| 37 Views
Berhemat Demi Danantara, Akankah Terwujud Mimpi Sejahtera?

Oleh : Ummu Zhafran
Pegiat Literasi
Soal pemangkasan anggaran kiranya masih berbuntut panjang. Pasalnya, sekitar 300 triliun hasil penghematan bakal diserahkan ke lembaga investasi nasional yang baru terbentuk, Daya Anagata Nusantara (Danantara). Tujuannya sebagaimana yang dilansir, guna mengoptimalkan pengelolaan aset negara yang selama ini dikelola BUMN dalam bentuk dana investasi. Konon modelnya merujuk antara lain seperti Temasek Holdings di Singapura. (kompas.com, 24/2/2025).
Kontan saja, hal tersebut menuai reaksi tajam dari publik. 100 hari kinerja kabinet baru dinilai hanya membuat kegaduhan di sana-sini yang ujungnya menyusahkan masyarakat. Kasus pagar laut yang hanya sekedar dibongkar, tarik ulur pajak 12 persen, korupsi yang merajalela, serta pemangkasan anggaran untuk sektor vital seperti pendidikan, kesehatan serta infrastruktur, antara lain yang jadi saksi bisunya.
Nah, Danantara juga termasuk di antaranya. Karenanya, banyak pihak tak yakin Danantara bisa jadi solusi meningkatkan pendapatan negara dan mampu menyejahterakan masyarakat. Memang kondisi awalnya cukup meyakinkan. Terdapat tujuh BUMN dengan total aset mencapai lebih dari 900 miliar dolar AS, atau sekitar Rp 14.670 triliun, siap menggelontorkan dana untuk dikelola Danantara. BUMN yang dimaksud terdiri dari Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), PLN, Pertamina, Bank Negara Indonesia (BNI), Telkom Indonesia, dan Mining Industry Indonesia (MIND ID).
Namun keberadaan lembaga perbankan di dalam Danantara semakin melebarkan celah keraguan di benak publik. Bukan rahasia lagi bahwa sebuah Bank secara langsung menyentuh kehidupan ekonomi rakyat di berbagai level. Kasus Bank Century beberapa tahun silam tentu masih menyisakan trauma mendalam. Saat itu kerugian 1000 nasabah tercatat mencapai Rp 2,6 triliun dan tidak semuanya mendapat pengembalian. (kompas.com, 27-2-2009). Apa jadinya bila petaka yang sama menimpa para nasabah ketiga bank pelat merah dalam Danantara?
Tak cukup itu, dengan pengelolaan aset dan nilai investasi yang super jumbo tersebut, risiko terbukanya celah bagi terjadinya korupsi dan konflik kepentingan di dalam pengelolaan Danantara bakal sukar dihindari. Terlebih sebelum kehadiran Danantara pun praktik korupsi di BUMN sudah merajalela.
Dari catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), jumlah kasus korupsi BUMN mencapai 119 kasus dengan 340 tersangka selama periode 2016-2021. Total kerugian negara akibat seluruh kasus ini diperkirakan mencapai Rp47,92 triliun. (tempo.co, 18-2-2025). Terbaru dan yang jadi juaranya sampai tulisan ini rilis sudah tentu korupsi yang terjadi di PT Patra Niaga yang merupakan anak perusahaan Pertamina. Kebocoran anggarannya mendadak viral karena nyaris mencapai 1000 triliun dalam jangka waktu lima tahun (2018-2023)!
Amboi, rasa-rasanya mimpi hidup sejahtera makin jauh dari kenyataan. Keberadaan umat muslim yang mayoritas di negeri ini menambah ironi. Sebab Islam yang dianut datang dari Allah yang Maha Baik. Mustahil zalim pada hamba-hamba-Nya. Bahkan syariat diturunkan dalam bentuk kafah, menyeluruh hingga mampu menjawab segala problem manusia dalam hidupnya.
Khusus bidang ekonomi, Islam mengatur pengelolaan keuangan semata untuk kesejahteraan rakyat, bukan prioritas untuk investasi. Dalam kitab Ajhizah Dawlah Khilafah karya Syaikh Taqiyuddin An Nabhani, disebutkan bahwa tugas negara memastikan seluruh kebutuhan setiap warga terpenuhi secara nyata tanpa terkecuali. Ada pun pendanaan sepenuhnya dilakukan melalui baitulmal, lembaga yang mengelola pendapatan dan pembelanjaan negara sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Bak bumi dan langit, jelas hal ini berbeda dengan ekonomi kapitalis yang ambisi mengejar target pertumbuhan ekonomi. Investasi pun dijadikan salah satu tolok ukurnya. Sayang, alih-alih bertumbuh, yang kerap berlaku justru jurang masyarakat yang kaya dan miskin semakin lebar. Realitasnya, pertumbuhan ekonomi berikut aliran investasi di dalamnya memang tak pernah ekuivalen dengan kesejahteraan secara menyeluruh.
Kembali pada Islam, sungguh di masanya Rasulullah saw. telah memberi teladan dalam mengurus kemaslahatan kaum muslim. Para sahabat yang mulia diberi amanah untuk menjalankan peran pengelolaan keuangan negara dalam memenuhi seluruh kepentingan rakyat.
Merujuk sirah, dalam hal infrastruktur, misalnya, Nabi saw. pernah menetapkan lebar jalan minimal sebesar tujuh hasta. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Di sisi lain, pendidikan juga merupakan tanggung jawab negara. Tampak dari apa yang dilakukan Rasulullah saw. ketika menetapkan tebusan bagi tawanan Perang Badar dengan mengajarkan umat muslim membaca dan menulis. Begitu pula halnya dengan kesehatan. Suatu ketika pernah dihadiahkan kepada Rasulullah saw. seorang tabib, tetapi beliau menjadikannya sebagai dokter bagi seluruh warga negara.
Demikianlah negara dalam Islam bertanggung jawab menjamin tegaknya syariah dengan kafah, semata guna menyongsong janji Allah Swt. hidup sejahtera dan penuh berkah. Firman Allah Swt., “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, ...” (QS. Al A’raaf: 96).
Wallahua’lam.