| 178 Views
Banjir lagi, Bencana atau Kelalaian Manusia?

Oleh : Amelia Farida, S.P.
Indonesia saat ini telah memasuki musim penghujan. Curah hujan yang tinggi menyebabkan banyak wilayah banjir. Seperti yang terjadi di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, banjir melanda selama berhari-hari. Jebolnya Tanggul Sungai Nawang menjadi salah satu sebab. Tanggul tidak dapat menahan beban air akibat hujan yang terjadi terus menerus. Ketinggian air bervariasi dari 40 cm hingga 200 cm.(1)
Selain itu baru saja terjadi banjir di Kota Semarang (14/3) hingga mengakibatkan jalur kereta api tidak dapat beroperasi. Menurut para pakar banjir di Semarang karena hujan lebat yang tak lepas dari andil bibit siklon. Bahkan hal itu telah diprediksi sejak awal (11/3) bahwa vortex (091S) yang berubah jadi bibit sikon 18S akan cenderung bergerak lambat dengan orientasi barat menuju ke timur sebelah selatan Jawa.(2) Daerah-daerah lain di Indonesia pun juga mengalami Jakarta, Sampang, Cirebon, Pekalongan dan sebagainya.
Hujan yang lebat memang tidak dapat dipungkiri oleh manusia. Hujan akan bergerak sesuai dengan alam yang juga terus bergerak. Keseimbangan alam menjadi tidak stabil dengan datangnya banjir juga akibat aktivitas manusia. Perubahan iklim yang ekstrim karena global warming atau efek rumah kaca mengakibatkan peningkatan suhu bumi. Kondisi inilah yang juga meningkatkan jumlah air di atmosfer meningkat sehingga curah hujan pun meningkat.
Masalah banjir ini diperparah dengan kelalaian manusia, seperti alih fungsi lahan yang lebih cenderung memihak kepada kepentingan materi. Tidak lagi mengacu pada keberlangsungan lingkungan, tetapi lebih mementingan para Kapitalis. Penggundulan hutan atau deforestasi, pengalih fungsian lahan Pantai yang mengakibatkan abrasi semakin parah menjadi sebab banjir pula.
Masalah banjir yang berulang ini menunjukkan mitigasi (pencegahan) yang sangat kurang oleh pemerintah. Tata kota mengenai drainase yang asal, minimnya daerah resapan air, kurangnya pemantauan dan pemeliharaan sarana pencegah banjir seperti bendungan/tanggul dan pompa air harus menjadi tanggung jawab pemerintah. Selain itu kesadaran Masyarakat terhadap lingkungan juga harus ditingkatkan. Hal ini membutuhkan peran negara dalam memahamkan, bahkan memberikan sanksi bagi warga negara yang merusak atau mencemari lingkungan.
Islam memandang bencana terjadi saat keseimbangan alam terganggu akibat perbuatan manusia.
Allah swt berfirman dalam Al Qur’an Surat Ar -Rum ayat 41,“Telah tampak kerusakan di darat dan di lautan akibat perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan Sebagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka Kembali ke jalan yang benar.”
Negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi wajib memperhatikan pembangunan infrastruktur yang dapat menghadapi kondisi curah hujan yang tinggi. Menata kota sebaik mungkin, memetakan daerah-daerah rendah yang rawan terdampak banjir membangun bendungan, penampungan air atau semisalnya. Membangun drainase yang baik sehingga air tidak akan mudah tergenang. Sebagaimana masa keemasan Islam dahulu. Para cendekiawan berusaha semaksimal mungkin dengan ilmu dan teknologi membangun kota yang dapat mencegah banjir. Dapat disaksikan peninggalannya hingga hari ini seperti di wilayah Iran dan Turki.
Islam memerintahkan agar negara mengedepankan pembangunan negara yang ramah terhadap lingkungan. Tidak hanya berorientasi pada kapitalis demi keuntungan beberapa pihak. Dengan pengaturan yang sistematis dan komprehensif masalah banjir akan dapat diselesaikan dengan baik.
Allahu ‘alam bi showab.
Sumber dan referensi:
1. https://regional.kompas.com/read/2024/02/20/193044878/update-banjir-demak-perbaikan-tanggul-jebol-capai-80-persen
2. https://www.cnbcindonesia.com/news/20240314090516-7-521829/penampakan-stasiun-semarang-tawang-lumpuh-total-dikepung-banjir
3. https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20240314133420-641-1074228/penyebab-semarang-dikepung-banjir-kata-pakar-wilayah-sesuai-prediksi
4. https://www.detik.com/tag/banjir
5. https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6710273/13-penyebab-banjir-faktor-alam-hingga-ulah-manusia