| 167 Views

Anak Perempuan manapun Bisa Menjadi Pelaku Bullying

Oleh : Yanti Heryanti

Aktivis Muslimah, Ciparay Kab. Bandung

Polresta Barelang telah menetapkan empat tersangka kasus bullying atau perundungan di Batam yang videonya telah viral di media sosial. Terdapat dua video yang beredar. Pada video pertama, korban mengenakan kaos putih dan celana hitam dihajar oleh sekelompok remaja putri. Pelaku menendang kepala korban dan menjambak rambut korban. Adapun pada video kedua, korban mengenakan kaos hitam dan celana kuning. Pelaku menendang wajah hingga kepalanya terbentur ke pintu besi ruko. Kapolresta Barelang Kombes Pol Nugroho Tri N mengatakan bahwa empat pelaku dalam kasus ini adalah NH (18), RS (14), M (15), dan AK(14). Nugroho menerangkan, perundungan tersebut terjadi di kawasan ruko belakang Soto Medan Lucky Plaza, Lubuk Raja, Batam, pada Rabu (28/2/2024). Para pelaku menganiaya dua remaja, yakni SR (17), dan EF(14).

Terkait kasus ini, Kepolisian menjerat pelaku dengan dua pasal yang berbeda. Seorang pelaku telah berumur 18 tahun sehingga terkategori dewasa dan dijerat dengan Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang pengeroyokan secara bersama-sama dengan ancaman penjara 7 tahun. Sedangkan tiga pelaku masih di bawah 18 tahun sehingga terkategori anak-anak dan dijerat dengan Pasal 80 (1) jo. Pasal 76 c UU 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 juta. Sistem peradilan yang membedakan antara pelaku kejahatan di atas 18 tahun (disebut dewasa) dengan di bawah 18 tahun (disebut anak) menjadi celah banyaknya kasus bullying yang terjadi. Pelaku tidak jera berbuat aniaya karena ancaman hukuman untuk anak lebih ringan. Padahal, sejatinya mereka sudah dewasa karena di kisaran umur mereka (14 tahun ke atas) kemungkinan besar mereka sudah baligh.

Sungguh miris, anak perempuan dibawah umur menjadi pelaku bullying terhadap sesama perempuan. Mereka tega melakukan bullying pada temannya dengan tindakan yang menyebabkan luka serius. Umumnya yang melakukan bullying adalah anak laki-laki, kini anak perempuan pun melakukan hal yang sama. Tidak hanya melakukan perundungan secara verbal, anak perempuan juga melakukan kekerasan fisik. Kasus perundungan telah menjadi fenomena di berbagai daerah. Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan bahwa ada 87 kasus perundungan pada 2023 (RRI, 9-10-2023). Ini adalah kasus yang dilaporkan ke KPAI, sedangkan kasus yang tidak terlapor tentu lebih banyak lagi.

Kekerasan ini menggambarkan lemahnya pengasuhan terhadap anak. Keluarga seharusnya mengasuh anak dengan baik sehingga anak tahu halal/haram dan baik/buruk sehingga mafhum bahwa bullying merupakan hal yang haram dan buruk sehingga tidak boleh dilakukan. Namun, fungsi pengasuhan oleh keluarga kini telah runtuh. Saat ini para orang tua sibuk bekerja untuk mengejar uang. Tingginya biaya hidup memaksa para orang tua fokus pada pekerjaan dan melalaikan tugasnya dalam mendidik dan mengasuh anak agar menjadi sholeh. Akibatnya, muncullah generasi minus kasih sayang yang bertindak tanpa arahan, semata demi memuaskan rasa kasih sayang yang tidak dia temukan di rumah. Maraknya perundungan juga menunjukkan gagalnya sistem pendidikan mencetak anak didik yang berkepribadian mulia. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak, justru dipenuhi aksi kekerasan. Hal ini disebabkan asas pendidikan saat ini adalah sekularisme yang menjauhkan agama dari kehidupan. Akibatnya, anak hanya menerima informasi atau maklumat tentang materi pelajaran, tetapi tidak mendapatkan pendidikan terkait baik dan buruk dalam tingkah laku mereka. Anak-anak dijejali aneka materi pelajaran, tetapi mirisnya, mereka tidak dibentuk menjadi orang yang bertakwa. Akibatnya, anak berbuat sesukanya, termasuk melakukan perundungan.

Islam memiliki seperangkat sistem yang efektif dan sistem yang mampu mencegah bullying. Dari sisi pengasuhan, Islam mewajibkan orang tua untuk mendidik anaknya agar menjadi orang yang saleh dan dijauhkan dari azab neraka

Allah Swt. berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahrim: 6)

Setiap orang tua paham bahwa anak adalah amanah yang harus dijaga dengan baik. Islam memiliki sistem yang sempurna dan menjamin terbentuknya kepribadian yang mulia baik di keluarga, sekolah mau pun masyarakat. Dengan menerapkan sistem Islam kafah, termasuk sistem sanksi. Pelaku kekerasan akan dihukum dengan sanksi yang menjerakan, sesuai dengan kejahatan yang dia lakukan. Terkait dengan penganiayaan, berlaku hukum qisas, yaitu balasan yang setimpal.Allah SWT berfirman:
“Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qisas-nya (balasan yang sama).”(QS Al-Maidah: 45).
Syariat islam akan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam dengan kurikulum sesuai syariat Islam sehingga akan menghasilkan anak didik yang berkepribadian Islam. Hal ini tampak dalam perilaku mereka yang sholeh. Penerapan sistem Islam dalam kehidupan ini adalah kunci untuk mencegah perundungan oleh anak. Sistem Islam justru menghasilkan anak-anak sholeh yang taat pada Rabb-nya dan bersikap penuh kasih sayang pada sesama.

Wallahu a'lam bish shawwab.


Share this article via

92 Shares

0 Comment