| 169 Views

Badai PHK Adalah Satu Keniscahayaan Dalam Sistem Ekonomi Kapitalisme

Oleh : Dewi yuliani

Jumlah orang yang kehilangan pekerjaan akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat di tahun ini. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), jumlahnya sepanjang Januari sampai 26 September 2024 hampir mencapai 53.000 orang.

"Total PHK per 26 September 2024 52.993 tenaga kerja. (Dibandingkan periode yang sama tahun lalu) meningkat," kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemnaker Indah Anggoro Putri kepada detikcom Kamis (26/9/2024).

Lebih rinci dijelaskan bahwa PHK didominasi di sektor pengolahan sebanyak 24.013 orang. Kemudian disusul aktivitas jasa lainnya sebanyak 12.853 orang, serta di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebanyak 3.997 orang.

Januari-september-2024-jateng-terbanyak
Maraknya PHK adalah akibat kesalahan paradigma ketenagakerjaan dan industri yang diterapkan negara yang menggunakan sistem kapitalisme.  Sistem ini menetapkan kebijakan liberalisasi ekonomi yang merupakan bentuk lepasnya tanggung jawab negara dalam menjamin terbukanya lapangan kerja yang luas dan memadai.

perusahaan swasta akan menjalankan prinsip-prinsip Kapitalisme dalam bisnisnya. para pekerja atau buruh hanya dipekerjakan sesuai kepentingan industri atau Perusahaan. Perusahaan  selalu berorientasi untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dan hal ini bisa dilakukan dengan mengecilkan biaya produksi.  Dan Pekerja dalam paradigma kapitalis hanya dipandang sebagai faktor produksi.

UU Omnibus Law Cipta Kerja perusahaan diberikan kemudahan untuk melakukan PHK,  sementara mempekerjakan TKA syaratnya makin dipermudah
Islam mewajibkan negara untuk menyediakan lapangan kerja yang cukup sebagai salah satu mekanisme untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.  Negara juga akan membangun iklim usaha yang kondusif dan memberikan berbagai hal yang memudahkan rakyat dalam bekerja. Negara juga wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok melalui berbagai mekanisme sesuai hukum syara.


Dalam sistem ekonomi Islam, kesejahteraan diukur berdasarkan prinsip terpenuhinya kebutuhan setiap individu masyarakat. Persoalan PHK adalah dampak penerapan sistem kapitalisme sehingga penyelesaiannya harus mendasar dan fundamental. Inilah mekanisme Islam dalam menyelesaikan persoalan buruh dan pekerja.

1. Mengatur kepemilikan harta, yaitu kepemilikan individu, umum, dan negara. Dengan kejelasan status kepemilikan harta, negara mengelola harta milik umum untuk kemaslahatan rakyat semata. Islam melarang penyerahan pengelolaan harta milik umum kepada individu atau swasta.

Dengan aturan ini pula, negara dapat membangun industri strategis, semisal pengilangan minyak, pengelolaan tambang, pertanian, dan sebagainya yang memungkinkan menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Penyediaan lapangan kerja dalam industri strategis juga akan mendorong masyarakat meningkatkan keterampilan dan kemampuannya.

2. Mendorong individu bekerja. Negara dapat memberikan modal atau insentif agar rakyat dapat memulai usahanya. Negara juga akan memberikan fasilitas berupa pelatihan dan keterampilan agar mereka dapat bekerja pada beragam jenis industri dan pekerjaan. Dalam Islam tidak ada istilah orang menganggur.

Negara juga harus menetapkan standar gaji buruh sesuai ketentuan Islam, yaitu berdasarkan manfaat tenaga (manfa’at al-juhd) yang diberikan oleh buruh di pasar, bukan biaya hidup (living cost) terendah. Dengan begitu, tidak akan terjadi eksploitasi buruh oleh para majikan.

Dengan pengaturan ini, negara tidak perlu menetapkan upah minimum regional (UMR). Bahkan penetapan seperti ini tidak diperbolehkan karena dianalogikan pada larangan penetapan harga. Baik harga maupun upah sama-sama merupakan kompensasi yang diterima oleh seseorang. Bedanya, harga adalah kompensasi atas barang, sedangkan upah merupakan kompensasi atas jasa.

Sistem kapitalisme telah gagal memberikan jaminan dan perlindungan kesejahteraan bagi pekerja. Dengan penerapan sistem Islam kafah, badai PHK dapat dicegah dan diatasi dengan baik dan tepat

Wallahu'alam bishawab


Share this article via

24 Shares

0 Comment