| 245 Views

Apa Kabar Ekonomi Rakyat? Banyak Sekali Pengangguran Di Negeri Kita

Oleh : Mentari
Aktivis Muslimah Ngaji

Februari 2024, terdapat 214 juta penduduk usia kerja. Sebanyak 149,38 juta tercatat sebagai angkatan kerja. Dibandingkan Februari 2023 lalu, angka tersebut bertambah 2,76 juta orang atau tumbuh 1,88%. Namun, yang terserap bekerja hanya 142,18 juta. Masih ada 7,2 juta orang menjadi pengangguran atau tidak punya pekerjaan.

Dalam keterangan persnya a, Plt. Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, tingkat pengangguran per Februari 2024 lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dan sebelum pandemi Covid-19. Berdasarkan data BPS, tenaga kerja per Februari 2024 paling banyak terserap di sektor akomodasi dan makanan minuman (960.000 tenaga kerja), sektor perdagangan (850.000), dan sektor administrasi pemerintahan (760.000). (Kompas, 6-5-2024)

Apa Kabar Ekonomi Rakyat?

Jika masih ada 7,2 juta pengangguran, berarti negeri ini masih bermasalah. Tidak menutup kemungkinan angka ini akan meningkat mengingat kebijakan negara makin ke sini makin tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Terlebih 2024 ini banyak pabrik tutup dan gulung tikar. Terbaru, pabrik sepatu Bata di Purwakarta dinyatakan tutup permanen setelah 30 tahun beroperasi.

Melansir Tempo (10-5-2024), Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat selama periode Januari—Maret 2024 sudah ada 2.650 pekerja yang terkena PHK di Jawa Barat. Sedangkan daerah tertinggi yang paling banyak merumahkan pegawainya ada di DKI Jakarta, yakni 8.876 pekerja. Disusul Jawa Tengah sebanyak 8.648 orang. Angka ini dikhawatirkan menambah jumlah pengangguran di Indonesia.

Di sisi lain, kehidupan ekonomi masyarakat makin sulit tatkala dihadapkan dengan naiknya berbagai kebutuhan pokok, seperti harga pangan yang tidak stabil, kenaikan tarif PPN, dan tarif publik lainnya. Jangankan pengangguran, mereka yang bekerja pun akan kesulitan memenuhi kebutuhan dasar jika kebijakan negara makin tidak “ramah“ kepada rakyat. 
Kebijakan “ramah” yang membuat rakyat marah contohnya harga pangan melambung; harga rumah makin mahal yang membuat generasi muda kian susah beli rumah; biaya pendidikan makin tinggi, seperti polemik UKT; serta layanan kesehatan yang tidak gratis, seperti iuran BPJS.

Saat ini, masyarakat berpikir bisa makan saja sudah sangat beruntung, apalagi dapat memenuhi kebutuhan dasar lainnya. Ini membuktikan kondisi ekonomi masyarakat nyatanya sedang tidak baik-baik saja. Jika masyarakat dituntut kreatif dengan membuka lapangan kerja sendiri atau berwirausaha, lalu tugas negara apa sebab tidak semua orang memiliki kemampuan dan modal yang cukup untuk berwirausaha? Indikasi lain bahwa ekonomi masyarakat kita sedang terpuruk ialah maraknya masyarakat yang terjebak dengan pinjaman online (pinjol). 

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap terdapat 18,07 juta masyarakat menjadi peminjam aktif di platform financial technology peer-to-peer (fintech P2P) lending atau pinjol pada Desember 2023.
Berdasarkan riset yang dilakukan NoLimit Indonesia, korban pinjol ilegal paling banyak memiliki pekerjaan sebagai guru (42%), diikuti korban PHK (21%) dan ibu rumah tangga (18%). Ada pula korban pinjol ilegal yang berstatus karyawan (9%), pedagang (4%), pelajar (3%), tukang pangkas rambut (2%), serta ojek online (1%).

Ini membuktikan bahwa angka pengangguran yang diklaim turun tidak berbanding lurus dengan fakta keadaan ekonomi masyarakat. Pengangguran boleh saja diklaim turun, tetapi beban ekonomi justru makin membumbung. Betapa beratnya memenuhi sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan di bawah sistem kapitalisme hari ini.

Pandangan Islam

Islam sebagai agama sempurna telah memberikan aturan terperinci dalam mengatur segala aspek kehidupan. Negara sebagai penyelenggaran aturan tersebut memiliki peran yang sangat vital dalam melaksanakan kewajiban riayah suunil ummah (mengurus segala kebutuhan rakyat). Dalam kapitalisme, rakyat berjibaku sendiri dalam memenuhi kebutuhannya. Di sisi lain, negara justru menerapkan kebijakan ekonomi yang tidak berpihak pada rakyat. 

