| 150 Views
Childfree Menjadi Role Model, Akankah Indonesia Mengikuti Jejak Jepang dan Korea Selatan ?

Oleh: Elma Pebiriani
Mungkin kalimat childfree sudah tidak asing lagi dimasyarakat umum. Childfree atau tidak ingin memiliki anak menjadi viral bahkan ada yang menjadikan role model dalam kehidupan mereka. Hal ini terbukti dari data BPS terbaru, sekitar 8,2 persen perempuan Indonesia usia 15 hingga 49 tahun memilih tidak memiliki anak. Hal ini memicu perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk anggota Komisi IX DPR RI, Kurniasih Mufidayati. Menurutnya, negara harus menyiapkan strategi untuk mengantisipasi dampak tren yang bisa mengurangi jumlah generasi muda. "Kita harus belajar dari negara-negara seperti Jepang dan Korea Selatan yang sudah mulai kekurangan generasi muda. Indonesia harus mengantisipasi agar ini tidak terjadi di sini, kita tetap memerlukan generasi penerus yang kuat dan berkualitas," ujarnya dalam wawancara Bersama Pro3 RRI, Jum’at (15/11/2024).
Berbanding terbalik dengan pernyataan Anggota Komnas Perempuan, Maria Ulfah Ansor, menjelaskan setiap perempuan memiliki hak untuk menentukan pilihan hidupnya, termasuk memiliki anak. Menurutnya, hal ini merupakan bagian dari hak asasi manusia yang harus dihormati oleh semua pihak. “Terserah mereka apakah seseorang memilih untuk memiliki anak atau tidak, itu bagian dari hak pribadi yang harus dihormati,” ujarnya dalam wawancara bersama Pro 3 RRI, Jumat (15/11/2024). Ia juga menekankan bahwa pilihan hidup seperti child free tidak boleh dipandang negatif. Masyarakat perlu diberikan pemahaman bahwa keputusan tersebut adalah bagian dari kebebasan setiap individu dalam memilih gaya hidup. “Sebaiknya memang pemerintah dan masyarakat harus menghargai keputusan ini. Karena ini sebagai bagian dari hak dasar setiap individu,” katanya.
Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Wihaji berpendapat budaya perempuan Indonesia berbeda dengan negara maju lain. Pernyataan Wihaji menanggapi survei dari Badan Pusat Statistik (BPS) terkait childfree selama periode 2023. Dalam survei BPS , ada 72 ribu perempuan Indonesia dengan usia 15 hingga 49 tahun mengaku tidak ingin memiliki anak (childfree). Wihaji meyakini pendudukan Indonesia masih baik-baik saja dan terkendali. "Saya berpandangan dan meyakini Indonesia punya sejarah, kultur berbeda. Saya meyakini baik-baik saja," kata Menteri Wihaji, dalam perbincangan bersama Pro3 RRI, seperti dikutip pada Minggu (17/11/2024).
Seperti yang kita lihat di negara Jepang darurat generasi muda benar-benar terasa. Sekolah-sekolah banyak yang tutup karena tidak adanya murid lagi, rumah-rumah juga banyak yang kosong karena generasi sebelumnya sudah tidak ada lagi. Dibeberapa wilayah Jepang menjadi kota atau desa yang horor karena minimnya populasi dan banyaknya rumah-rumah kosong tidak berpenghuni. Di negara Korea Selatan pun sama, angka kelahiran kian menurun ditambah lagi gaya hidup bebas semakin menjadi-jadi sehingga banyak pasangan yang tinggal bersama tetapi belum menikah dan itu berujung dengan tidak berkeinginan memiliki anak.
Meskipun pemerintah kedua negara tersebut membuat berbagai macam program seperti adanya tunjangan dan fasilitas lainnya ketika ada seorang ibu yang hamil, nyatanya angka kelahiran tetap saja turun. Kenapa masih banyak warga yang tetap kekeh dengan prinsip childfreenya?. Padahal sudah jelas, nasib sebuah negara akan dilihat dari generasi penerusnya. Jika negara tidak memiliki generasi atau penerus yakinlah negara itu akan hilang hanya tinggal nama. Mungkin Indonesia masih menyepelekan hal tersebut, tetapi lihat 10 atau 20 tahun kemudian, apakah kata baik-baik saja masih berlaku.
