tindakan kuratif (pengobatan/penyembuhan), saat negara telah mengupayakan semaksimal mungkin untuk menutup seluruh pintu-pintu kejahatan di dunia maya, namun masih dijumpai ada pelanggaran, maka pelaku akan dikenai sanksi ta’zir yang akan ditetapkan oleh khalifah. Selain itu, hukum sanksi dalam Islam, bersifat jawazir (pencegah) dan jawabir (penebus) sehingga jika pun muncul kasus kejahatan siber, akan mudah dan cepat tertangani. Wallahu a’lam bish-showab.