Adapun sistem Islam (Khilafah) memiliki sejumlah kebijakan untuk mencegah dan mengatasi pengangguran. Berikut beberapa langkah yang akan dilakukan Khilafah dalam mengatasi pengangguran:

Pertama, pendidikan murah bahkan gratis untuk semua. Dengan begitu, rakyat dapat mengenyam pendidikan sesuai keinginan mereka tanpa terbebani dengan biaya pendidikan. Selain, itu mereka diberi pemahaman tentang wajibnya bekerja bagi laki-laki.
Kedua, negara memudahkan masyarakat memenuhi kebutuhan asasinya dengan baik. Semisal, harga pangan murah, jual beli tanah dan rumah yang murah harganya dan mudah administrasinya. Negara juga akan memberikan layanan kesehatan secara gratis. Dengan kebijakan ini, beban ekonomi masyarakat akan berkurang. Mereka pun dapat bekerja dengan tenang tanpa dibayangi banyaknya kebutuhan dasar yang harus terpenuhi.

Kedua, jika individu malas bekerja, cacat, atau tidak memiliki keahlian, maka khalifah berkewajiban memaksa mereka bekerja dengan menyediakan sarana dan prasarananya. Khalifah Umar bin Khaththab ra. pernah melakukannya ketika mendengar jawaban orang-orang yang berdiam di masjid pada saat orang-orang sibuk bekerja bahwa mereka sedang bertawakal. Saat itu beliau berkata,

“Kalian adalah orang-orang yang malas bekerja, padahal kalian tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan perak.” 

Kemudian Khalifah Umar ra. mengusir mereka dari masjid dan memberi mereka setakar biji-bijian.

Keriga, dalam hal ekonomi, Khilafah akan menerapkan investasi halal untuk dikembangkan dalam sektor riil, baik di bidang pertanian dan kehutanan, kelautan, dan tambang, maupun meningkatkan volume perdagangan. Khilafah akan mengelola harta-harta kepemilikan umum seperti hutan, laut, dan tambang agar hasilnya dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. Dengan pengelolaan ini, penyerapan tenaga kerja akan sangat besar sehingga SDM dalam negeri dapat bekerja di sektor pengelolaan harta milik umum yang dikelola langsung oleh negera.

Keempat, di sektor pertanian. Di samping intensifikasi, negara juga akan melakukan ekstensifikasi, yaitu menambah luas area pertanian yang akan ditanami dan diserahkan kepada rakyat. Para petani yang tidak memiliki lahan atau modal dapat mengerjakan lahan yang diberi pemerintah.
Pemerintah dapat mengambil tanah mati (tanah yang ditelantarkan pemilik selama tiga tahun dengan memberikannya kepada mereka yang menghidupi tanah mati dengan menanaminya atau mendirikan bangunan di atasnya.

Kelima, di sektor industri, Khilafah akan mengembangkan industri alat-alat (industri penghasil mesin) sehingga akan mendorong tumbuhnya industri-industri lain.

Keenam, Khilafah tidak akan menoleransi berkembangnya sektor non riil. Selain haram, sektor nonriil mengakibatkan perputaran uang beredar di antara orang-orang kaya saja serta tidak berhubungan dengan penyediaan lapangan kerja.
Kedelapan, Khilafah akan menciptakan iklim investasi dan usaha yang merangsang untuk membuka usaha melalui birokrasi yang sederhana dan penghapusan pajak serta melindungi industri dari persaingan yang tidak sehat.

Ketujuh, kewajiban bekerja hanya dibebankan pada laki-laki. Kaum perempuan tidak wajib bekerja. Fungsi utama perempuan adalah sebagai ibu dan pengurus rumah suaminya (ummu warabatul bayt). Kondisi ini akan menghilangkan persaingan antara tenaga kerja perempuan dan laki-laki.
Dengan kebijakan ini perempuan kembali pada pekerjaan utamanya, bukan menjadi pengangguran, sementara lapangan pekerjaan sebagian besar akan diisi oleh laki-laki, kecuali sektor pekerjaan yang memang harus diisi oleh perempuan.

Demikianlah, beberapa mekanisme Khilafah dalam mengatasi angka pengangguran. Semua langkah ini tidak akan terwujud tanpa penerapan islam secara kafah dalam sistem Khilafah.


Share this article via

78 Shares

0 Comment