Ada beberapa faktor yang bisa memicu adanya pilihan childfree. Yang pertama sudah jelas adalah ekonomi. Kenapa? Karena dizaman sekuler-kapitalis ini jelas tidak berpihak kepada rakyatnya. Para petinggi dan penguasa hanya ingin memperkaya diri mereka sendiri tanpa adanya memikirkan rakyat yang ada dibawah mereka. Aturan-aturan serta hukum yang dibuat seolah tumpul keatas tetapi hal tersebut akan tajam kebawah sehingga membuat rakyat semakin tercekik untuk hidupkan. Jangan menghidupkan anak, untuk menghidupkan diri sendiri saja susah.
Kedua, tidak memiliki kesadaran akan peran mereka masing-masing. Lihat dizaman sekuler-kapitalis ini. Hampir 70% para pekerja adalah wanita sehingga para wanita ini memiliki peran dan pekerjaan ganda. Setelah bekerja dikantor mereka akan bekerja lagi dirumah mengurus suami dan anak, sehingga beban yang mereka terima semakin berat. Itulah banyak para wanita memilih untuk menjadi wanita karir dari pada menjadi seorang istri dan ibu. Mungkin sudah banyak kajian atau bahkan pemateri tentang pranikah, tetapi coba lihat pesertanya, lebih dominan siapa? Wanita atau pria? Karena dizaman sekarang banyak laki-laki yang juga tidak memiliki kesadaran peran mereka. Kalau kita kaji lebih dalam tugas seorang suami itu banyak, bukan cuma mencari nafkah saja. Bahkan peran seorang suami itu sangat penting dalam berumah tangga.
Hal-hal diatas tidak akan terjadi apalah sistem Islam yang diterapkan. Di Islam rakyatnya sangat diperhatikan. Jangankan manusia, hewan-hewanpun sangat diperhatikan. Coba lihat peninggalan Utsmani di Turki, dijalanan masih terdapat tempat-tempat minum untuk para burung. Bayangkan, burung saja diperhatikan sedemikian rupa apalagi kehidupan rakyatnya. Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul-Aziz dari dinasti Umayyah, tidak ada seorang pun kriteria yang menerima zakat karena saking makmurnya rakyat-rakyat dizaman kepemimpinan beliau. Lalu uang zakat tersebut dikemanakan? Apakah dikorupsi seperti kebanyakan kasus dizaman sekuler-kapitalis ini? Tentu tidak. Islam sangat memikirkan rakyatnya, zakat tersebut dialihkan untuk membayar utang rakyat, menikahkan rakyatnya bahkan ada untuk tempat tinggal rakyatnya. Bayangkan!. Bisa kita lihat betapa makmurnya apabila kita hidup dalam naungan Islam.
Bagaimana bisa Islam bisa sehebat itu memperhatikan rakyatnya? Apakah itu hanya khayalan dan ilusi semata?. Didalam Islam semua aturan lengkap disana, tata cara mandi, tata cara tidur, makan, minum, menikah, mencari nafkah, berinteraksi dengan sesama semua lengkap. Bukan hanya aturan-aturan kecil itu saja, aturan yang besar pun juga ada seperti memimpin negara dan itu sudah dicontohkan serta diterapkan oleh Rasulullah secara langsung saat beliau menjadi kepala negara di Madinah. Bagaimana pengelolaan sumber daya alam, bahwa alam adalah milik dan dikelola oleh negara tidak milik pribadi, sehingga hasil sumber daya alam tersebut dikembalikan lagi untuk kepentingan rakyatnya bukan untuk kepentingan pribadi. Setiap amal perbuatan akan ada konsekuensi yang diterima saat hari hisab kelak, sehingga kita dan para pemimpin sangat hati-hati dalam bertindak takut akan menzolimi disetiap keputusan yang diambil, itu sebabnya tidak ada pemimpin yang korupsi, tidak ada pemimpin yang memperkaya diri sendiri.
