| 272 Views

Badai PHK: Wajah Buram Kapitalisme di Indonesia

Oleh : Rasmawati Asri, SE 

Badai PHK menghantam para pekerja, dari industri tekstil, alas kaki, hingga teknologi, banyak yang tutup. Para pekerja ketar-ketir menghadapi PHK. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat hampir 53.000 tenaga kerja sudah menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Indonesia sepanjang Januari hingga September 2024. "Total PHK per 26 September 2024 52.993 tenaga kerja, meningkat (dibanding periode yang sama tahun lalu),” kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemenaker Indah Anggoro Putri (Kompas.com, 29/09/2024).

Para pekerja PT Panamtex menentang keputusan pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Semarang. Putusan ini berpotensi membuat 510 karyawan kehilangan pekerjaan. Padahal, para pekerja masih berharap bisa terus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Mereka juga telah menggelar aksi protes sebagai bentuk keberatan (CNBC Indonesia, 28/09/2024).

Gagal Mensejahterakan Pekerja
Banyaknya kasus PHK mencerminkan kegagalan pemerintah dalam mengelola ekonomi. Janji Jokowi selama kampanye untuk menciptakan banyak lapangan kerja tidak terealisasi. Bahkan, UU Ciptaker yang digadang-gadang mampu menciptakan lapangan kerja juga dianggap gagal.

Situasi ini mempertegas kegagalan sistem kapitalisme yang diterapkan di Indonesia. Kapitalisme keliru dalam memandang peran negara dalam ekonomi, yang pada akhirnya menyebabkan ketidakmampuan menyejahterakan rakyat.

Dalam kapitalisme, peran pemerintah hanya sebatas sebagai pembuat regulasi dan pengawas. Posisi ini lebih menguntungkan para pemodal besar, sementara pekerja menjadi pihak yang dirugikan.
Kondisi pekerja semakin sulit dengan adanya sistem outsourcing yang membuat pekerja memiliki kesejahteraan minim dan rentan terkena pemutusan kontrak kerja tanpa pesangon. Sistem ini merupakan trik perusahaan untuk mendapatkan tenaga kerja dengan biaya murah. Outsourcing telah mendapat penolakan keras dari kalangan buruh sejak disahkan melalui UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, namun pemerintah tetap tidak merespons dan cenderung berpihak pada pemodal besar.

Akibatnya, PHK massal kemungkinan akan terus berlanjut karena kapitalisme masih menjadi sistem yang diterapkan di Indonesia. Negara terus memprioritaskan kepentingan para investor kapitalis daripada memperhatikan kesejahteraan rakyat, termasuk pekerja. Gelombang PHK ini tidak hanya berdampak pada pekerja, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan. Terlihat jelas bahwa dalam sistem kapitalisme, negara lebih memihak kapitalis daripada rakyat.

Sistem Islam Mensejahterakan
Perbedaan antara kapitalisme dan Islam bagaikan siang dan malam. Sistem Islam memastikan kesejahteraan rakyat, termasuk para pekerja, secara individu. Hal ini disebabkan negara berperan sebagai pengurus (raa’in) dan penanggung jawab (mas’ul).

Hukum ketenagakerjaan dalam sistem Islam didasarkan pada akidah Islam dan bersumber dari syariat Islam. Syariat Islam memiliki aturan-aturan yang membentuk kebijakan ekonomi yang memastikan pemenuhan kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan bagi setiap warga negara.

Negara yang menerapkan sistem Islam, yaitu Khilafah Islamiyah, akan melaksanakan kebijakan ekonomi ini melalui mekanisme langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, Khilafah akan menyediakan pendidikan, layanan kesehatan, dan keamanan secara gratis, sehingga rakyat, termasuk pekerja, tidak terbebani dengan biaya untuk kebutuhan tersebut. Penggratisan ini dimungkinkan karena didanai oleh baitulmal yang menerima pemasukan besar, terutama dari pengelolaan aset publik seperti pertambangan, hutan, laut, dan sebagainya.

Selain bebas dari biaya pendidikan, kesehatan, dan keamanan, rakyat juga difasilitasi untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan keterampilan dan keahliannya. Negara Khilafah melakukan industrialisasi untuk menciptakan banyak lapangan kerja dalam skala besar. Khilafah juga mengembangkan sektor pertanian, peternakan, dan perdagangan untuk menyerap lebih banyak tenaga kerja.

Khilafah juga menciptakan iklim usaha yang baik dengan memberikan modal, bimbingan, serta menghapus berbagai pungutan, sehingga semakin banyak wirausahawan yang bermunculan. Kebijakan ini juga berdampak pada pembukaan lapangan kerja. Dengan kebijakan-kebijakan tersebut, rakyat dijamin memiliki pekerjaan, dan tidak ada laki-laki dewasa yang menganggur.

Dengan mengoptimalkan industri dalam negeri, kebutuhan pasar lokal dapat dipenuhi tanpa perlu impor, terutama untuk kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, serta peralatan pendidikan dan kesehatan. Dengan demikian, Khilafah tidak akan bergantung pada produk impor dari luar negeri.

Khilafah akan memastikan akad kerja antara pengusaha dengan pekerja mereka akad yang syar’i sehingga tidak menzalimi salah satu pihak. Hal ini sebagaimana perintah Allah melalui Rasul-Nya agar pengusaha memperlakukan pekerjanya dengan baik. Rasulullah saw. bersabda, “Saudara kalian adalah pekerja kalian. Allah jadikan mereka di bawah kekuasaan kalian.” (HR Al-Bukhari).

Demikianlah kebijakan Khilafah dalam mewujudkan kesejahteraan bagi pekerja dan rakyat secara keseluruhan. Pekerja akan bekerja dengan tenang tanpa aka kekhawatiran akan ancaman PHK. Wallahualam bissawab


Share this article via

108 Shares

0 Comment