| 14 Views
Anak-Anak Membutuhkan Perlindungan Penuh Yang Hakiki Dari Negaranya

Oleh : Ummu Danis Alhadi Yusufa
Sindikat penjualan bayi jaringan internasional yang diduga terkait tindak pidana perdagangan orang (TPPO) adalah hasil dari kegagalan pembangunan ekonomi kapitalis dan politik demokrasi. JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani mengecam keras praktik menjual bayi yang berhasil diungkap oleh Polda Jawa Barat. Menurutnya, kasus tersebut menunjukkan adanya kelemahan yang menyasar ibu dan anak, sehingga dimanfaatkan oleh sindikat perdagangan manusia.
Dampak dari hasil jual beli bayi mengakibatkan keluarga yang tidak berdaya akan terus hidup kekurangan. Bahkan, bisa jadi tak tersentuh bantuan sosial negara yang memang hanya untuk sedikit rakyatnya dan besarnya pun tak seberapa. Jadilah kemiskinan terus mendera hidupnya. Ketika lelah dirasakannya, jalan pintas pun dipilihnya tanpa memikirkan akibatnya Di sisi lain, peristiwa ini menunjukkan abainya negara atas kemiskinan yang tak kunjung terselesaikan.
Akar permasalahannya saat ini adalah lemahnya iman dalam menghadapi cobaan hidup. Hal ini juga menunjukkan matinya naluri sebagai fitranya manusia tidak dipungkiri kehidupan saat ini makin sulit. Dengan adanya buah hati tentu ada kebutuhan tambahan yang harus dipenuhi agar dapat tumbuh kembang optimal. Dan dalam kehidupan yang diatur kapitalisme saat ini, seringkali ibu harus ikut bersusah payah mencari nafkah, bahkan kadang harus berjuang sendirian untuk menyambung hidupnya dan anak-anaknya.
Kejahatan penjualan bayi terindikasi TPPO muncul dari habitat kemiskinan yang membelenggu perempuan. Kemiskinan adalah hasil dari keputusan politik dan arah pembangunan ekonomi Indonesia. Kemiskinan telah menjadi kerentanan untuk memunculkan kejahatan, termasuk yang melibatkan perempuan dalam sindikat perdagang .
Bahkan di Indonesia, kemiskinan bertemu dengan ekosistem TPPO yang kuat, menjadikan perempuan dalam pusaran kejahatan , dan mencerabut sisi kemanusiaannya baik terutama sebagai Ibu. Akibatnya anak tidak terlindungi, bahkan sejak dalam kandungan. Beginilah sistem sekuler kapitalisme yang mencengkeram negeri ini, agama dipinggirkan dari kehidupan sehingga semua tindak kejahatan marak seolah tanpa kendali, termasuk perdagangan anak, bahkan orang tuanya sendiri yang menjualnya.
Parahnya lagi, ada peran pegawai pemerintahan yang seharusnya menjadi penjaga dan pelindung masyarakat, malah ikut dalam tindak kejahatan tersebut. Demikianlah saat aturan Allah tidak dijalankan, yang terjadi adalah fitrah manusia hilang dan akal manusia lenyap, anak-anak tidak berdosa dengan teganya mereka perlakukan seperti barang, demi untuk mendapatkan cuan. Perbuatan ini dengan sangat jelas dilarang oleh Islam, siapapun pelakunya akan ditindak tegas terlebih lagi jika ini merupakan sindikat.
Islam menjadikan anak sebagai aset bangsa yang strategis karena merupakan generasi.
Masyarakat saat ini begitu Jauh dari yang namanya Keimanan, dengan kehidupan yang jauh dari suasana keimanan, sehingga jalan maksiat pun ditempuhnya. Halal haram tak lagi dipedulikan, kalah dengan tawaran sejumlah uang, dan memanfaatkan setiap peluang untuk mendapatkan harta, bahkan dengan menghalalkan segala macam cara.
Di sisi lain, kerakusan akan harta dapat mendorong seseorang nekat melakukan kejahatan. Sistem sanksi yang tidak membuat jera jelas berperan dalam menumbuhsuburkan tindak pidana perdagangan orang. Apalagi, ada aparat penegak hukum yang bisa diajak bermain mata, jadilah kejahatan ini makin marak di negeri ini.
Seperti itulah kenyataan pahit di negeri ini. Sistem hidup yang diterapkan saat ini, yaitu kapitalisme sekularisme tentu saja memberikan andil atas problema kehidupan yang terjadi di tengah umat. Kapitalisme sekularisme telah menjadikan materi sebagai tujuan dan mengabaikan aturan-aturan Allah. Bahkan, aturan Allah hanya diberi ruang dalam kehidupan privat. Maka, jadilah nurani seorang ibu mati sehingga memilih sejumlah uang meski dengan menjual darah dagingnya sendiri.
Demikian juga, ada sebagian orang yang tega bekerja sama dalam kejahatan yang membahayakan kemanusiaan. Dampaknya pada negara adalah lahirnya kebijakan yang lahir dari akal manusia yang lemah sehingga menyengsarakan rakyat dan merusak kehidupan. Akibatnya, terjadi kemiskinan secara struktural, lahirnya individu yang menghalalkan segala macam cara untuk mencapai tujuan, dan lemahnya supremasi hukum.
Berbeda dengan aturan Islam Kafah yang Sebaliknya, ia menegaskan, peristiwa yang menyesakkan dada ini tidak akan terjadi dalam negara yang menerapkan aturan Islam secara kafah. Sistem ekonomi Islam akan menjamin kesejahteraan semua individu, termasuk perempuan dan anak - anaknya. Ada berbagai mekanisme yang dilakukan oleh negara untuk memastikan setiap individu rakyat terpenuhi kebutuhan pokoknya, baik pangan, sandang maupun papan, termasuk kebutuhan atas layanan pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Islam menuturkan, mekanisme itu dimulai dari ketersediaan lapangan pekerjaan bagi ayah dengan upah yang layak hingga berperannya kerabat dalam menyantuni keluarga yang berada dalam tanggung jawabnya. Selain itu, negara juga bertanggung jawab memberikan santunan bagi keluarga tak mampu juga yang memiliki keterbatasan tertentu seperti sakit atau cacat agar dapat hidup sejahtera. Salah satu contoh nyata tanggung jawab negara dalam Islam adalah santunan yang diberikan oleh Umar bin Khaththab kepada setiap bayi yang dilahirkan.
Yang tidak boleh dilupakan, adalah tegasnya, penerapan sistem sanksi Islam yang tegas dan menjerakan sehingga tindak kejahatan, termasuk perdagangan orang akan mampu diberantas dengan tuntas. Demikian pula pembinaan keimanan yang kuat melalui sistem pendidikan sehingga setiap individu. Apalagi, aparat penegak hukum memiliki integritas yang kuat dalam menegakkan keadilan. Semua itu hanya dapat terwujud dalam naungan penerapan sistem politik Islam yang agung dengan tegaknya Khilafah Islamiah.
Wallahu'alam bishawab