Selain itu, apakah peran ganda yang dilakukan oleh para istri dizaman sekarang sama seperti dizaman naungan Islam?. Jelas berbeda. Didalam Islam peran seorang istri itu hanya dua, yaitu melayani suami di ranjang dan mendidik anak. Hanya dua itu saja tugas pokok, tidak lebih. Lalu tugas memasak, cuci baju, beberes rumah tugas siapa?. Kalian percaya tidak kalau Rasulullah ikut pembantu pekerjaan rumah tangga?. ‘Aisyah radhiallahu ‘anha berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kesibukan membantu istrinya, dan jika tiba waktu sholat maka beliaupun pergi shalat” (HR Bukhari). Dalam hadits lainnya, ‘Aisyah radhiallahu ‘anha menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan hal-hal sederhana untuk membantu istri-istri beliau semisal mengangkat ember dan menjahit bajunya. Urwah berkata kepada Aisyah, “Wahai Ummul Mukminin, apakah yang dikerjakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika ia bersamamu (di rumahmu)?”, Aisyah berkata, “Ia melakukan (seperti) apa yang dilakukan oleh salah seorang dari kalian jika sedang membantu istrinya, ia memperbaiki sendalnya, menjahit bajunya, dan mengangkat air di ember” (HR Ibnu Hibban). Bukan hanya itu, kalau suami mampu wajib memberikan seseorang untuk membantu berberes rumah. Lantas, seorang istri tidak boleh memasak dan lain-lain?. Boleh, tidak ada yang melarang, justru dengan kita melayani suami bahkan mengantar suami bekerja sampai depan pintu rumah pun sudah mengandung pahala. Oleh sebab itu didalam Islam menikah adalah melengkapi separo agama, karena jika ingin mendapatkan pahala bagi istri sangat mudah. Jadi, merupakan kebiasaan dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membantu pekerjaan istrinya di rumah.
Selain itu, dalam Islam konsep rezeki sejatinya digunakan untuk mencapai ketakwaan dengan menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi laranganNya menggunakan apa yang sudah Allah berikan melalui cara yang diajarkan oleh syariat Islam. Rezeki yang Allah berikan tidak selalu tentang harta, namun bisa dalam bentuk yang lain. Allah menjamin setap rezeki semua makhluk ciptanNya, mulai dari manusia, hewan, tumbuhan, hingga mikroorganisme yang hidup di sekeliling kita. Allah tidak merasa berat dengan pemenuhan kebutuhan makhluknya. Didalam Al qur’an Allah sudah menjelaskan bahwa setiap makhluk hidup sudah ditentukan rezekinya masing-masing. Coba buka Surat Hud ayat 6, Surat Ibrahim ayat 34, Surat Ar-Rum ayat 37 dan masih banyak lagi.
Rasulullah pernah bersabda tentang anak, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Nikahilah perempuan yang pecinta (yakni yang mencintai suaminya) dan yang dapat mempunyai anak banyak, karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab (banyaknya) kamu di hadapan umat-umat (yang terdahulu)” [Shahih Riwayat Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Hibban dan Hakim dari jalan Ma’qil bin Yasar]. Dan “Nikahilah perempuan yang penyayang dan dapat mempunyai anak banyak karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab banyaknya kamu dihadapan para Nabi nanti pada hari kiamat” [Shahih Riwayat Ahmad, Ibnu Hibban dan Sa’id bin Manshur dari jalan Anas bin Malik].
Semua hal tersebut sudah pasti tidak akan terjadi dizaman sekuler-kapitalis. Bukti nyata bahwa negara tidak memberi rasa aman dan tentram terus saja terjadi. Coba lihat aturan yang dibuat oleh manusia apakah semua itu memuliakan manusia sendiri?. Dengan beralasan HAM dan tubuh milik kita sendiri lalu mereka bebas mengambil keputusan yang jelas-jelas sangat menyalahkan kondrat sebagai seorang wanita. Ingat, tubuh kita adalah milik Allah sang Khalik, bukan milik kita, Anda maupun saya. Semua keputusan yang kita ambil tidak bisa berdasarkan nafsu saja, tetapi kita juga harus memikirkan apakah keputusan kita ini menyalahi aturan Allah atau tidak. Karena kita hidup tidak hanya sekedar hidup dan dilepaskan oleh Allah, tetapi sepaket dengan berbagai aturan yaitu Al qur’an dan As sunnah. Wallahu’alam.
Sumber:
[1]https://www.rri.co.id/nasional/1125864/fenomena-childfree-pemerintah-tegaskan-kependudukan-indonesia-masih-terkendali
[2] https://www.rri.co.id/nasional/1121760/komnas-perempuan-pilihan-child-free-perlu-dihargai
[3] https://www.rri.co.id/nasional/1121678/biaya-hidup-dan-ketidakpastian-memicu-tren-child-free
[4] https://almanhaj.or.id/2258-islam-menganjurkan-umatnya-untuk-mempunyai-banyak-anak.html
[5] https://academic.uii.ac.id/2023/12/05/pahami-konsep-rezeki-dalam-islam-hidup-menjadi-tenang/#