| 278 Views

Banjir Produk Cina, Mematikan Pasar Dalam negeri

Oleh : Ummi Nissa
Pegiat Literasi

Pasar domestik RI terus digempur Produk manufaktur Cina. Belakangan yang mencuat diantaranya adalah tekstil hingga keramik.

Dengan adanya kondisi ini, muncul kekhawatiran industri RI tidak mampu bertahan dengan gempuran tersebut yang akhirnya harus kalah dalam persaingan dagang internasional. Apalagi impor barang murah dari Cina sudah lama terjadi dan Cina terus melakukan inovasi dan penetrasi pasar Indonesia melalui penguatan efisiensi dan skala ekonomi, sehingga biaya rata-rata yang rendah menjadikan komoditi mereka semakin kompetitif. (cnbcindonesia.com, 26 Juli 2024)

Banjirnya produk Cina di pasar domestik Indonesia saat ini, dipengaruhi oleh kinerja surplus neraca perdagangan Cina bulan Juni 2024. Kinerja ekspor-impor Cina tersebut tentu akan mempengaruhi kinerja perdagangan internasional Indonesia. Mengingat Cina adalah salah satu mitra dagang utama Indonesia. 

Dampak lain dari banjirnya produk murah Cina, telah  menekan daya saing produk lokal termasuk UMKM. Masuknya keramik dari Cina secara masif menjadikan ketersediaan barang-barang keramik impor melimpah di pasar domestik. Kondisi ini telah menciptakan ketidakadilan persaingan, di mana produk-produk asing sering kali dijual dengan harga yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan produk buatan dalam negeri. Imbasnya akan terjadi PHK hingga ancaman penutupan pabrik Indonesia semakin besar.  

Situasi industri manufaktur hari ini, sejatinya merupakan buah dari kerjasama dagang yang disepakati oleh Indonesia dengan Cina yang dikenal dengan Cina Asian Free Trade Area (Cafta) pada 2012. Perjanjian Cafta sejak awal sudah dicurigai sebagai perjanjian yang hanya akan menguntungkan satu pihak yaitu negara Cina. Hari ini benar-benar terbukti dengan membanjirnya produk Cina dan menurunnya impor Cina yang diterima dari negara-negara ASEAN termasuk Indonesia. 

Perjanjian perdagangan seperti Cafta ini, sebenarnya merupakan produk liberalisasi perdagangan sistem ekonomi kapitalisme. liberalisasi perdagangan berdampak pada matinya industri dalam negeri ketika kondisi negara yang bersangkutan tidak siap untuk menghadapi segala tantangan pasar bebas. Sementara produksi barang Cina mendapatkan support besar dari negaranya dalam perindustrian manufaktur. Maka wajar jika biaya produksi bisa diminimalisir, harga barang lebih murah.

Semua kondisi ini juga menggambarkan bahwa negeri ini tidak memiliki kemandirian industri manufaktur. Sehingga harus bergantung pada negara lain. Padahal ketergantungan kebutuhan pasar dalam negeri terhadap negara lain hanya akan membuka peluang penjajahan ekonomi di negeri ini. Oleh karena itu, negara Indonesia hanya menjadi pengekor negara yang menerapkan sistem kapitalisme.

Dalam sistem kapitalisme, negara hanya bertindak sebagai regulator. Ia hanya membuat aturan yang hanya menguntungkan pihak yang memiliki modal. Negara tidak bisa menyelamatkan industri dalam negeri, mencegah fenomena bahkan sekaligus menyejahterakan rakyatnya. Sebaliknya negara ini justru condong pada kepentingan para kapital asing maupun lokal dengan membuka kerja sama perdagangan bebas. 

Pengaturan kapitalisme tersebut akan berbeda dengan pengaturan dalam Islam. Di bawah institusi negara khilafah sebagai negara yang menerapkan aturan Islam, khilafah akan menjalin hubungan luar negeri dengan cermat dan mengutamakan kepentingan rakyat dan negara. Sebab negara adalah raa'in (pengurus rakyat). Sehingga tanggung jawab kesejahteraan rakyat ada di tangan negara. Negara wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat, individu per individu. Hal ini mewajibkan negara membangun industri manufaktur secara mandiri tanpa bergantung pada negara lain, untuk memudahkan rakyat memenuhi kebutuhan asasinya.

Dalam sistem Islam, industri manufaktur dalam negara khilafah dibangun di atas asas politik perang. Khilafah mengedepankan dua jenis industri yang membuatnya menjadi negara mandiri dan berdikari. Dua jenis industri tersebut adalah industri berat dan industri terkait pengelolaan harta pemilik umum. 

Terkait industri berat, ia  merupakan industri yang memproduksi mesin atau alat persenjataan. Sedangkan industri pengelolaan harta milik umum seperti,: pengolahan minyak bumi, batubara, barang tambang dan mineral, serta apa saja yang menjadi harta rakyat dengan asas politik perang. 

Ini menjadikan semua  pabrik dalam khilafah baik yang menghasilkan industri berat atau menghasilkan industri ringan harus memudahkan pengalihan produksinya ke produksi perang kapan saja negara memerlukan. Dengan kata lain, semua pabrik di dalam negara khilafah harus memungkinkan roda produksinya dapat dengan mudah dialihkan untuk menghasilkan produk-produk yang berkaitan dengan aspek militer yang tidak diproduksinya dalam kondisi normal. Maka pabrik kendaraan sipil, pabrik tekstil dan pakaian, pabrik makanan dan minuman pabrik obat-obatan, dan lain-lain harus dibangun sedemikian rupa yang memungkinkan dari aspek teknis maupun praktis bisa dialihkan roda produksinya dengan mudah untuk keperluan militer. 

Jika keperluan militer saja bisa dipenuhi oleh negara dengan industri manufakturnya, apalagi kebutuhan rakyat sehari-hari. Negara khilafah tidak akan bergantung kepada negara lain dalam memenuhi kebutuhan dan kemaslahatan rakyatnya. Negara wajib menerapkan hukum perdagangan luar negeri menurut Islam. Jika pun negara harus mengadakan hubungan perdagangan luar negeri, maka negara akan tetap mengutamakan perlindungan industri atau dunia usaha rakyat. Negara menjamin iklim usaha yang kondusif dan aman untuk rakyat. Hal ini tentu akan meningkatkan daya beli masyarakat ditambah lagi ada kebijakan edukasi dari negara terkait pola konsumsi yang benar menurut Islam. Sehingga masyarakat bijak dalam konsumsi.

Demikianlah, politik industri yang berjalan dalam sistem Islam akan mampu mewujudkan negara mandiri dan kesejahteraan rakyat.

Waallahualam bissawab.


Share this article via

82 Shares

0 Comment