| 98 Views
Bansos dan Subsidi Solusi Kenaikan PPN, Mungkinkah?

Oleh : Ummu Fahri
Aktivis Muslimah
Subsidi dan bansos disebut-sebut akan disalurkan kepada masyarakat ketika kenaikan pajak pertambahan nilai mulai ditetapkan. Demikian disampaikan Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jendral Pajak Kementrian Keuangan (kompas.com, 23-11-2024). Kebijakan ini ditujukan untuk meredam dampak kenaikan PPn yang diperkirakan akan menjadikan ekonomi rakyat kian memburuk.
Pemerintah melalui Kementerian Sosial (Kemensos) siap menggulirkan beragam program bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat miskin pada tahun 2025. Langkah ini diambil menyusul kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12%, sebagai bentuk kompensasi untuk meringankan beban ekonomi kelompok rentan.
Salah satu program utama yang dipercepat adalah penyaluran Program Keluarga Harapan (PKH), yang akan menyasar 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di awal tahun 2025. Selain PKH, Kemensos juga akan menyalurkan Bantuan Pangan Non Tunai atau sembako kepada 18,8 juta KPM. Namun apakah ini menjadi solusi, mengingat banyaknya rakyat yang hidup dalam garis kemiskinan.
Kendatipun bantuan berupa bansos sudah bergulir lama, namun tak juga membuat rakyat sejahtera seluruhnya. Kenaikan pajak sama dengan kenaikan beban hidup. Bagaimana tidak, pada tataran fakta, kenaikan pajak akan berdampak pada kenaikan harga barang dan jasa yang berarti akan berdampak pada penurunan daya beli. Dan jika terus dibiarkan akan berdampak pada stagnasi ekonomi hingga resesi.
Namun demikianlah yang terjadi dalam sistem sekuler kapitalisme yang menjadikan pajak sebagai pilar utama pendapatan negara. Alhasil, rakyat dijadikan sebagai sapi perah bagi keberlangsungan hidup negara dan kesejahteraan para pejabat, bukan untuk rakyat. Sebab nyatanya kenaikan pajak tidak berbanding lurus dengan penurunan jumlah kemiskinan dan penurunan beban hidup masyarakat. Namun, kenaikan pajak semakin menambah beban hidup masyarakat sehingga jumlah penduduk miskin bertambah banyak. Alhasil, kenaikan pajak sangat tidak manusiawi, sebab mayoritas rakyat pada kenyataannya tetap hidup dalam kemiskinan dengan jumlah yang semakin hari semakin bertambah. Seiring dengan bertambahnya beban hidup akibat kenaikan pajak.
Di sisi lain, demokrasi juga melahirkan kesadaran politik yang rendah. Karena masyarakat dibentuk dengan hanya merasa cukup hanya dengan memilih pemimpin dan wakil rakyat. Ditambah kemiskinan dan pendidikan rendah, sehingga masyarakat cenderung berpikir pragmatis dan mudah dimanfaatkan oleh kepentingan tertentu.
Kemiskinan sudah menjadi problem kronis negara kapitalisme, yang harusnya diatasi dari akarnya persoalannya; bukan sekedar dengan pemberian bansos berulang. Apalagi bansos yang diberikan meningkat di masa pemilu.
Berbeda dengan Islam yang mengatasi problem kesejahteraan dari akar masalahnya, yaitu dengan menjamin kesejahteraan masyarakat individu per individu. Bukan secara kolektif seperti dalam kapitalisme. Hal ini mengacu dari sebuah hadis :
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya” (HR Al-Bukhari Muslim).
Wallahu'alam bishowwab